Chereads / UNCOVER / Chapter 29 - Kenapa Kita?

Chapter 29 - Kenapa Kita?

Michael tersenyum padaku, lalu ia menjawab apa yang baru saja ku katakan. Ternyata dia juga sudah mengetahuinya, astaga apa aku terlambat?

"ya, aku sudah tau apa yang akan kau katakan padaku." ucap Michael padaku.

Aku menatapnya bingung, dia sudah tau semua penyamaran itu tapi bertindak seolah tidak ada apa-apa.

"oh, lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanyaku penasaran.

"kita ke tempat mu dulu, nanti akan aku jelaskan." usul Michael menarikku keluar dari tempat itu.

Suasana wilayah ini masih sepi, sama seperti saat aku keluar tadi. Kini waktu sudah pukul 11:25 malam, dan aku mengajak Michael masuk ke rumah sewa yang ada di ujung jalan ini.

"anggap saja rumah sendiri, makanan dan minuman ada di lemari es. Aku mau ganti baju dulu di kamar, kau tunggu saja." jelasku pada Michael.

Michael mengangguk paham, lalu ia duduk sesaat di sofa ruang tamu. Sedangkan aku, masuk ke kamarku dan membersihkan diriku serta mengganti pakaian menjadi pakaian santai.

Setelah beberapa saat, aku kembali menemui Michael dan duduk di sampingnya. Ku lihat di meja depan kami, ada beberapa bungkus cemilan dan minuman kaleng. Sepertinya Michael sudah mempersiapkannya, untuk pembicaraan kita kali ini.

"jadi, apa penjelasanmu?" tanyaku langsung ke inti pembicaraan.

"kau ini, selalu saja to the point." keluh Michael yang membuatku menatapnya malas.

"baiklah, baiklah, akan aku jelaskan. Sejak pertama Lona datang ke MPD, aku sudah curiga padanya. Karna dia melewati ujian pemula dengan mudah, padahal jika dia memang benar-benar pemula itu tidak akan terjadi. Karna ilmu dan pengetahuannya, bukanlah milik seorang pemula." jelas Michael serius.

"jadi kau menyadarinya sejak awal, lalu kenapa kau tetap menerimanya?" tanyaku lagi heran.

"untuk mengungkap siapa dia sebenarnya, aku harus tau seluk beluk dirinya. Karna itulah aku menerimanya, untuk menyelidiki asal usul dan tujuan yang sebenarnya." jelas Michael menjawab pertanyaanku.

Aku berpikir, Michael ternyata gerak cepat untuk kecurigaan awal. Tapi itulah yang membuatnya jadi seperti sekarang, Jendral besar di usia muda. Pencapaian yang membuat orang lain terkagum-kagum, namun yang aku tau pasti ada rahasia di balik sikap dinginnya pada orang lain.

"lalu apa rencanamu selanjutnya?" tanyaku lagi penasaran.

"aku akan segera menyelesaikannya, tunggu saat mereka bergerak. Maka aku juga akan bergerak, dan mengakhiri semuanya." jelas Michael serius.

"oh begitu, semoga sukses" ucapku dengan wajah datar.

"tidak, aku tidak menerima ucapanmu itu." tolak Michael.

Aku mengernyit bingung, lalu Michael menyeringai dan menatapku nakal. Aku balas menatapnya, seolah berkata 'ada apa?' pada Michael.

"kita akan melakukan misi ini bersama" tukas Michael memperjelas maksudnya.

"hah??" kejutku tak percaya.

"ya, kau dan aku. Kita yang akan menyelesaikan kasus ini, kau paham?" jelas Michael dengan seringainya.

Aku menatap Michael malas, kenapa pria ini ingin sekali melakukan misi denganku. Padahal dia jelas lebih profesional menjalankan misi sendiri, kenapa juga harus denganku?

"aku menolak" ungkapku tegas.

"ap-apa?" balas Michael tidak percaya.

"sudah jelas bukan?" jawabku dengan senyum miring.

