Chapter 2 - Chapter 2 : Dunia Putih

Sekarang aku berada di sebuah tempat yang menakjubkan, sungguh.. aku kehilangan kata-kata. Jujur aku sangat terkejut karena diriku sekarang berada di hutan yang sangat hijau, berbeda sekali dengan hutan yang aku lalui tadi. Rerumputan menari-nari terhempas oleh angin yang menyejukkan. Baru pertama ini aku merasakan suasana yang sejuk dan damai seperti ini.

Adikku pun juga merasakannya, seketika itu juga dia jatuh di rerumputan yang hijau bagaikan tempat tidur yang lembut.

"Subarashi kak, aku selalu ingin merasakannya. Ibu dulu pernah menceritakan sedikit tentang dunia ini padaku. Aku tak pernah menyangka hal ini akan terwujud," dia tersenyum padaku.

Ohh astaga kenapa dia bisa memasang wajah secantik dan imut itu di hadapanku. Ahh tidak tidak, aku bukan siscon. Plak *menampar pipiku*

note : "siscon" adalah keadaan dimana saudara lelaki yang menyukai saudara perempuan.

Di depanku terpampang sebuah pemandangan menakjubkan, hutan bergerombol menghijau dan ditimpa oleh angin yang menyejukkan. Ada juga sungai yang mengalir seperti yang ada di buku ayah. Dan hei, burung apa itu, aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Moncongnya sangat panjang dan juga sayapnya lebar. Mungkin aku bisa menjinakkan burung itu untuk kutumpangi. Lihat saja burung itu sangat besar cocok untuk kujadikan kendaraan.

Aku bersiul pada burung itu sambil mengeluarkan sebagian kecil aura yang ada di tubuhku. Seketika burung itu, atau lebih tepatnya dua burung turun mendarat di depanku. Adikku terkejut.

"Ohh hei kak, apakah itu peliharaanmu?"

"Tidak, aku baru saja menjinakkannya menggunakan sihirku,"

Memang benar siulanku tadi adalah sihirku yang ku masukkan dalam udara dan ku arahkan pada mereka. Sihir itu dapat menjinakkan berbagai makhluk hidup. Tapi aku hanya menggunakan sihir tingkat satu. Mungkin untuk manusia disini aku perlu menggunakan sihir tingkat tiga. burung ini dilihat lebih dekat lebih hebat lagi, wujudnya seperti elang tetapi memiliki cula serta tatapan mata yang mengerikan.

"Ohh begitu, tapi untuk sesaat aku tadi juga merasakaan aura yang sangat besar keluar dari kak Drey. Mengerikan," tidak tidak, kenapa adikku mengatakan aura yang ku keluarkan itu sangat besar? Jika ku hitung dari aura yang ku keluarkan, aku hanya mengeluarkan 3% saja. Tapi biarlah, aku tak ingin membuat adikku tambah terkejut.

Kami pun menunggangi burung itu menuju ke arah timur. Dari peta yang kulihat di buku ayahku, jika kami menelusuri hutan ini menuju timur, kami akan menemukan sebuah kota yang besar.

Ahh tapi tunggu dulu, kalau aku langsung ke sana, kami tidak memiliki uang dunia ini. Mungkin aku harus mengumpulkan beberapa buruan untuk dijual di sana. Semoga di sana terdapat tempat penjualan hasil buruan seperti di kerajaan iblis.

"Hei kak tunggu, kita mau kemana?" Elen gugup saat mengendarai burung itu sementara itu mengikutiku dari belakang turun ke hutan itu.

"Aku akan mencari beberapa hewan buruan untuk kujual di kota nanti,"

Kami pun mendarat dan bersiap untuk berburu sebelum hari larut malam. Aku mengeluarkan sedikit auraku lagi di daerah ini. Kali ini ku tambah sedikit auraku menjadi 5% dari total aura ku.

Binatang di dunia ini sama dengan di kerajaan iblis. Makanan utama mereka adalah mana yang terdapat dalam tubuh seseorang. Jadi semakin besar aura sihir yang di pancarkan seseorang, semakin banyak binatang yang akan muncul. Dan perkiraanku sangat benar, seketika itu muncul berbagai binatang dari balik pepohonan itu menuju arahku dan adikku.

Sebelum aku melancarkan sihirku, aku memberikan [Magic Barrier] tingkat 3 kepada Elen. Perisai itu berwarna hijau dan terlihat tembus pandang tetapi sebenarnya perisai itu hanya bisa di tembus oleh sihir tingkat 6.

Oke biar ku perjelas sesuatu, aku bisa menggunakan sihir setingkat ultimate atau lebih tepatnya tingkatan tertinggi. Sihir tingkatan tertinggi sebelum ultimate adalah sihir tingkat 12. Hanya segelintir orang di dunia ini yang bisa menguasainya. Tapi perlu ditekankan lagi, aku tidak ingin membuat keributan di dunia ini, oleh karena itu aku menyimpan auraku dan hanya mengeluarkan 0,5% aura dalam tubuhku jika aku akan berjalan jalan di kota nanti. Kurasa itu aura yang cukup untuk seorang petualang tingkat rendah di sini.

