Chereads / UNCOVER / Chapter 23 - Pria Cerdik

Chapter 23 - Pria Cerdik

Beberapa orang masuk ke dalam rumah itu dengan diam-diam, mereka memakai pakaian hitam dan membawa senjata.

Pria bernama Jhon ini hanya diam memperhatikan mereka, lalu saat sekelompok itu sampai di ruang tengah tibat-tiba pintu tertutup dan seluruh ruangan tertutup. Kelompok kecil itu terkunci dalam ruangan itu, dan ku pikir masih ada 2 kelompok lagi di luar.

Melihat gerakan mereka, sepertinya mereka membentuk 3 tim. 1 tim pintu depan, 1 tim pintu belakang, dan 1 tim lagi bantuan. Sesuai perkiraanku, mereka berjumlah 20 orang, dan per tim berisikan 6 orang, di tambah Louis dan James. Tepat 20 orang, dan mereka berpencar.

"kau perhatikan saja, bagaimana mereka akan tertangkap" ungkap Jhon percaya diri.

Diam-diam aku menyeringai, memang Jhon memasang CCTV di tiap sudut penting seperti pintu depan, ruang utama, dan kamar. Namun ia bodoh, nyatanya dapur, pintu belakang, dan gazebo tidak di perhitungkan. Lihatlah bagaimana ia akan terkejut nanti? Ia pikir, kelompok Londerson hanya itu? Benar-benar bodoh bukan?

Aku hanya bersantai, sambil memperhatikan pergerakkan dalam rekaman CCTV itu. Terlihat kelompok 1 itu masih terjebak disana, mereka berusaha mencari jalan keluar namun tidak ada celah disana. Mereka seperti tikus yang masuk dalam perangkap saja, sangat menjijikkan.

Walikota Jhon sudah mempersiapkan jebakan seperti ini, apa dia sudah menyadari kalau kelompok londerson akan datang malam ini?

"jadi kau sudah tau, mereka akan datang?" tanyaku memastikan pemikiranku.

"tidak" jawabnya masih fokus pada pergerakkan di CCTV.

"lalu, bagaimana jebakan itu?" tanyaku lagi penasaran.

"itu memang sudah terpasang di setiap sudut rumahku, aku yang mendesaign nya agar berguna saat di butuhkan. Seperti kejadian malam ini aku mungkin tidak tau akan di serang, tapi aku bisa menghalau mereka dengan jebakan rahasiaku." jelas walikota Jhon dengan seringainya.

'Pintar' itulah yang terlintas di otakku saat ini tentangnya, pantas saja ia menjadi walikota ternama. Ternyata otaknya tidak boleh di remehkan, lalu apa aku hanya memperhatikan mereka saja? Oh tunggu dulu, bukankah masih ada 2 kelompok lagi?

Aku tersenyum miring, entah kenapa sebuah rencana terlintas di otakku. Lebih baik aku perhatikan saja dulu apa yang mereka lakukan, baru nanti aku akan bergerak.

.

.

.

.

.

Diam-diam dalam ruangan terkunci itu tersebar zat penenang, dan anggota kelompok yang terperangkap itu sudah menghirupnya sejak tadi. Kini satu persatu dari mereka mulai berjatuhan, dan tidak sadarkan diri.

Jujur aku sedikit terkejut dengan kejutan ini, ku pikir mereka hanya di kurung saja. Siapa sangka akan ada asap pelumpuh di dalamnya, ku rasa pak walkot ini cukup pintar.

'lumayan juga taktiknya, namun tetap saja ia lengah. Aku harus bergerak sekarang, sebelum mereka masuk lebih jauh' batinku berpikir.

"hei pak walkot, apa kau punya 2 CCTV lagi? Dan beberapa bom asap?" tanyaku langsung.

"ku pikir ada di brangkas, ada apa?" jawab Jhon curiga.

"berikan padaku, dan lihat saja nanti" balasku malas menjelaskan padanya.

Dapat ku pastikan walikota Jhon memperhatikanku penuh rasa curiga, namun sesaat kemudian ia melangkah mendekati sebuah kotak yang terkunci sandi.

Walikota Jhon mengetik beberapa angka, lalu pintu kotak itu terbuka. Ada banyak sekali emas disana, bukan hanya itu ada permata dan berlian yang saling berkilauan.

