Kota Manila, letak Asia Tenggara, sebelah utara Indonesia, dan Malaysia. Filipina merupakan sebuah negara kepulauan yang terletak di Lingkar Pasifik Barat, negara ini terdiri dari 7.641 pulau.
Disinilah Anita berada, ia telah menikah dengan seorang lelaki bernama Andrean Chandra, orang dekat memanggilnya Andre, diusia telah berkepala tiga, 35 tahun. Beda tipis 7 tahun diusia Anita sekarang ini, 28 tahun. Saat meninggalkan tanah kelahiran Indonesia, Anita berharap pilihannya benar-benar tepat, dan bahagia atas pilihan dari lelaki sekarang telah menjadi suaminya.
Menikah tanpa pesta mewah, hanya sekadar makan biasa. Tanpa orang tua atau pun saudara, hanya pernikahan instan dari anggota Andre bekerja di perusahaan ini. Meskipun begitu, setelah menikah. Anita bukan mendapatkan kebahagiaan. Anita diminta oleh Andre melayani nafsunya.
Hatinya teriris, Anita berharap apa yang ia inginkan itu benar-benar nyata, dan ada. Ia salah, keputusan menuruti permintaan, keputusan memilih menjauh dari keluarga, adalah hampa.
Anita tak mengenal siapa pun orang-orang yang bekerja di sini. Anita hanya diperintah oleh Andre untuk menetap di apartemen sekarang ia tinggal. Tiap pagi, siang, malam, Anita hanya disuguhi beberapa perlengkapan yang lengkap, bahkan kebutuhan makanan di apartemen tak berkurang sama sekali. Namun, Anita merasa sama saja, menikah seperti tidak menikah. Ia ditinggal seorang diri di sini. Hanya memandang langit pagi hingga malam.
Walau ia merasa kesepian, tidak ada yang bisa dijadikan bahan untuk bersenang-senang. Apalagi tertawa, kadang ia ingin menelepon orang rumah, menanyakan kabar mereka di sana. Harus diizinkan dari Andre. Ponsel miliknya tidak memiliki kartu asal Filipina. Ya, Andre tidak mengizinkan dirinya berkomunikasi dengan siapa pun.
Bahkan internet saja, harus minta izin pada pemiliknya. Seakan hidup bergantungan padanya. Apakah ini hukuman dari abangnya melewati dirinya?
Anita menatap langit apartemen yang luas. Tidak ada yang bisa ia lakukan di sini. Lama-lama ia bosan berada di sini. Cukup membayangkan seharian di rumah. Bermain dengan keponakan lucu dan menggemaskan, rindu suara tawa, dan tangisannya. Bahkan rindu meneriaki abangnya yang nakal setiap ada pembeli datang, selalu merusuh. Rindu kampung halaman yang selalu mengajak dirinya obrol. Bahkan ia juga rindu pada saudaranya tiap sabtu pulang kumpul di rumah, tertawa bahagia.
Hanya tetesan air mata yang mengalir di ujung matanya. Ya, hanya itu yang bisa ia rasakan ketika merindukan mereka. Ia berharap mereka menanyakan kabar dirinya di sini. Entah sampai kapan ia merasa sepi berada di negara orang.
Mungkin dengan memejamkan kedua matanya, ia dapat memimpikan orang ia sayangi. Walau hanya mimpi, asal ia bisa melepaskan rindunya. Ya, rindu yang begitu pilu. Ia tidak peduli pada air mata terus mengalir membasahi tiap ujung wajahnya.
Namun Anita merasa sesuatu hangat dibagian bibirnya. Ya, ia sejak pernikahan Andre memang tidak pernah menyentuh dirinya. Entahlah, baginya ia tidak terlalu berharap. Namun sebagai istri tentu berharap akan melayani dengan baik. Bukan karena ia mengharap banyak.
Wajar seorang wanita telah menikah, pasti akan memberi hak yang layak untuk suami. Anita tidak berani membuka kedua matanya, ia membiarkan pangutan bibirnya menyatu. Bahkan sebuah sentuhan itu pun menyeringai rasa yang hangat dan panas.
Anita membiarkan, ya, mungkin Andre tidak ingin mengganggu tidurnya. Akan tetapi Anita cukup menikmati gejolak setiap menyentuh. Apakah Anita benar-benar seperti wanita jalang. Wajar, ini normal. Bukan karena ia tidak pernah disentuh oleh siapa pun. Ia hanya ingin di sentuh atas suka sesama suka.
