Chereads / Demon Lord in the White World(Shiroi Sekai no Maou)(Indo-Version) / Chapter 4 - Chapter 4 : Tes Seleksi Akademi

Chapter 4 - Chapter 4 : Tes Seleksi Akademi

Pagi ini aku, Elen, dan Shuna sudah bersiap di depan rumah kami. Aku ingin mencoba sihirku untuk pergi ke akademi.

"[Gate]," perlahan tubuh kami mulai melebur dan akhirnya hilang.

***

Aku sudah membuat titik tujuan di hutan dekat akademi agar tidak dapat dilihat oleh orang lain. Aku masih mempertimbangkan kemungkinan keributan yang akan terjadi jika tiba tiba kami muncul di depan gerbang sekolah.

Baiklah, sepertinya tidak ada masalah dengan penggunaan gate di dunia ini.

"Keren, ajari aku ya nanti,"

Shuna sangat antusias setelah melalui kejadian ajaib tadi. Tetapi itu adalah permintaan yang mustahil untuk sekarang.

"Tidak, tidak. Sekarang belum waktunya. Kamu harus menguasai kestabilan pergerakan mana dalam tubuhmu dulu. Jika tidak tubuhmu akan meledak karena mana yang tidak stabil," wajahnya kesal.

"Hahaha kamu itu masih pemula. Tidak seperti kakak. Butuh satu tahun lebih keterampipan seperti itu bagi manusia normal sepertimu,"

Uwaa kata-kata itu terdengar kejam. Kenapa tiba-tiba adikku mengerikan seperti ini.

"Huh, ya deh. Aku akan minta lagi nanti setelah lulus akademi ini," kami berjalan masuk ke akademi menuju halaman yang luas. Di sana tampak sesak karena banyak calon siswa yang bergerombol dan bercakap dengan temannya masing-masing.

"Semuanya harap tenang, hari ini kita akan melaksanakan tes di sebuah colosseum yang akan dibangun oleh salah satu guru akademi ini. Jadi, harap semua mempersiapkan diri untuk menunjukkan bakat terbaik kalian. Terimakasih,"

Orang itu tampaknya adalah kepala sekolah di akademi ini. Posturnya yang gagah berkumis. Memberikan kesan pemimpin yang disegani.

"<> [Craft] 'Colosseum',"

Seketika terdapat bangunan yang muncul di tanah dan semakin tinggi ke atas.

He... lumayan juga ukuran colosseum ini.

Untuk mantra tingkat tinggi seperti ultimate, <> akan bisa membuat bangunan yang di inginkan sesuka hati hanya dengan mengucapkan nama bangunan yang diinginkan.

Sihir ini sepertinya berada di tingkatan 4, tingkat yang lumayan tinggi untuk seorang manusia. Tapi saat kuperhatikan guru yang melakukan sihir itu, lagi-lagi perempuan itu. Aku berusaha mengingatnya tetapi selalu lupa, dia memiliki tanduk yang dilapisi sihir transparan. Tidak salah lagi dia adalah seorang iblis yang menyamar menjadi manusia. Mata iblis punyaku yang langka ini dapat melihat itu.

Kami memasuki colosseum dan menempati tempat duduk yang kosong di pinggiran colosseum. adikku dan Shuna tampaknya sangat antusias menyaksikan pertunjukan sihir ini. Kami satu persatu diminta untuk maju ke tengah dan melancarkan sihir serangan terkuat kami pada target yang telah disiapkan. Terdapat juga tiga guru yang akan menilai dari bagian lain colosseum ini. Dua guru itu adalah sang kepala sekolah tadi dan juga guru iblis itu.

"Elen, gunakan sihir setingkat platinum saja. Jangan melebihi itu. Kita tidak boleh terlalu menarik perhatian untuk sekarang oke?"

"Oke kak. Tenang saja,"

"SISWA DENGAN NAMA ELENA, SILAKAN MAJU!"

