Di kantornya Charles terlihat sedang khawatir perasaannya tak karuan, dia berjalan bolak balik tidak jelas, sementara di mejanya bertumpuk banyak sekali dokumen.
Merry masuk dan merasa heran melihat Charles.
"Apa yang kau cemaskan dari tadi?, apakah anak anak itu?"
"Ya begitulah, mereka mengirimkan sinyal darurat berarti ada masalah"
"Apa yang kau khawatirkan, bukankah kemampuan Yuki termasuk hebat kau sendiri mengakuinya kan, ditambah Shina yang sudah tak bisa diragukan. seharunya mereka bisa bertahan sampai bantuan yang kita kirim tiba, bahkan jika salah satunya tertangkap aku yakin mereka bisa mengakalinya"
"Tapi yang aku khawatirkan jika Yuki yang tertangkap"
"Charles kau berlebihan, bukankah ada 2 orang yang sudah tiba, mereka teman dekat Yuki dan kemampuan mereka juga tidak bisa di sepelekan"
"Shina dia itu sangat tidak stabil, kau membaca buku yang kuberikan waktu itu kan?, dia sudah sendirian lama sekali dan orang yang bisa membuat hubungan baik dengannya setelah sekian lama adalah Yuki, jika Yuki terluka atau bahkan lebih buruk ada kemungkinan Shina mengamuk"
"Tapi bukankah kau bilang energi Shina tidaklah banyak, seharunya mereka bisa menahannya"
"Ya itulah yang kupikirkan, aku tidak memberikannya daging manusia agar dia tidak bisa melakukan banyak hal sehingga kita bisa mengendalikannya, tapi aku melupakan sesuatu, dengan keahliannya aku rasa dia masih bisa menghancurkan sekitar 10 tentara terlatih, jika dia bisa memakan mereka maka kekuatannya akan bertambah, dan aku khawatir jika dia menyerang orang orang dan akhirnya membuat negara ini berantakan atau bahkan bisa mengancam seluruh dunia"
"Apa maksudmu lupa?, hal sepenting itu bagaimana kau lupa, sudah kubilang jangan ceroboh apalagi saat menangani Shina...."
"Aku harus bergegas aku tidak bisa teleport jika di luar kota ini" Charles bicara dalam hati.
Belum selesai Merry bicara Charles membuka jendela dan segera pergi menyusul Shina dan Yuki.
"Ya ampun dia itu" Merry duduk di sofa dan melihat ke arah foto yang di gantung di dinding.
"Dia memang mirip dengan mu Watson"
Sementara itu di tempat Shina dan lainnya mereka masih di tempat yang sama, "Hey Riki aku akan pergi ke sungai di dekat kita, sepertinya tidak jauh dari sini aku bisa mendengar gemericik airnya, mungkin ada di balik pepohonan itu"
Karin pun pergi ke sungai dan Rafa memutuskan untuk ikut.
Riki melihat ke tempat Shina, dia masih di tempat yang sama tanpa bergerak sedikit pun.
Riki mendekati Shina dan duduk di dekatnya, dia memulai pembicaraan dengan Shina.
"Tidak usah di pikirkan, Karin terkadang memang sensitif terhadap sesuatu"
Shina hanya diam tak menggubrisnya.
"Sebenarnya aku tidak ingin menyalahkanmu tapi tadi itu memang kelewatan, mau kuceritakan sesuatu"
Shina bingung dan melihat ke arah Riki
"Apa maksudnya?"
"Sudah kuduga kau akan tertarik, ini hanyalah cerita yang kuceritakan lagi"
Shina memiringkan kepalanya dia semakin bingung.
"Dulu ada dua anak yang sangat akrab, mereka hidup di panti asuhan bernama Panti asuhan Harapan. Meski bukan saudara kandung mereka saling menyayangi satu sama lain, nama mereka adalah Karin dan Tiara, mereka tidak tahu siapa orang tua mereka nama itupun di berikan oleh orang yang mengurus panti itu"
"Tunggu dulu nama itu..."