Jika saja aku salah satu dari orang-orang serakah itu, pasti sudah ku ambil habis semua harta itu. Tapi sayangnya milikku jauh lebih banyak dari pada itu, dan harta itu hanya jadi perhiasan saja. Sama sekali tidak penting bagiku, jika di bandingkan dengan nyawa keluargaku.

Lalu ku lihat pak walkot mengambil 2 buah kamera kecil, dan juga 2 bola kecil. Kemudian pintu kotak itu kembali di kunci, dan pak walikota Jhon langsung memberikan bola dan kamera itu padaku.

'pantas saja ia banyak di incar, ternyata hartanya sangat banyak.' keluhku dalam hati.

"memang apa yang akan kau lakukan dengan barang-barang ini?" tanya walikota Jhon penasaran padaku.

Aku terkejut mendengar pertanyaannya yang tiba-tiba, namun aku mencoba tetap tenang dan tidak membuatnya curiga.

"hanya sedikit bermain, kau lihat saja nanti. Oh ya, kau boleh menyambungkan kamera ini sekarang. Karna mungkin, aku akan kembali terlambat." balasku malas, lalu meninggalkan walikota Jhon dan pergi ke arah dapur dan gazebo samping rumah ini.

.

.

.

.

.

Setelah Kisha pergi, walikota Jhon langsung menghubungan kedua CCTV yang di bawa itu. Hingga terlihatlah wajah Kisha yang sedang membenarkan posisi kamera di bagian dinding yang tersembunyi.

"apa yang akan di lakukan gadis kecil itu?" tanya Jhon penasaran.

Di sisi lain, Kisha masih membenarkan posisi kamera di dekat lukisan yang tertempel di dinding. Setelah di rasa sesuai, ia melangkah ke arah gazebo yang terhubung dengan ruang pertemuan. Dan tempat itu berada tepat di sebelah dapur, hanya perlu membuka pintu saja.

Ku pasang CCTV terakhir di bagian pintu ruang pertemuan, lalu kembali ke dapur. Menurut perkiraanku, mereka akan berkumpul di dapur ini. Jadi dimana sebaiknya aku bersembunyi? Apa aku harus sembunyi?

"Klontang.."

'sudah datang rupanya..' gumamku dalam hati.

Suara langkah kaki terdengar cepat, namun samar. Sepertinya mereka sengaja menyamarkan suara agar tidak ketahuan sama pemilik rumah, dan sayangnya orang itu sudah tau.

'baiklah, akan ku jamu mereka dengan baik' batinku berkata lagi.

Sekelompok orang datang dari arah pintu belakang, dan mereka berjumlah sekitar 7 orang. Dengan seseorang di depan mereka, ku pikir orang itu adalah Louis.

"ternyata kalian yang lebih dulu datang, ku pikir James akan duluan" ucapku yang membuat mereka menatapku tajam.

"kau..!" kejut Louis tidak percaya.

"ya, ada apa? Kenapa kau terkejut begitu?" balasku mempermainkan.

Dapat ku pastikan wajah Louis sangat kesal sekarang, namun sayangnya mereka memakai topeng. Jadi wajah dan ekspresi mereka tidak terlihat sama sekali, selain kedua matanya yang membesar dan menyipit.

"bukankah kau wanita di club waktu itu? Sedang apa kau disini? Dan apa hubunganmu dengan walikota Jhon?" tanya Louis beruntun, dengan tatapan tajam dan mengintimidasi.

"uhh kenapa banyak sekali pertanyaanmu, bisakah aku tidak menjawab? Aku sedang malas tanya jawab!" balasku datar.

"cih! Jalang murahan" ejek salah seorang pengikut Louis.

Aku tersenyum miring mendengar kata-kata kotor yang di ucapkan orang itu, lalu aku menatapnya datar.

"semahal apa si hidupmu? Bahkan kurasa lebih murah dari sepatu yang ku pakai bukan?" balasku dingin dan menusuk, dapat ku lihat wajahnya langsung berubah menjadi kesal.

Aku merasa puas telah menggoda mereka, sedikit tapi pasti aku dapat mendengar suara dari gazebo. Sepertinya kelompok terakhir sudah tiba, ah waktunya bersenang-senang sekarang. Melepas penat boleh kan?

"baiklah, selamat bergabung para pecundang!" ucapku setelah pintu ruang pertemuan terbuka, hingga mempertemukan kedua kelompok itu.

.

.

.

.

.