Langkahnya sungguh gesit. Dia tampaknya sangat bersemangat melakukannya.

"[Fire-ball],"

Elena mengucapkan mantra sambil mengarahkan tangannya pada target. Dia sudah bisa mengendalikan mana dengan sempurna. Tembakan bola api itu berwarna merah menyala bertubi-tubi muncul dan memporak-porandakan target yang di berikan. Murid yang lain tampak terkejut begitu pula dengan guru yang menilai. Elena melancarkan serangan sihir tingkatan platinum dalam skala besar secara bertubi-tubi. Bagi manusia biasa itu sungguh tidak mungkin karena keterbatasan mana.

"SISWA DENGAN NAMA DREY, SILAKAN MAJU!"

Baiklah. Sekarang giliranku menunjukkan sebagian kecil bakatku.

"[Fire-ball],"

Aku memakai mantra yang sama seperti adikku tetapi tanpa mengarahkan tanganku kepada target. Aku hanya menyelipkan tanganku di saku celanaku. Seketika bola api berwarna biru menyala secara liar di tembakkan secara bertubi-tubi ke arah target itu. Aku mengamati ekspresi semua orang di colosseum itu.

Semua orang sangat terkejut. Bahkan guru yang menilai pun sampai berdiri. Sepertinya aku telah membuat kehebohan besar. Astaga, itu baru api biru dan kenapa semua tampak sangat terkejut begitu. Bahkan aku bisa mengeluarkan hell-fire, sebuah api yang takkan pernah padam kecuali dengan izin penggunanya. Aku pun berjalan menuju tempat dudukku semula. Semua pandangan mata masih tertuju padaku. Hanya satu orang yang tidak tampak terkejut, yups guru iblis itu.

"Hei kak. Semua orang terkejut ketika melihatmu tadi,"

"Benar sekali, baru pertama kali ini aku melihat api biru,"

Shuna menambahkan.

Elen terkejut bukan karena aku mengeluarkan api itu. Tapi dia terkejut karena semua orang terkejut setelah melihat api yang ku hasilkan. Alhasil akupun menjadi bahan perbincangan. Astaga sungguh para manusia ini.

Yang kedua adalah tes pengetahuan, kami akan diberikan soal masing masing sesuai bakat keahlian. Tetapi jujur saja aku menguasai semua bakat jadi aku dapat menjawab soal-soal ini dengan mudah.

Dan keesokan harinya pun aku mendapatkan pengumuman yang mengejutkan, aku menempati peringkat pertama dalam tes ujian itu sedangkan adikku berada diperingkat ke 3. Shuna berada di peringkat 17 kami semua satu kelas dan berada di kelas S.

Hanya dengan melihat nama kelas ini pun aku sudah tahu kalau kelas ini di isi oleh para murid elit. Setelah ku cari tahu, ternyata semua murid di kelas ini adalah kaum bangsawan. Aku berpikir apa mungkin kemampuan seseorang dipengaruhi oleh kasta? Tapi tunggu dulu!

Berarti Shuna juga merupakan bangsawan?

Ketika kutanyakan hal itu, dia menjawab bahwa dia adalah putri kedua dari kaisar negara Eishen, sebuah negara samurai yang sangat berpengaruh di dunia ini. Sungguh hal yang mengejutkan mengetahui seorang anak kaisar memohon-mohon padaku agar diperbolehkan tinggal di rumahku.

"UNTUK SISWA DENGAN NAMA DREY DAN ELENA, SILAKAN TEMUI SELENA SENSEI DI RUANG GURU,"

Apakah ada masalah? Kami di panggil ke ruang guru.

"Silakan duduk,"

Ternyata Selena adalah nama iblis yang menyamar ini. Dia tampak memperhatikanku dan Elena dengan seksama. Kami segera duduk pada dua kursi yang telah di sediakan menghadap ke arah Selena sensei.

"Aku hanya ingin menanyakan sesuatu pada kalian, apakah kalian berasal dari klan iblis," tanpa basa-basi dia langsung bertanya pada poin pentingnya.