Larut demi larut, rasa itu kemudian menghilang. Anita pun dengan cepat membuka matanya. Ia memandang langit tetapi warna langit itu beda. Perasaan ia masih di ruang tamu. Kenapa sekarang ia telah di kamar? Ia tidak merasakan seseorang menggendong dirinya.
Ia pun bangun, ia berhenti sesaat, menunduk. Ia terbengong kembali, sejak kapan ia berganti pakaian? Lalu arah kamar mandi seseorang keluar. Anita memicingkan, ia memiliki mata minus. Jadi wajar ia tidak terlalu jelas siapa lelaki sedang bersamanya. Anita berharap lelaki yang keluar dari kamar mandi itu adalah Andre.
Ketika lelaki itu berbalik badan, lelaki itu senyum padanya. "Kau sudah bangun?" ucapnya ramah. Anita melebar kedua matanya. Ia tidak percaya, itu bukan Andre. Tetapi ....
****
"Hei! Bangun!"
Anita langsung membuka matanya, ia masih belum sadar. Menatap wajah yang tidak ia harapkan. Menunggu, penumpang ada di pesawat telah turun, tinggal dirinya dan Andre masih di tempat duduk.
Anita terbengong, walau ia saat ini masih di pesawat, belum tiba di negara Manila/Filipina.
Ia kembali melirik arah jendela di mana dirinya duduk. Ternyata ia telah tiba di negara Malaysia. Dengan segera ia pun turun membelakangi Andre.
Anita sangat jelas mengingat mimpinya. Tidak mungkin, apakah itu hanya halusinasinya.
Ia berharap Andre tidak seperti itu, bukankah dia katakan, dia akan membahagiakan dirinya?
Sekarang Anita berada salah satu tempat makan. Andre sedang memesan makanan, sedangkan pengikutnya Antoni duduk berhadapan dengannya. Anita sesekali melirik Antoni. Ia mencoba membuang pikiran pada mimpinya. Antoni pun mencuri perhatian pada Anita dari tadi menggeleng kepala, dan memukul kepalanya.
"Hei! Apa yang kau lakukan? Kalau mau bunuh diri jangan di sini?!" sergah Antoni menangkap tangan Anita untuk tidak berbuat konyol.
Anita sontak menarik cepat tangan Antoni. Antoni malah mengangkat satu alis atas sikapnya. Anita pun bangun dari duduk, kemudian Antoni mendongak dan mengamati dirinya.
"Mau ke mana?" tanyanya, "Toilet!" balas Anita sedikit ketus pada Antoni. Tapi dalam hati, ia grogi, dan gugup kalau berbicara dengan lelaki itu.
Antoni pun tidak bertanya lagi, ia melanjutkan main ponsel kesayangannya. Anita beranjak meninggalkan tempat makan, dan mencari kamar kecil. Berpapasan pula Andre membawa nampan berisi beberapa makanan di sana.
"Mau ke mana?" Andre bertanya pada Anita. Anita langsung menjawab tanpa menoleh tatapan Andre. "Toilet!"
Satu jam Anita pun kembali ke tempat makan, di sana Andre dan Antoni baru saja selesai mengisi perut mereka. Anita kembali duduk, Andre melirik dirinya.
"Ke mana saja? Aku kira kau tersesat?! Aku baru mau minta tolong sama informasi bandara menyebut identitasmu?!" sindir Andre. Ternyata Anita salah menilai sikap lelaki ini, ternyata Andre punya sisi humor juga.
"Kau pikir aku anak kecil?" balas Anita masih sama ketusnya.
Andre terkekeh-kekeh mendengar balasan dari Anita, apalagi Antoni cuma senyum cool. "Aku cuma tanya saja. Mana tau kau tersesat di sekitar bandara yang seluas pulau samudra. Apa yang akan kukatakan nanti pada mamamu, bahwa kau hilang saat akan melanjutkan perjalanan menuju ke Filipina!" seru Andre masih bercanda.
Dua jam telah berada di bandara Malaysia, mereka pun akan bersiap melanjutkan perjalanan menuju ke Filipina. Untung bawaan Anita tidak banyak, jadi ia tidak terlalu capek. Untuk saat ini sikap dua lelaki itu baik padanya, entah hari esok berikutnya apakah sikap Andre dan Antoni akan lebih ramah lagi?