Langit mulai gelap. Awan yang awalnya putih menjadi hitam. Hujan deras turun membasahi bumi. Pagi itu seolah menandakan firasat. Imron dan Vega sedang dalam perjalanan menuju kampus. Dengan kecepatan tinggi, Imron mengendarai motor dengan asal. Vega yang membonceng di belakang, berulang kali mengingatkan Imron agar mengurangi kecepatan.
Sayang Imron mengabaikan perkataan Vega dan terus melaju dengan kencang. Karena kurang hati-hati, motor Imron tergelincir.
Tubuh Imron menimpa motor, sedangkan tubuh Vega terpental agak jauh. Vega yang sadar terjatuh berusaha untuk bangun. Naas, saat Vega hendak berdiri, sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi langsung menabrak Vega, Vega terpental ke sisi jalan. Truk yang menabrak Vega langsung kabur saat mengetahui menabrak seseorang. Vega langsung tewas saat itu.
Imron bergidik ngeri saat melihat kejadian itu. Tubuh Vega hancur parah. Imron terus berusaha menyingkirkan motor yang menimpanya dan dengan kaki terseok-seok menghampiri Vega yang sudah tewas.
"Ga, bangun!" seru Imron menguncangkan tubuh Vega. Muka sebelah Vega rusak dan penuh darah.
Saat itu juga, orang-orang mengerumuni Imron dan Vega. Kerumunan orang itu mengangkat tubuh Vega di tepi jalan dan menutupi dengan sebuah terpal. Tidak lama kemudian, ambulan tiba dan segera membawa jenazah Vega menuju rumah sakit terdekat. Imron turut dalam ambulan itu. Dia merasa bersalah atas kematian Vega. Semua ini salahnya. Andai saja dia mengubris perkataan Vega supaya tidak mengendarai motor ugal-ugalan. Semua tidak akan terjadi. Imron merutuki diri sendiri. Cowok berambut cepak itu bingung bagaimana mengatakannya pada orang tua Vega. Saat di ambulan Imron segera menelepon orang tua sahabatnya itu.
"Ya, Mron. Ada apa, ya?" tanya Ibu Vega bernama Nesha.
Imron tidak bisa membendung kesedihan, cowok itu mulai menangis. "Tante, Vega kecelakaan bersama saya dan dia meninggal."
Ucapan Imron membuat Nesha tersentak kaget. "Ya Allah. Sekarang Vega dibawa ke rumah sakit mana, Nak?" Tangisan Nesha mulai terdengar dalam telepon. Rasa bersalah semakin menyelimuti perasaan Imron.
"Rumah sakit Kenanga, Tante." Setelah menjawab, Imron menutup sambungan telepon.
Sepuluh menit kemudian, ambulan telah sampai di Rumah Sakit Kenanga. Jenazah Vega segera dibawa ke ruang jenazah. Imron tidak bisa berbuat banyak, selain menunggu orang tua Vega datang.
Imron mondar-mandir di depan ruang jenazah. Kejadian yang dialaminya barusan terus terbayang. Kematian Vega terus membayangi dirinya.
"Maafin gue, Ga," ucap Imron lirih.
Tak berselang lama, orang tua Vega datang dan langsung mengurus kepulangan jenazah Vega.
"Nak, gimana semua bisa terjadi?" tanya Ratu.
Imron menelan ludah, dia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya. Imron takut dipenjara karena semua ini salahnya.
"Jalanan licin, Tante. Kami tergelincir. Saat Vega mau berjalan dari tempat terpental, tiba-tiba saja ada truk melaju kencang dan langsung menabrak Vega, Tante," jelas Imron. Ada fakta yang diceritakan dan ada fakta yang ditutupi untuk menutupi kejadian sebenarnya.
Maaf, gue kepaksa bohong. Gue nggak mau dipenjara.
Tiba-tiba polisi datang menemui orang tua Vega dan Imron.
"Siang. Kami dari kepolisian sudah menangkap orang yang menabrak anak Anda." Seorang polisi berusia tiga puluh tahun berucap dengan tegas.
"Kami mengucapkan terima kasih, Pak. Semoga pelaku diberikan hukuman yang setimpal," jawab Firman, Bapak Vega.
Polisi bernama Jedi mengangguk. "Sama-sama, Pak. Saya pamit."
Jedi berlalu meninggalkan kamar jenazah.
Imron masih terpaku dengan rasa bersalahnya.
***
Seusai pemakaman, keluarga Imron masih berpusar di kuburan Vega. Ratu masih terpukul dengan kematian anak pertamanya.
Tangis itu kembali pecah. Sambil memegang nisan anaknya, perempuan paruh baya itu terus menangis.
"Udah, Bu. Kita pulang," ajak Firman menarik tubuh Nesha keluar dari pemakaman.
Tak berselang lama, Imron datang dan menaburkan bunga ke tanah tempat Vega dikuburkan. Imron baru sempat datang dikarenakan mendadak kepalanya pusing.
"Bro, maafin gue, ya. Semoga lo tenang di sana," ucap Imron sambil memegang nisan Vega.
Entah kenapa, bulu kuduk Imron mendadak berdiri. Seperti ada yang mengawasi. Dia menoleh ke belakang, tetapi tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya Imron seorang. Cowok itu mencoba fokus dan mendokan Vega. Setelah itu, Imron berlalu meninggalkan pemakaman. Rasa merinding itu masih menghantui Imron. Tetapi dia mencoba mengabaikannya.