Riki meneruskan ceritanya, "Mereka hidup bersama sampai suatu saat terjadi kebakaran hebat dan dari semua penghuni Panti itu hanya mereka yang selamat, mereka sebenarnya ingin di pindahkan ke Panti lain tapi salah satu dari mereka di adopsi sebelumnya lalu Karin sendirian dan di pindahkan ke panti lainnya, Karin tidak bisa di ajak bicara oleh anak lainnya sampai bertahun tahun, saat umurnya sekitar 11 tahun dia membulatkan niat untuk keluar dari panti itu, lalu dia pergi mencari tempat tinggal dan mencoba menemukan pekerjaan. Namun siapa sangka dia hendak di culik saat itu dia memberontak dan ajaibnya dia berhasil menumbangkan salah satu penjahat itu, dan munculah seorang pemuda yang saat itu memimpin sebuah sekolah dan sekarang ini menjadi pemimpin negara ini, Karin di selamatkan dan pemuda itu terkesan karena Karin berhasil menumbangkan salah satu penculik itu dia pun di masukan sekolah pemuda itu dan di ijinkan tinggal di asrama dia bertemu dengan Yuki dan seorang remaja tampan bernama Riki"
"Hey serius aku sedang mendengarkan"
"Baiklah, mereka pun bersama sejak saat itu, Karin bisa belajar dengan cepat dia pun segera bisa beradaptasi dengan lingkungan, saat naik ke tingkat Sekolah Menengah Atas (Note : dan sekolah sederajatnya). Mereka ingin bergabung dengan TIM tapi Yuki di tolak, Karin memutuskan untuk membuat TIM sendiri tapi Yuki menentang dan menyuruh mereka berdua untuk bergabung, lalu muncul seorang gadis yang akhirnya bersama dengan Yuki dan teman baru, mereka membuat TIM yang terdiri dari mereka lalu TIM itu masih berkembang, tamat"
Shina kembali ke posisi awalnya dia menjadi lebih muram dari sebelumnya.
"Ternyata begitu, aku memang menyinggung perasaan Karin ya"
"Ah maaf aku tak bermaksud untuk membuatnya lebih parah"
"Tidak apa apa tapi terimakasih telah berbagi cerita mungkin aku harus menjadikan ini sebagai pelajaran untuk lain kali, waktunya hampir sampai aku harus memulai persiapan, jam 3 nanti bawa Rafa ke bukit itu aku ada rencana setelahnya kita akan pergi dari tempat ini" Shina berdiri dan menunjuk sebuah bukit tidak jauh dari sana.
Shina pergi dan tak lama kemudian dia menghilang di antara pepohonan. Tiara dan Rafa kembali, Tiara mendekati Riki dan bertanya kemana hilangnya Shina. Riki tersenyum dan berkata,
"Kenapa kau bertanya?, apakah kau khawatir padanya?, kupikir kau marah pada Shina"
Karin menggembungkan pipinya dan memalingkan wajahnya.
Sementara Shina pergi ke bukit, jaraknya sekitar setengah menit dari tempatnya Karin dan Riki. Di tengah jalan tiba tiba dadanya terasa sakit dan sesak, dia jatuh tersungkur di tanah. Shina merasa kepalanya mulai pusing perutnya terasa tidak karuan, saking tidak enaknya dia mual dan muntah muntah.
"Apa yang terjadi...?" Shina bertanya tanya pada diri sendiri, lalu munculah suara yang sama seperti sebelumnya suara yang terasa seperti berada di kepalanya.
"Apa kau ini bodoh, kau tahu kalau kau sudah ada pada batasnya"
Shina bertanya apa yang maksudkan
"Apa maksudnya itu?"
"Kau pura pura tidak mengerti, kau tahu maksudku, karena kau ingin menyembunyikannya kau kehilangan kesempatan untuk melakukan hal yang sangat di inginkan oleh tubuhmu sendiri, kau tidak akan bisa menolaknya itu adalah nalurimu, maksudku naluri kita"
Cih... ucap Shina dengan nada tidak senang
"Terserahlah, tapi sebentar lagi kau benar benar akan lepas kendali jangan salahkan aku jika terjadi hal buruk"
setelah mengatakannya suara itu hilang.
Shina berusaha berdiri, dia berdiri dengan terhuyung-huyung. Shina meletakan tangannya ke pohon untuk menahan tubuhnya. Dia bersandar di pohon sambil menenangkan diri, "Hah..., apa apaan itu"
Setelah memenangkan dirinya dia berdiri secara perlahan dan pergi menuju tempat yang di tuju.
Dia pergi ke tempat pertama kali terjadinya baku tembak, ada beberapa mobil yang tak bisa dipakai karena rusak atau tidak bisa tahan dengan Medan ekstrim di dalam pegunungan. Shina menipiskan energi sihirnya untuk menghindari ketahuan jika di antara musuh ada yang sensitif terhadap sihir.
Dia melihat daerah sekitar tempat itu, di depan ada sekitar 4 penjaga, di kiri dan kanan masing masing ada 3 dan 4 orang lagi berjaga di belakang, sementara sisanya ada di dalam bangunan itu.
