Chereads / Sahabat semati / Chapter 8 - Menuntut balas

Chapter 8 - Menuntut balas

Imron menatap langit kamar. Saat ini, malam Jumat kliwon, menambah bulu kuduk semakin merinding. Imron merasakan ada yang menganjal dalam kamarnya. Imron mengusap tengkuknya, sembari mengedarkan pandangan. Cowok itu menelan ludah, ada rasa takut yang tiba-tiba datang.

"Kok gue merinding, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Imron menghela napas, berusaha menenangkan pikirannya. Seketika bayangan muncul dihadapan Imron. Sosok berwajah setengah hancur, menatap Imron dengan menyeringai.

"Imron, kamu harus mati bersamaku," ucapnya sambil terkekeh.

Imron kaget setengah mati melihat makhluk yang dia yakini adalah Vega.

"Ve-ga?" Imron berucap sambil terbata-bata. Imron takut setengah mati.

"Iya, Sahabatku. Ini aku, Vega." Arwah penasaran itu semakin mendekat, membuat jantung Imron terpacu lebih kencang dari biasanya.

"Mau lo apa, Ga?" tanya Imron. "Lo udah tenang di alam sana, 'kan?"

"Gue mau nagih janji lo, Mron," jawabnya. "Mati bareng! Gue nagih janji lo, yang katanya kita ini "Sahabat sehidup dan semati".

Imron memejamkan mata, mencoba menekan rasa takut yang ada dibenaknya. "Gue nggak serius ngucap janji itu ke lo, Ga," ucap Imron terhenti. "Gue mohon, lo nggak usah ganggu gue. Kita udah beda alam." Imron berteriak lantang, masih mencoba menantang rasa takutnya.

Arwah Vega semakin mendekat dan entah apa yang terjadi, arwah Vega merasuki tubuh Imron. Imron kerasukan arwah Vega. Lantas , Imron berjalan keluar dari rumah dan menuju jalan raja. Imron masih dipengaruhi oleh arwah itu. Imron terus berjalan ke tengah jalan. Sebuah motor melaju kencang dan menabrak Imron sampai terpental. Penabrak itu langsung melarikan diri, karena suasana sepi dan tidak ada orang, maka kesempatan itu digunakan untuk kabur. Kondisi Imron sangat tragis, kepalanya membentur batu, banyak darah yang keluar dari kepala Imron. Setelah sukses menyelakai temannya, arwah Vega keluar dari tubuh Imron.

"Lo akan mati sama gue, Ron!" serunya, lalu menghilang begitu saja.

Seorang pengendara mobil yang mengetahui ada seseorang yang terkapar di pinggir jalan , lalu menepikan mobil dan membawa Imron ke rumah sakit terdekat. Tak berselang lama, pengendara itu membobong tubuh Imron dan dengan cepat para petugas rumah sakit segera membawa Imron ke ruang UGD. Dokter segera masuk dan melakukan tindakan sebaik mungkin untuk menyelamatkan nyawa Imron. Sementara orang yang menolong Imron duduk di depan ruang UGD, sambil menunggu seseorang yang ditolongnya.

Dua puluh menit kemudian, Dokter keluar dari ruang UGD, penolong Imron segera berdiri dan menanyakan keadaan seseorang yang ditolongnya.

"Dok,bagaimana keadaan korban?" tanyanya. Pengendara mobil yang menolong Imron bernama Hoka , dia adalah supir agen travel yang kebetulan lewat dan melihat Imron terkapar tidak sadarkan diri.

"Keadaan sudah stabil, walaupun tadi sempat kehilangan banyak darah."

"Alhamdulillah. Kalau sudah sadar segera kabari saya, Dok, supaya saya bisa mengabari keluarganya."

Dokter itu mengangguk dan berpamitan, berlalu meninggalkan ruang UGD. Tak berselang lama, seorang suster keluar dari UGD sambil membawa peralatan yang digunakan untuk menindak Imron.

"Bapak keluarganya?" tanya Suster itu.

Hoka menggeleng, "Bukan, Sus, saya kebetulan lewat dan melihat anak malang itu terkapar dan tidak sadarkan diri. Lalu , saya membawa anak itu ke sini."

Suster itu mengangguk, "Anak itu sudah sadarkan diri, Pak. Kalau Bapak mau menjengkuk dipersilakan."

"Terima kasih, Sus." Hoka segera masuk ruang UGD dan mendapati anak yang ditolongnya itu masih terbaring lemah.

"Kamu nggak apa-apa, Nak?" tanya Hoka yang langsung mendapat anggukan dari Imron.

"Saya di mana , Pak?" tanya Imron, memegangi kepalanya yang dibalut perban.

"Kamu di rumah sakit , Nak," jawab Hoka. "Tadi saya menemukan kamu terkapar di pinggir jalan dan tidak sadarkan diri, makanya saya bawa kamu ke sini."

