Chereads / Sahabat semati / Chapter 3 - Perasaan aneh

Chapter 3 - Perasaan aneh

Imron menatap langit rumah berwarna putih. Rasa bersalah atas kematian Vega semakin menjadi. Imron tersadar kalau belum menutup gorden jendela. Imron segera bangkit dan menutup jendela serta gorden.  Tiba-tiba bulu kuduk Imron mendadak berdiri. Ada sesuatu yang aneh dengan kamarnya. Sesekali Imron menoleh ke belakang. Nihil. Tidak ada apa-apa. Imron setengah takut langsung melesat ke tempat tidur dan menutupi badannya dengan selimut.

"Kok gue merinding, ya?" Di dalam selimut Imron memegangi tengkuknya yang masih merinding.

Imron memejamkan mata. "Jangan-jangan? Itu cuma perasaan gue aja. Nggak ada apa-apa." Imron mencoba berpikir jernih. Lalu, Imron menyibak selimut. Seperti apa yang dipikiran, tak ada apa-apa. Tatapan Imron langsung menuju ke gorden kamarnya yang berwarna putih polos. Sekelebat bayangan berjalan dari gorden itu sangat cepat. Imron masih tidak percaya dengan apa yang dilihat, dia mengucek kedua matanya. Tidak ada apa-apa.

"Gue salah lihat. Dasar mata tua," gumamnya.

Imron menarik napas panjang dan berusaha memejamkan mata. Imron kembali melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 00.30.

"Udah malam, tapi gue belum bisa tidur!"

Imron menadahkan tangan dan membaca doa berulang kali. Akhirnya Imron tertidur dengan pulas. Belum lama mata Imron terpejam, Imron dikagetkan seperti ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Keringat Imron mulai berjatuhan,  Imron belum berani menengok. Imron komat-kamit membaca doa. Tetapi, pelukan itu belum hilang. Imron akhirnya  memberanikan diri menengok ke belakang. Tidak ada apa-apa. Imron bernapas lega dan berpikir itu hanya halusinya saja.

***

Rival menghampiri Imron yang tengah sendirian yang tengah duduk di depan kelas.  Semenjak Vega meninggal, Imron tidak punya teman lagi selain Vega. Rasa sendiri sangat terasa di hati Imron. Ya, sebenarnya Imron suka berteman dengan siapa saja, tetapi mengingat teman satu kelasnya kebanyakan berperilaku buruk, Imron memilih untuk menghindari mereka. Berperilaku buruk di sini adalah suka membolos dan tukang titip tanda tangan. Sering Imron dimintai untuk mengabsenkan temannya, tetapi Imron tidak pernah mau karena itu hal yang melanggar peraturan akademik.

"Udah nggak punya temen lo?" tanya Rival, bermaksud meledek.

Imron setengah melirik ke arah Rival. "Bukan urusan lo," jawab Imron cuek.

"Gue mau kok jadi temen lo." Rival menepuk bahu Imron.

Imron hanya mengernyitkan dahi. "Tinggalin gue sendiri." Imron melepaskan tangan Rival pada bahu Imron. "Gue nggak butuh temenan sama lo."

Rival menaikkan sebelah alis. "Sombong banget lo!" seru Rival menatap tajam Imron dengan mata melotot. "Jangan keseringan sendiri, nanti temen lo yang udah mati ngikutin lo terus. Gue percaya sama kata orang, orang yang deket sama kita pas dia mati , dia bakalan tetep ada di samping lo. Apa lo nggak ngeri?" Rival bergidik ngeri sendiri dengan perkataannya sendiri.

Imron tetap cuek dengan perkataan Rival. Bagi Imron ucapan Rival hanya mitos yang belum tentu benar. Yang Imron paham orang yang sudah meninggal sudah berbeda alam dengan manusia yang masih hidup.

"Berhenti ngomongin Vega, dia udah tenang di sana, Val!"

"Dia belum tenang. Kematian dia aja tragis. Percaya perkataan gue, selama urusan di dunia belum selesai, Vega bakalan terus bergentayangan termasuk selalu ngikutin orang yang bikin dia celaka."

Imron hanya mengangguk. Imron tidak mau terlalu terpuruk dengan kematian Vega. Ya, walaupun Imron tahu awal penyebab kecelakaan itu adalah dirinya sendiri.

"Gue mau masuk kelas." Imron beranjak masuk kelas. Rival masih terpaku di sana. Rival merasakan ada yang ganjil di belakang tubuhnya mencoba menengok dan terlihat sosok laki-laki dengan muka setengah rusak melotot ke arah Rival.

"Ve-ve?" Rival melihat dengan jelas itu adalah Vega. Lebih tepatnya hantu Vega yang bergentayangan.  Rival menutup mulut tidak percaya dengan yang dilihat. Rival memilih berbalik arah dan menuju kelas, melupakan apa yang dilihatnya baru saja.

Rasa takut mulai menghantui Rival.

"Kenapa dia hantuin gue? Apa dia mau balas dendam ke gue karena gue nantangin berantem ke dia, ya?"

***