"Ya, kami ingin merasakan kehidupan dunia putih, jadi kami tinggal dan bersekolah di sini," adikku hanya mengangguk-angguk. Sedangkan Selena sensei masih terus memperhatikan kami, seakan-akan rasa penasarannya belum juga hilang.

"Kalau boleh tau, kalian berasal dari daerah mana di klan iblis?" Baiklah, mungkin karena dia juga iblis, aku akan berterus terang.

"Aku mantan raja iblis, dan dia adikku Elena," tampaknya Selena mulai mengingat sesuatu dan tersentak kaget. Dia langsung berdiri dan memberikan hormat padaku.

"Yang mulia Draco? Mohon ampuni kelancangan saya yang mulia,"

"Ahh tidak apa, aku sudah pensiun kok jadi kamu tidak perlu se-formal itu, omong-omong aku seperti merasakan nostalgia dari dirimu," akhirnya aku menanyakan rasa penasaranku selama ini.

"Saya adalah mantan pelayan kerajaan iblis, dulu saya mengurus ratu Clarina,"

Aku baru ingat sekarang, pelayan ini sering merawat ibuku saat ibuku sakit-sakitan. Dia juga bercerita kalau dia pergi meninggalkan kerajaan iblis setelah ibuku meninggal.

"Kalau begitu aku juga perlu mengucapkan terimakasih padamu karena telah merawat ibu kala sakit dulu,"

"Tidak mengapa yang mulia, sudah kewajiban saya sebagai pelayan pribadi ratu Clarina,"

"Kalau begitu aku di sini bukan seorang raja lagi, aku akan berperan sebagai muridmu jadi tolong panggil aku Drey. Dan juga tidak perlu se-formal itu padaku," aku berdiri untuk pamit karena pagi ini kami akan ada pelajaran di lapangan.

"Baik Drey-sama," astaga, dia masih belum terbiasa memanggilku dengan namaku. "Semoga hari anda menyenangkan,"

***

Sekarang aku berada di lapangan tempat kami akan memulai praktek sihir. Guru kami hari ini meminta kami untuk beradaptasi dengan sesama teman kami. Beliau belum akan menampakkan diri hari ini.

Ada sebuah surat jatuh di dekat kakiku. Bentuk surat itu aneh dan terlihat kuno. Aku segera mengambilnya.

"Halo, apakah surat ini punyamu," aku bertanya pada seorang perempuan yang terlihat sedang mencari sesuatu.

"Syukurlah, terimakasih," dia terlihat sangat senang. Pastinya surat ini sangat penting baginya.

"Bolehkah aku tahu namamu?" Aku mencoba menjalin ke akraban pertamaku dengan perempuan ini.

"Ohh iya maaf, aku lupa memperkenalkan diriku. Aku adalah Sasha," dia mengulurkan tangan.

"Aku Dra.., ehm.. Drey, salam kenal,"

Aku ingin membalas jabat tangan darinya. Belum sampai tanganku menyalaminya, ada seseorang yang menabrakku dari belakang membuatku hampir terjatuh ke arah Sasha. Sepertinya dia sengaja menabrakku, dan aku membalikkan diri. Postur tubuhnya tinggi berotot juga.

"Ahh, maaf.. maaf.. aku tak sengaja. Hoya hoya ternyata si peringkat satu. Jangan hanya karena kamu berhasil sedikit saja melampauiku kamu bisa sesombong itu," aku tidak paham apa yang dimaksud dengan "sombong" dari orang ini. Sepertinya aku juga telah menjaga sikapku dengan baik.

"Ahh tidak, tidak apa-apa. Kumaafkan. Aku akan pergi, ayo Sasha," aku segera memegang tangan Sasha dan ingin menuntunnya pergi dari para lelaki ini.

"Hei, kamu tidak sopan, kamu sedang berhadapan dengan bangsawan. Tunjukkan sedikit etikamu," sepertinya kata kata bangsawan dari teman lelaki ini merujuk pada orang yang menabrakku tadi.

