Pertengahan tahun..
Aditya kembali menghubungi Nura setelah sekian purnama.
"Apa kabar Nura", tulisnya.
"Alhamdulillah, baik. Adit gimana kabarnya, sehat?", balasnya seketika itu.
"Sehat, alhamdulillah", tulisnya.
"Apa kegiatannya sekarang?", lanjutnya.
"Sekarang lagi persiapan proposal tugas akhir, doakan ya biar lancar prosesnya", balas Nura.
"Iya, semoga semua prosesnya lancar", balasnya.
"Oh ya, kapan pulang?", tulis Nura.
"Rencananya Januari tahun depan pulang, sekarang lagi persiapan resign, tunggu selesai kontrak juga dengan perusahaan", balas Adit.
"Oh gitu, nanti kalau pulang kabari ya", tulis Nura.
"Oh itu pasti. Kita kan harus ketemu. Awas ya jangan sampai gak mau kalau diajak jumpa", tulis Adit.
Nura tidak membalas pesan terakhir itu karena hatinya masih diliputi oleh keraguan sekaligus pertentangan.
Dia ingin, sangat ingin melihat wajah laki-laki itu secara langsung. Di saat yang sama dia juga menyimpan Ketakutan, bagaimana jika laki-laki itu juga mempermainkannya seperti mempermainkan perempuan-perempuan lain di luar sana.
Nura bukannya tidak tahu bagaimana cara Adit hidup di luar sana, bahkan dia tidak bisa menjamin jika laki-laki yang dicintainya itu masih memiliki kesuciannya atau tidak lagi.
Jauh di lubuk hatinya dia memahami dengan sangat baik bahwa tidak ada manusia yang sempurna, tidak dirinya, tidak Aditya, juga tidak siapapun.
Dia juga sadar bahwa setiap orang memiliki masa lalu, dan tidak siapapun berhak menghakimi itu, segelap apapun itu, karena kita sama, kita sama-sama manusia yang tidak pernah luput dari dosa.
🍁🍁🍁