Sakti mengisap rokok di sebelah sumur sendirian. Sesekali cowok itu menghembuskan asap rokonya ke udara. Lima menit kemudian, Sakti menjatuhkan rokoknya di tanah lalu menginjak rokok itu. Sakti langsung berdiri dan mendekati sumur tua yang berada di dekat kamar mandi yang sudah tidak terpakai. Sumur itu tertutup oleh sebuah kayu berbentuk bulat menyerupai bentuk sumur tua itu. Sakti yang penasaran dengan sumur tua itu langsung membuka sumur itu. Sumur itu ternyata masih ada air di dalamnya. Sakti bisa melihat bayangan wajahnya yang lonjong di sana. Entah apa yang terjadi, bulu kuduk Sakti mendadak merinding dan cowok itu memegangi lehernya.
"Kok gue jadi merinding, ya?" Sakti menoleh ke belakang. Tidak ada apa-apa. Sakti kembali menengok pada sumur tua itu. Betapa terkejutnya Sakti saat melihat sosok bayangan dengan muka hancur. Sakti yang masih belum percaya lantas mengucek mata dan kembali melihat ke sumur itu. Nihil.
"Cuma perasaan gue aja." Sakti membalikkan badan dan berjalan menuju kelas. Tepat saat Sakti melewati kelas laboratorium yang kosong dan tidak pernah terpakai Sakti menghentikan langkah, seperti ada seseorang di dalam ruangan itu. Tapi mana mungkin ada orang di sana. Sudah hampir lima tahun laboratorium itu sudah lama tidak terpakai. Tiba-tiba pintu laboratorium terbuka dengan sendirinya. Sakti semakin merasa ada yang aneh. Karena penasaran, Sakti membuka pintu dan masuk ke dalam laboratorium. Suasana semakin mencekam. Sakti merasa semakin merinding dan memutuskan untuk keluar.
"Mending gue keluar dari sini sebelum terjadi apa-apa." Sakti melangkah keluar. Sampai tepat di pintu, Sakti mendengar suara seperti hentakan kaki. Cowok itu menoleh dan tidak ada apa-apa di sana. Sakti mengangkat bahu, dan keluar dari laboratorium. Saat Sakti sudah benar-benar di depan ruang laboratorium, pintu kembali tertutup. Aneh, pikir Sakti saat itu. Dengan tenang Sakti terus melangkah menuju kelas. Tak sampai di situ, saat Sakti hendak menaiki lantai dua, Sakti seperti ada seseorang di bawah tangga. Sakti maju dua langkah dan melihat ke arah bawah tangga. Betapa kagetnya Sakti saat melihat penampakan arwah Vega yang sangat mengerikan.
Sakti menelan ludah dan berjalan mundur lantas berlari kencang menaiki lantai dua. Sialnya, saat Sakti melangkah ke anak tangga, dia malah terjatuh sampai ke dasar tangga. Sakti merintih dan berteriak minta tolong, tetapi tidak ada satu pun yang mendengar teriakannya. Tak sampai di situ saja, arwah Vega mendadak ada di belakang Sakti.
"Harus mati, harus mati. Pembunuh. Pembunuh."
Keringat Sakti semakin keluar bertambah banyak, dia memejamkan mata dan berteriak. "Jangan ganggu gue!"
Seketika ada yang menepuknya dari belakang. Sakti memberanikan diri untuk kembali menegok. Hati Sakti lega ternyata yang menepuk bahunya adalah Imron.
"Lo ngapain ngelesot di sini, Sak?" tanya Imron.
Sakti menelan ludah dan memilih untuk menceritakan apa yang baru saja terjadi. "Barusan gue didatangin arwahnya Vega, Ron," kata Sakti sedikit ketakutan. Matanya masih was-was mengedarkan pandangan ke segala arah.
"Lo serius?" Imron juga menjadi was-was. Ternyata tidak hanya dia yang dihantui oleh Vega, melainkan temannya yang lain. Padahal kalau dipikir kematian Vega merupakan kesalahan Imron, bukan yang lain. Tetapi entah kenapa, Vega selalu menghantui temannya yang lain.
"Gue serius, Ron. Ngapain gue bohong? Lo lihat aja, gue jatuh dari tangga karena ditakutin sama arwah dia, Ron."
"Iya, gue percaya sama lo, Sak," jawab Imron. Imron lalu memapah Sakti menuju kelas. Sesampainya di kelas, Sakti langsung menceritakan apa yang barusan dialaminya. Membuat beberapa temannya merasa ketakutan. Mereka takut kalau arwah Vega juga menghantui mereka.
"Kayaknya malam ini gue harus ke dukun, deh, Sak," sahut Rival.
Perkataan Rival sedikit membuat takut Imron. Imron takut kalau dukun itu membeberkan semua kalau Imron lah penyebab Vega sampai meninggal. Imron hanya diam dan tak berkomentar, sementara yang lain menanggapi ucapan Rival dengan setuju.