"Dia adalah bangsawan kelas satu namanya George, hormatlah padanya. Dia memiliki kekuatan platinum yang sangat membanggakan,"

Mungkin dia terlalu melebih-lebihkannya. Aku sudah melihatnya, lelaki yang disebut bangsawan ini memang memiliki ketahanan fisik yang hebat bagi seorang manusia tetapi tingkatan sihirnya tidak lebih tinggi dari platinum.

"Karena kamu sudah tidak sopan denganku, aku akan memberikan kesempatan padamu untuk melawanku yang kuat ini. Berbahagialah," pria ini berbicara dengan nada merendahkanku.

aku melihat Elen di ujung sana menertawakan kami di sini. Dia seperti melihat adegan tikus tikus yang sedang berhadapan dengan seekor singa. Itu sangat menghiburnya.

Astaga Elen kamu mempunyai selera humor yang rendah.

"Sasha, mundurlah,"

Dia segera mundur beberapa meter dan menyaksikan pertandinganku. Dia sama sekali tidak cemas padaku. Ahh aku terlalu berharap lebih hiks*menangis*

Oke baiklah sekarang arena bertarungku ada di sini. Ini adalah kali keduanya aku bertarung dengan manusia di dunia ini. Mungkin tidak bisa disebut kedua kalinya karena aku tidak benar-benar bertarung dengan lelaki berandalan kemarin.

"[Hell-Flame],"

Hou.. dia menggunakan <>[Hell-Flame] sebagai pembuka. Lumayan.

Aku menangkis sihirnya kibasaan tanganku dan menimbulkan asap yang cukup pekat di depanku. George ini melesat muncul dari asap itu memakai sihir penguat tubuh. Hmm lumayan juga, pikirku.

"Brushhh...."

Aku menangkis serangan tinjuan lelaki itu memakai jari telunjukku. Ya ampun, lelaki ini terlalu meremehkanku.

"Apa yang__" belum sempat lelaki ini menyelesaikan kata-katanya, aku melemparnya jauh ke arak dinding colosseum hingga dinding itu retak. Ngomong-ngomong aku hanya melemparnya menggunakan jari telunjuk dan ibu jariku. Aku tidak mau terlalu mengotori tanganku bertarung dengan lelaki yang terlalu percaya diri ini.

"Bukan hanya kau yang memiliki ketahanan fisik yang luar biasa, aku bahkan melebihimu," aku tersenyum mengejek.

"Argh, kenapa dia sekuat ini. Hei kalian berdua cepat serang dia,"

Hou.. kali ini dia memberikan perintah kepada dua orang temannya ini untuk menyerang.

"[Litg__]"

Belum sempat kedua orang ini yang berada di kiri dan kananku mengarahkan serangan sihirnya padaku, aku segera meluncurkan <> membuat kedua orang itu terpental menabrak dinding colosseum. Semua orang yang berada di colosseum ini terkejut dan menjauh dari pertarunganku.

Dan hei! Apa yang dilakukan dua anak itu, Elen dan Shuna?

Mereka duduk dan menyaksikan pertarunganku sambil bertepuk tangan. Astaga, ini bukan pertandingan bola. Kenapa orang orang ini terlihat santai saja.

Aku mendekat pada George.

"Hahaha, kau terjebak, tidak mungkin kau bisa menghindari seranganku daram jarak sedekat ini. [Storm-Spear],"

Hebat, orang ini masih tidak ingin menyerah. Dia melancarkan sebuah serangan <> yang sangat hebat padaku. Tetapi bagaikan daun yang di hembus angin sepoi-sepoi di pagi hari, sihir itu hanya mengelus ujung rambutku saja.

"Apa!? Kenapa serangan terkuatku tidak melukaimu??" Hoya sekarang dia malah meremehkanku.

