Chereads / UNWANTED MARRIAGE / Chapter 5 - 4. Rencana Tak Terduga

Chapter 5 - 4. Rencana Tak Terduga

"Lupakan saja?! Aku hanya asal bicara, lanjutkan lagi makananmu, aku mau rokok sebentar," ujarnya berlalu meninggalkan tempat meja makan.

Anita memperhatikan Antoni telah menghilang dari pandangannya. Anita yakin, kalau ucapan dari lelaki itu tidak sedang bergurau. Sudah dua kali perkataan itu terucap oleh lelaki itu.

Selera Anita pun sudah hilang, ia pun bangun dari duduknya, dan ia pun mengangkat piringnya membuang sisa makanan ke tong sampah. Tetapi sebuah tangan menghalanginya. Sontak Anita tercegah atas sosok tangan itu. Perasaan lelaki itu bilang mau merokok di luar.

"Kenapa tidak habiskan? Kau tidak suka dengan masakanku?" Antoni bertanya secara tubi-tubi pada Anita.

"Eh ... tidak? Enak kok, cuma...." Anita kesusahan menjawab apalagi menjelaskan pada lelaki itu. Ia merasa bersalah, piring ditangan Anita telah berpindah di tangan Antoni. Kemudian Antoni meletakkan ke atas meja itu. Anita masih di tempat, niatnya tidak bermaksud untuk mengecewakan padanya.

"Aku tidak peduli dengan masakan yang kau tidak suka itu. Tapi, aku tidak suka kalau makanan itu di buang secara cuma-cuma. Kenapa kau tidak katakan saja, kalau rasa masakan aku itu kurang enak di lidah?" cecar Antoni masih bertanya padanya.

"Aku ... aku ... bukan maksud untuk membuang, aku ..."

"Apa karena atas ucapanku tadi? Makanya kau tidak selera makan atau kurang nafsu?" Antoni bertanya lagi, seolah ia tau isi otak Anita saat ini.

Antoni menyandarkan pantatnya di tepi ujung cuci piring, sekarang ia bisa lihat jelas seluruh penampilan Anita memakai baju tidur rumah.

Lumayan menurut Antoni dari ujung kaki hingga ujung kepala, kulit Anita kuning langsat, kurus, dan kecil, sesuai dengan postur tubuhnya.

Anita hanya bisa menunduk ia tidak berani menatap mata Antoni, bisa-bisa ia salah tingkah kalau menatapnya.

"Aku serius mengatakan itu, kalau aku bayar hutang abangmu. Kau mau nikah denganku?" Antoni mengulang pertanyaan tadi.

"Aku tidak memaksamu, kalau kau setuju, aku akan bilang sama bos Andre. Aku tidak ingin kau kecewa atas keputusan dari perkataan Andre, hanya itu yang bisa kukatakan padamu. Sebelum terlambat, lebih baik pikir secara matang-matang," tambahnya kemudian berlalu meninggalkan Anita yang masih berdiri di tempat.

****

Sudah dua jam Anita masih terjaga, ia tidak bisa tidur karena masih terngiang-ngiang perkataan dari Antoni tadi jam 8 malam. Ia terus berbalik posisi untuk cari nyaman pada tidurnya. Tetap saja tidak bisa tidur, dengan rasa gusar ia pun bangun dan memilih untuk mencari udara segar di malam hari yang dingin itu.

Ia pun membuka kain golden itu, kemudian dibuka kaca pintu, dan keluarlah dirinya di sana, sembari duduk sambil memandang keindahan malam penuh cahaya di sana.

Sedangkan di samping kamar itu, tanpa Anita sadari sosok tengah duduk sembari menyalakan sebatang rokok di tangannya, kemudian Anita pun menoleh. Terkejut bukan main, dirinya sedari tadi duduk tanpa sadar bahwa kamar miliknya bersebelahan dengan Antoni lagi. Tanpa ragu, Antoni pun menyeberang tanpa seizin dari Anita tersebut.

"Kenapa belum tidur?" Antoni bertanya padanya sembari mencari suasana pembahasan.

"Tidak bisa tidur, kau sendiri, kenapa masih nangkring di sini?" jawabnya seakan percakapan itu telah kenal lama sekali.

"Sebentar lagi, sedang mengawasi para anggota yang sedang kerja," ucapnya sambil memainkan ponsel suara keyboard sangat nyaring terdengar oleh Anita.

Anita kembali mengingat memori masa lalunya. Posisi seperti ini juga, dirinya bersama seseorang. Bukan karena ia rindu pada orang itu, itu adalah masa lalunya. Namun setiap ia mencoba melupakan masa lalu itu selalu muncul pada ingatan tersebut. Ia berharap, terlalu banyak berharap semua tidak akan pernah terkabulkan.

"Soal pembicaraan makan malam tadi, kau serius?" Akhirnya Anita memberanikan menanyakan soal makan malam tadi.

Bukan karena ia langsung memutuskan atas ucapan Antoni, belum sepenuhnya ia percaya. Bisa saja ucapan darinya tadi hanya sebagai pemuasan nafsu. Ya, Anita bukan tidak merasakan hal seperti ini. Bahkan ia mencoba untuk tahu apakah ucapan para lelaki itu bisa dipegang atau tidak. Apalagi soal Andre saja, Anita hanya sekilas walau ia tidak terlalu percaya. Walaupun ia harus percaya sebagian kalau Andre memang sudah beristri dan punya seorang putri yang cantik dan manis. Bagaimana dengan dirinya nanti? Apakah ia akan disebut merebut suami orang? atau seorang wanita jalang?