Imron mencoba mengingat apa yang terjadi. Yang dia ingat , Imron melihat arwah Vega dan setelah itu , Imron tidak tahu apa-apa lagi. Selanjutnya , dia terbangun dan dia sudah berada di rumah sakit ini.

"Saya boleh minta nomor orang tua kamu?" Hoka sudah menyiapkan ponsel dan Imron mendektekan nomor orang tuanya. Setelah selesai mencatat nomor orang tua Imron, Hoka segera menelepon. Terdengar suara kaget saat mendengar anaknya kecelakaan. Orang tua Imron akan segera datang menemui anaknya.

"Saya udah telepon orang tua kamu, dan mereka akan segera ke sini," kata Hoka. "Sebenarnya , apa yang terjadi, Nak?"

Imron terdiam sejenak, cowok itu bingung apakah dia akan menceritakan hal yang aneh itu pada orang yang baru dikenalnya. Imron berpikir , dan dia tidak akan menceritakan hal itu pada siapa pun.

"Saya tadi kurang hati-hati jalannya aja, Pak," jawab Imron , berbohong.

Hoka mengangguk dan menepuk bahu Imron, lalu berjalan keluar ruangan, sembari menunggu orang tua Imron datang.

"Anak saya di mana, Pak?" tanya Jian, Ibu Imron. Hasan, ayah Imron berusaha menenangkan istrinya yang terlihat khawatir.

Hoka menujuk ruangan dan berpamitan. "Saya pulang, Bu, Pak," ucapnya ramah.

Hasan dan Jian mengangguk, mempersilakan orang yang menolongnya pulang. Sebelum laki-laki berusia tiga puluhan itu pergi, keduanya mengucapkan terima kasih karena sudah menolong anaknya. Keduanya masuk, dan melihat kondisi anaknya yang sangat memperiatinkan.

"Gimana kamu bisa ditabrak to, Le? Lak kamu di kamar?" tanyanya, dengan logat Jawa.

"Imron juga nggak tahu, Bu," jawabnya berbohong.

Jian mengangguk," Yo wis, Le, awakmu istirahat ae." (Ya sudah, Nak, dirimu istirahat saja)

Imron mengangguk dan memejamkan kedua mata, masih berusaha melupakan kejadian yang baru saja dialaminya.

***

Setelah lima hari di rumah sakit, Imron diperbolehkan pulang. Ya, sekarang ini, Imron sudah di rumah tercintanya. Jujur, kejadian itu membuat Imron takut dan was-was. Bisa saja, arwah Vega kembali datang dan mengajaknya mati setelah berusaha menyelakai Imron beberapa pekan lalu.

"Gue harus tenang," gumam Imron.

Terdengar suara ketukan pintu. Ada rasa takut, tetapi Imron mencoba untuk berpikir positif.

"Masuk, "ucap Imron.

Pintu terbuka dan yang masuk kamar Imron adalah Sandi.

"Halo, Sobat, apa kabar? Sori, gue baru bisa jenguk lo, jadwal kerja gue padat, nih!" Sandi menyalami tangan Imron dengan menjotos tangan temannya yang masih terbaring lemah di kasur.

"Teman macam apa lo? Kerjaan aja yang dipentingin," jawab Imron. "Gue bercanda, Bosku." Imron tersenyum pada Sandi.

"Ah, lo itu, gue kirain serius," kata Sandi. "Ceritain kronologinya sampai lo bisa masuk rumah sakit."

Imron menceritakan apa yang dialaminya. Mulai dari saat arwah Vega datang menghantui dan berujung Imron di rumah sakit.

"Jadi sehabis dia nyamperin lo, lo nggak sadar sampai lo bisa di rumah sakit?" tanya Sandi menyelidik.

Imron mengangguk, "Gue serius, San."

"Sahabat lo ngeri juga, ya?" Sandi bergidik ngeri.

"Itu temen lo juga, kali!" Imron menyengol lengan Sandi.

"Lo juga, sih, pakai acara janji segala." Sandi menggeleng. Sandi mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan kamar Imron. Sandi merasa ada aura mistis di kamar Imron. Benar saja, saat melihat lemari kayu berwarna cokelat, Sandi melihat sosok Vega sedang duduk di atas lemari. Wajahnya tampak rusak sebelah membuat semakin seram. Vega menatap Sandi dengan tajam. Sandi meneguk air ludah, mengalihkan pandangan. Perkiraan Sandi, Vega tidak suka dengan kedatangan Sandi yang terlalu akrab dengan temannya, Imron. Sandi langsung mencari alasan dan pamit pada Imron. Imron merasa ada yang aneh dengan Sandi yang tiba-tiba mendadak ingin pulang.

"Kok lo buru-buru, sih?" tanya Imron saat Sandi sudah berada di tepat pintu.

"Gue ada urusan," kata Sandi. "Bye." Sandi menutup pintu.

Imron seolah tidak percaya dengan alsan Sandi. Imron tahu kalau Sandi berbohong.

"Jangan-jangan?" Imron mulai ketakutan dan memilih untuk menutupi tubuhnya dengan selimut.