Serangannya hanya mengibaskan ujung rambutku. Itu adalah sihir original buatanku sendiri yang disebut [Cancelling]. Sihir ini dapat memecahkan sihir lawan yang bahkan setingkat ultimate dan tentunya aku sudah berusaha keras membuat sihir ini tanpa cooldown agar aku dapat leluasa menggunakannya. Yah ini adalah salah satu sihir <>.

Aku masih memiliki selusin lebih sihir mengerikan lainnya dan 7 diantaranya adalah sihir buatanku sendiri yang tidak akan ditemui orang di sini atau lebih tepatnya sihir yang telah kukembangkan menjadi lebih kuat. Setelah mengetahui hal itu merupakan sesuatu yang mustahil akhirnya orang ini pun menyerah.

"Tahan! Tahan di sana anak-anak,"

Oh yang datang adalah Selena-Sensei. Mungkin dia merasakan 3% aura yang kukeluarkan dan segera menuju kemari. "Baiklah hentikan pertarungan ini, jika kalian mengulanginya lagi tanpa seizin guru kalian, aku akan menghukum kalian," dia tidak berani bertatap mata denganku.

"Baiklah. Aku sepertinya juga sudah selesai dengan yang di sini," aku segera meninggalkan 3 lelaki yang tergeletak kehabisan mana itu dan kembali menuju Sasha. Orang-orang di sini masih memperhatikan aku tanpa berkedip.

"Hebat," begitulah tanggapan dari Sasha.

"Ahh kakak aku pikir kamu akan lebih mengerikan dari itu tadi,"

"Tidak, tidak apa yang kamu katakan. Itu tadi sungguh mengerikan, aura yang dikeluarkannya itu, menakutkan," Shuna menggeleng kepala pada Elen. Mereka berlari mendekatiku dan Sasha.

"Kak, siapa dia?"

"Hajimemashite, namaku adalah Sasha," Sasha sedikit membungkuk dan melakukan perkenalan dengan formal.

"Aku Elen, adiknya Kak Drey,"

"Dan aku__" Shuna membusungkan dada, "adalah kekasihnya Drey,"

Oi, oi, Apa yang dikatakannya, sejak kapan aku menjadi kekasihnya.

Aku melotot ke arahnya. Sekarang giliran Elen dan Shuna beradu mulut dan aku tidak menghiraukannya.

"Sasha, kau tidak terlihat terkejut setelah melihat seranganku?" Aku bertanya padanya.

"Ah tidak seperti itu. Karena aku dari awal sudah bisa mengukur kekuatanmu jadi aku terkejut saat kita berkenalan tadi," dia mununjuk pada matanya yang bersinar itu. Hei? Warna mata itu, bukankah itu mata langka yang sama denganku yang dimiliki klan iblis? Itu adalah <> yang merupakan mata milik para iblis kuno. mungkinkah dia adalah seorang iblis reinkarnasi? Kalau begitu dia pernah memiliki hubungan yang dekat denganku di masa lalu.

"Kamu seorang iblis?"

"Tidak. Itu tidak sepenuhnya benar atau lebih tepatnya aku merupakan keturunan dari iblis dan elf. Ayahku merupakan seorang iblis dan ibuku seorang elf," jadi begitu. Hanya segelintir orang yang memperoleh mata itu. Itu adalah "mata kehancuran" karena dapat memberikan kekuatan yang lumayan besar. Mungkin setingkat 2 bagi orang yang sudah mahir menggunakannya.

"Ohh jadi begitu. Aku juga seorang iblis. Tapi aku ingin mencoba pergi ke dunia luar ini,"

"Kalau begitu, yoroshiku," dia membungkuk padaku.

Pelajaran kami pun selesai dan kami kembali ke kelas. Aku melihat 3 lelaki tadi ditandu keluar colosseum.

Bukankah itu sedikit memanjakannya? Ah biarlah, toh dia juga seorang bangsawan pastinya akan mendapat perlakuan khusus.

Aku merasakan akan ada pertempuran lagi setelah ini.