Karena aku ingin membawa hasil buruanku ini secara utuh, aku menggunakan sihir kata saja. Mungkin tingkat 2 cukup.

"Death," saat aku melontarkan kata-kata itu sambil mengarahkannya ke para binatang ini, seketika itu juga mereka berjatuhan dimana-mana. Ehh? Sekuat inikah efeknya? Tunggu seharusnya mereka akan sekarat terlebih dahulu sebelum mati. Mungkinkah binatang di sini memiliki tingkat sihir yang sangat kecil?

Setelah ku analisis, para binatang ini setingkat gold. Kalau dalam angka mungkin setengah dari tingkat satu. Kalau begitu apakah rata-rata makhluk lain di dunia ini juga begitu? Ah tidak tidak, aku tidak boleh langsung ambil kesimpulan. Pasti ada yang lebih kuat dariku, aku akan melawannya saat itu tiba.

Aku pun mengumpulkan dan memasukkan binatang buruan ini ke dalam "kantung sihir"ku. Ada dua beruang, lima babi hutan, dan lebih dari sepuluh serigala.

Mungkin segini cukup, pikirku.

Hari sudah petang ketika aku dan Elen sampai di kota itu. Sebelumnya kami mendarat didalam hutan beberapa meter sebelum mencapai ruang terbuka.

Aku khawatir akan menimbulkan kerusuhan membawa burung sebesar ini mendarat di gerbang kota. Menurut peta ini, ada sebuah penginapan yang di dalamnya ada bar dan juga tempat penjualan hasil buruan. Ahh kebetulan sekali.

"Kak Drey, ayo cari penginapan. Aku sudah lelah setelah perjalanan tadi," dia tampak lelah dan bersandar di lenganku sambil berjalan.

"Baiklah, aku menemukan tempat yang cocok. Kita akan segera sampai,"

Hei mungkin aku bisa mencoba [gate], disini ada gambar dari penginapan itu. Aku bisa memunculkan gerbang yang menghubungkan kami dengan penginapan itu karena aku tahu bentuk bangunan yang akan ku tuju.

Tapi segera kuurungkan karena mungkin itu akan menimbulkan kerusuhan. Aku seminimal mungkin menghindari keributan di kota ini karena kami belum mengetahui seluk beluk kota ini.

Baiklah, sekarang aku dan Elen berada di depan sebuah rumah yang besar bertingkat. Tidak salah lagi inilah tempat penginapan itu. Tulisan yang tertera memiliki karakter yang sama seperti tulisan di kerajaan sihir.

Humu, sekarang aku tidak perlu khawatir dengan tulisan dunia ini.

Kami melangkah masuk dan seketika aura berubah. Hmm.. aku merasakan banyak aura kejahatan di sini. Untuk jaga-jaga aku akan menempatkan [Magic Barrier] transparan pada adikku. Kami sekarang menuju ke tempat bertuliskan "Penjualan Hasil Buruan". Aku mengeluarkan semua hasil buruanku tadi di samping meja kasir itu. Bertumpuk binatang terpampang membentuk gunung yang hampir mencapai langit-langit ruangan. Aku berpikir mungkin aku sedikit berlebihan.

Aku bisa melihat dengan jelas ekspresi kaget dari orang yang berada di meja kasir. Tapi setelah itu dia segera menghitung keuntungan yang akan ku dapatkan. Aku melihat ekspresi orang-orang di sekelilingku. Mereka juga sama terkejutnya dengan orang di depanku ini. Hmm sepertinya semua adalah manusia di ruangan ini.

Aku melihat Elen selalu diam saat setelah memasuki ruangan ini. Mungkin dia ketakutan karena perubahan aura yang bisa dibilang busuk ini. Ohh ekspresinya sangat menyedihkan ditambah rasa lelah yang dirasakannya.

"Ini koin yang anda dapatkan. Semuanya adalah 5 koin emas besar,"

"Terimakasih__"

"Hei, boleh aku bertanya sesuatu?" Aku mendekat ke orang itu.

"Silakan," ternyata kata-katanya cukup sopan.

"Apakah koin sejumlah ini cukup untuk membeli sebuah rumah di kota ini?" Aku memperlihatkan kembali 5 koin itu.

"Ah, jika kamu membeli rumah berukuran sedang, mungkin akan menyisakan 2 koin itu," orang ini mulai menjelaskan.

"Baiklah, terimakasih. Sampai bertemu lagi," orang itu menjawab dengan anggukan dan senyuman ke arahku.

Baiklah, sekarang aku dan Elen harus mengisi tenaga dulu sebelum menyewa kamar untuk bermalam.

"Elen, kamu mau makan apa?" Seketika wajahnya berseri. Ya ampun orang ini ketika mendengar makanan kenapa berubah 180 derajat seperti ini*tertawa*.

"Aku sama dengan kak Drey saja,"

kami sekarang berada bagian lantai tempat bar dan juga restaurant berada. menu di sini sangat banyak dan juga dilengkapi gambar.