"Untuk apa yang membuat rest area seperti ini, memangnya ada yang menggunakannya untuk bermalam" Protes Shina dalam hati. "Sepertinya aku tidak bisa mencoba menyelamatkan mereka, Shina segera pergi ke tempat mobil rusak itu dan mengambil bahan bakar cadangan dari sana, dia membawa 2 jerigen penuh bahan bakar. Ini tidak banyak tapi seharusnya cukup untuk rencanaku. Dalam perjalanan dia tak sengaja melihat ada orang yang diikat di pohon badannya penuh darah dia sudah sekarat dan tak sanggup hidup lagi, dia menderita menunggu ajal menjemputnya, dia melihat ke arah Shina dan berusaha memanggilnya dengan suaranya yang sangat pelan. Shina bermaksud untuk tidak memedulikan orang itu, Shina berjalan menjauh tapi akhirnya dia berhenti dan berjslan perlahan mendekati orang itu.
Orang itu berbisik kepada Shina, "Setelah yang kulakukan aku mungkin tidak pantas bilang begini, tapi aku ingin minta maaf pada kalian, khususnya padamu maaf sudah membuatmu mengotori tanganmu"
Uhuk uhuk, orang itu batuk dia batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Aku sepertinya sudah tidak lama lagi, aku punya sebuah permintaan, tolong sampaikan permintaan maaf ku pada teman temanmu dan aku benar benar memohon agar kau mengirimkan foto yang ada di kantong celana kananku pada keluargaku, alamatnya ada di belakang foto"
Shina mengambil foto itu, itu adalah foto pria yang bersamanya dan seorang wanita yang sedang mengandung.
"Ironis sekali padahal aku sudah berjanji akan menemuinya setelah ini dan menjadi seorang ayah, tapi aku malah jadi begini. Aku mohon sekali padamu para bajingan di sana tidak akan mengirimkannya, kau bisa lihat yang terjadi padaku jadi kaulah satu-satunya harapanku". lanjut orang itu.
Shina menatap orang itu dengan sinis, "Padahal sebelumnya kau mencoba membunuhku dan meminta maaf semudah itu, aku tidak tahu bagaimana dengan yang lain tapi aku rasa aku tidak bisa memaafkan mu, dan foto ini aku sendiri tidak yakin apakah aku aku bisa menyerahkannya. Saat ini aku berhadapan dengan sekitar 20 orang bersenjata dari yang sebelumnya sekitar 25 sudah termasuk orang tua busuk itu dan aku sendiri tidak yakin bisa selamat dan kau menyerahkan ini padaku?"
Orang itu melihat ke arah Shina dengan wajah putus asa.
"Benar juga, orang yang jahat sepertiku mungkin memang harusnya mati dengan penyesalan. Tapi setidaknya aku senang kau mau melihat foto itu"
Shina mengeluarkan pistol dan mengarahkannya kepada orang itu,
"Aku tidak yakin dengan permintaan mu yang lain tapi aku rasa aku bisa melakukan permintaan mu yang ini, izinkan aku mengakhiri penderitaan mu" Shina tersenyum ke arah orang itu.
";Senyuman itu terasa sangat hangat, padahal itulah yang akan mengakhiri hidupku tapi aku bahagia, terimakasih"
Deburan angin yang dingin bertiup cukup kencang suara tembakan terdengar membuat burung burung sontak terbang berhamburan, bukan cara kematian yang di harapkan orang pada umumnya, tapi itu merupakan kematian yang terbaik yang bisa dia dapatkan, nyawa yang di ambil oleh seseorang yang mau tersenyum kepada orang yang mencoba membunuhnya, sebuah senyuman yang tidak dapat di bayangkan oleh seseorang yang terjatuh ke dalam kegelapan, senyuman indah bagaiakan kemilau langit biru di tengah awan yang gelap.
Shina meratapi mayat orang itu, saat itu juga orang orang di dalam rumah itu keluar, Shina melemparkan salah satu jirigen berisi bahan bakar berupa bensin kearah dimana orang orang itu mendekat, dia menembak jerigen itu dan membuatnya meledak sehingga membakar 2 orang, karena kepanasan salah satu granat meledak dan mengenai dua orang yang terbakar dan 1 yang mencoba menolong.
Shina segera pergi dari tempat itu membawa satu jerigen bahan bakar dan seutas tali yang tadinya dipakai untuk mengikat Alpin
(Note : Nama pasangan itu ada di balik foto beserta alamat).