"Kenapa? Apa kau sudah memutuskan untuk batal menikah dengannya?" jawab Antoni dan kembali menanyakan pada Anita. Dua jari jempol tidak berhenti, Antoni masih setia membalas pesanan dari pekerja tersebut.

Cukup lama Anita menjawab, Antoni pun menyudahi dengan ponselnya. Ia pun membuang puntung rokok itu ke tanah dan menginjak hingga tak berbentuk lagi.

"Tidak!" jawab Anita pendek.

Antoni mengembuskan napasnya kasar, ia pun bersiap untuk kembali ke kamarnya. "Terserah, aku tidak akan ikut campur lagi. Aku cuma tanya sekali lagi, yakin atas keputusanmu itu? Aku serius, besok adalah terakhirmu. Kalau itu keputusanmu, aku hanya bisa berharap tidak ada yang abadi di pernikahan yang kau inginkan," ujarnya berlalu pergi, Anita lagi memandangi badan itu Memungunginya, tetapi Antoni berbalik sebelum ia masuk ke kamar tersebut.

"Kau yakin? Aku beri kau kesempatan dihari esok, aku harap kau tidak gegabah. Andre tidak seperti yang kau pikirkan. Dia sudah berkeluarga, dia hanya mencintai keluarganya sendiri, dan kau di sini hanya tempat memuaskan budak nafsu seksualnya. Kau hanya sebatas simpanan untuk melampiaskan amarah darinya. Aku katakan seperti ini, agar kau pikirkan sekali lagi, sebelum hari esok itu tiba, kau akan merasakan kepahitan sesungguhnya," imbuhnya kemudian.

Anita masih tetap pada pendiriannya. Ia masih setia duduk di sini, sambil memandang langit yang mulai subuh di pagi hari. Ya, sudah pukul 2 subuh. Ia masih belum untuk tidur. Matanya masih terjaga, dan hanya ponsel ini yang bisa ia lihat foto galeri tercetak di sana. Sebuah foto keponakan lucunya.

Tiba-tiba setetes air jatuh mendarat di layar sentuh ponsel miliknya. Ya, Anita kini kena menangis, menangis dalam diam melepas rindunya.

Sementara di balik arah pintu kaca tersebut yang gelap, Antoni dapat menyaksikan kesedihan pada wanita itu.

Getaran pada ponsel Antoni datang, ia pun memilih untuk mengangkat panggilan dari Andre. Percakapan itu sangat serius.

"Sebaiknya ditunda saja dulu hari esok, kau tidak kasihan padanya? Mungkin ia belum percaya untuk menerima atas perkataanmu, ini terlalu mendadak menurutku," ucap Antoni menuangkan minuman ke gelas saat ia buka kulkas.

["Mungkin, tapi dia boleh juga. Baiklah, aku akan menundah pernikahan dengannya, sampai dia siap konsekuensinya,"] balas Andre di seberang.

Setelah berbincang-bincang ditelepon, Antoni pun kembali masuk ke kamar untuk tidur. Saat ia akan menutup kain golden itu, ia masih melihat cahaya lampu di samping kamar milik wanita itu. Ia pun memeriksa, dan hanya embusan napas berat. Ia pun kembali masuk mencari sesuatu, setelah itu ia pun keluar dan menyeberangi lagi.

Di sana ia kembali memperhatikan wajah malang itu, Anita tertidur di luar balkon, setelah berjam-jam ia menangis. Sembari mendengar lagu di ponselnya sendiri. Antoni pun dengan pelan menarik ponsel dari tangannya, lalu mematikan lagu itu. Setelah itu memakaikan selimut menutupi tubuhnya.

Setelah itu, ia pun kembali untuk ke kamarnya, namun keresahan itu membuat terurung untuk masuk. "Sial! Merepotkan banget, sih?! Untung kau manis, dan imut. Kalau tidak, peduli amat!" gerutunya.

Ia pun membantu mengangkat tubuh Anita ala bridal style memindahkan dirinya ke tempat tidur. Antoni takut wanita ini terbangun atas tindakannya. Setelah membaringkan tubuh Anita di atas tempat tidur, Antoni mencoba untuk menjauh dari tangannya ke leher Anita itu. Entah kenapa jarak itu sangat dekat. Antoni bisa melihat semua wajah milik Anita yang natural tanpa satu pun bedak menempel di wajahnya. Meskipun banyak noda bintik hitam di sekitar dua pipinya.

Bukan itu yang Antoni maksud, ia tertuju pada bibir mungil itu, yang tipis. Lagi-lagi Antoni menelan air liurnya. Jarak itu sangat dekat, tetapi tidak ada salahnya ia menyentuh bibir itu. Sedikit lagi, Anita tiba-tiba memindahkan posisi Memunggungi Antoni.

"Selamat tidur, semoga harimu indah di hari esok!" bisik Antoni, dan pamit untuk kembali ke kamarnya.