"Pelayan," aku memanggil pelayan restaurant itu sambil mengangkat tanganku. Seorang elf__

??

Hei itu benar-benar elf!! Ohh astaga aku terkejut, baru pertama ini aku melihatnya, Akhirnya aku melihat elf. Lumayan seksi dan juga cantik.

"Aww, sakit Elen__"

Elen mencubit tanganku, rupanya dia sadar kalau aku curi pandang ke arah elf itu. tatapan Elen padaku, mengerikan.

"Kami ingin pesan dua menu jamur pedas dengan nasi ditambah dengan dua sop buah,"

Aku masih terpana dengan pemandangan elf ini. Elen lagi-lagi mencubit tanganku. Kali ini pandangannya kosong menatapku. Aku merasakan bahaya kalau tidak segera mengalihkan pandanganku.

"Baik tuan, mohon ditunggu," elf itu meninggalkan meja kami.

"Hei Elen, itu sakit tahu,"

"Makanya jangan curi pandang ke elf itu," Elen bersungut-sungut sementara aku tertawa.

"Ngomong-ngomong, dari tadi kamu diam terus. Bahkan aku tidak mendengar suaramu sedikitpun tadi," aku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Hmm.. suasananya menyeramkan. Tapi aku tetap nyaman karena ada di samping kakak,"

Ya wajar kalau dia bilang begitu. Atmosfir ruangan ini seperti menggigit. Seperti film horror dimana banyak hantu berkeliaran. Aku tidak akan membiarkan kami menginap terlalu lama disini. Besok aku akan mencari rumah untuk kami berdua tinggal dan juga meminta seorang pelayan di rumahku.

Perempuan elf tadi membawakan makanan dan minuman yang kami pesan. Aku mengucapkan terimakasih dan mencicipi makanan itu.

Uhh, enak. padahal aku hanya memilih secara acak dari menu tadi. Elen di sampingku juga telah lahap.

Saat aku memperhatikan sekitar, sepertinya kebayakan petualang yang berada di bar ini berada di tingkat gold. Mungkin memang itu standar kemampuan manusia atau memang nanti ada yang lebih kuat. Aku berharap akan menemukan lawan yang kuat karena sudah lama aku tidak bersenang-senang bertarung melawan orang kuat.

Terakhir aku diajak bertarung oleh ayahku melawan Dragon Lord dan dia seenaknya menyuruhku melawan naga itu sendirian. Tapi pada akhirnya aku bisa mengalahkan naga itu dengan mudah. Aku tidak membunuh raja naga itu tetapi kugunakan sebagai peliharaanku di kerajaan iblis sana. Sebenarnya aku bisa memanggil naga itu kesini. Tapi ya kalian tahu lah apa yang akan terjadi jika aku memanggil naga kesini, apalagi raja naga. Seperti kiamat rasanya.

Baiklah, makananku di piring sudah kosong begitu pula dengan Elen.

"Elen, kamu ke kamar saja duluan dan beristirahatlah. Ini kunci kamar kita aku sudah menyewanya tadi," dia mengambil kunci di tanganku dan pergi dengan langkah gontai seperti orang mau pingsan.

Sementara itu aku pergi ke meja kasir bar itu dan membayar makanan kami tadi. Harganya hanya murah saja yaitu 6 koin perunggu. Aku menyerahkan 1 koin emas besar dan menerima kembalian 9 koin emas serta 9 koin tembaga dan 9 koin perak dan 4 koin perunggu. Aku mengucapkan terimakasih lalu berbalik

"Huh lelahnya. Aku akan beristirahat di kamar dulu,"

"Hai cantik, sendirian saja nih? Kami ajak bersenang-senang mau tidak?"

Elen di kelilingi oleh beberapa pria setingkat gold.

Oi oi oi, mereka mencari masalah pada lawan yang salah.

Adikku ini walau kelihatannya lemah tapi dia adalah iblis yang lumayan kuat. Dia merupakan penyihir tingkat 3 dan healer tingkat ultimate. Cukuplah untuk meremukkan para kroco itu.

Segera diangkatnya orang itu oleh Elen dan di lemparkannya ke jendela lantai dua. Sementara itu teman teman orang itu berubah ekspresi dan mengikuti orang tadi yang sepertinya pemimpin mereka keluar.

Aku bertepuk tangan pada Elen.

"Bagus Elen. Kamu bisa mengendalikan amarahmu. Jangan sampai kamu membunuh siapapun di sini tanpa alasan yang kuat!"

"Ah sudahlah ayo ke kamar. Moodku sedang jelek karena para kroco itu menggangu waktu istirahatku,"

Sepertinya moodnya memang benar-benar tidak bagus sekarang, lebih baik aku tidak macam-macam. Kamar kami hanya memiliki satu tempat tidur serta satu sofa. Aku menyuruhnya tidur di tempat tidur, sepertinya sikapnya berubah 180 derajat ketika sedang lelah.

Sementara aku meredupkan lampu kamar dan tidur di sofa.

"Oyasuminasai,"

"Oyasumi," aku menjawabnya.

Aku sudah tidak sabar menunggu hari esok.

Mataku mulai terpejam.