Michael menatapku tidak percaya, aku hanya mengabaikannya saja. Biarkan sekali-sekali dia perlu di tegaskan, agar tidak selalu mendapatkan apa yang di inginkannya.

"oh begitu, jadi kau tidak ingin tau siapa yang mengincar keluargamu?" pancing Michael membuatku menatapnya tajam.

Michael tersenyum melihat responku, dia memang tau apa yang menjadi kelemahanku. Sepertinya aku tidak bisa menolak lagi, kali ini aku akan melakukan misi dengan Michael mau tidak mau atau suka tidak suka.

Aku menghela nafas berat, dan seketika Michael terkekeh. Ia tau jika aku mengalah lagi, dan itula yang membuatnya senang sekarang.

"kau menyebalkan" keluhku pada sikap Michael itu.

"memang itulah aku" jawab Michael percaya diri.

Aku mengambil sebungkus cemilan, dan memakannya dengan kesal. Michael ini benar-benar menguras emosiku, tapi kalau tidak ada dia aku tidak akan pernah tau apa yang terjadi sebenarnya dengan keluargaku.

Nyatanya hidup ini begitu luas, walau kadang di pandang sempit. Banyak hal yang tidak kita kenal, tidak kita tau, dan tidak kita sadari ada. Kita hanya menganggap dunia ini seperti apa yang kita lihat, padahal sebenarnya jauh lebih besar di bandingkan itu.

.

.

.

.

.

Matahari sudah menampakkan dirinya, ia menyapaku melalui celah gorden yang tersingkap oleh angin. Membuatku mengucek mataku malas, lalu membukanya perlahan.

Aku bangun dari tidurku, lalu membersihkan diri dan menganti pakaian. Setelah selesai, aku melangkah menuju dapur untuk membuat sarapan.

Sesaat aku berhenti dan melihat ke arah sofa, pria itu masih tertidur di sofa. Aku mendekatinya, memperhatikan apakah ia benar-benar tidur atau hanya pura-pura saja.

Nyatanya ia memang masih tidur, terdengar nafasnya yang teratur dan tenang. Wajahnya sangat polos dan tampan jika sedang tidur, tapi jika sudah bangun wajah itu berubah datar dan dingin -kecuali pada Kisha- sangat membingungkan bukan?

Aku hanya menaikan bahu sesaat, lalu kembali berjalan ke dapur. Sepertinya aku harus memasak lebih hari ini, karna ada tamu yang pasti akan menumpang sarapan juga.

"sebaiknya aku masak nasi goreng saja, lebih simple. Lagipula nasinya sudah dingin, dan aku juga belum sempat makan sejak semalam. Jika ku buat nasi goreng, pasti lebih enak." gumamku seadanya.

Tanpa pikir lagi aku menyiapkan bahan-bahannya, dan memasaknya. Suara wajan dan masakan menggema ke seluruh ruangan, membuat Michael terbangun dari tidurnya.

Aku merasa diriku sedang di perhatikan seseorang, aku memperhatikan sekeliling. Ternyata Michael sudah bangun, dan sedang menatapku.

"kau sudah bangun? Mandi dan ganti baju dulu, baru sarapan." titahku datar.

"kau masak apa? Membuat perutku lapar menciumnya." tanya Michael penasaran.

"nasi goreng" jawabku seadanya.

"aku mandi dimana?" tanya Michael bingung.

"di kamarku, baju sudah ku siapkan di dalam." jawabku jelas.

Michael mengangguk, lalu berjalan ke kamarku. Aku melanjutkan aksi masakku, sampai nasi goreng itu pun matang dan siap untuk di santap.

Beberapa saat kemudian Michael keluar dari kamarku, memakai pakaian santai yang ku siapkan. Untung saja aku masih menyimpan pakaian kak Kiano untuk menyamar, setidaknya pakaian itu bisa membantu disaat seperti ini.

Celana hitam dan kaos hitam, serta jaket kulit coklat terang memang cocok di tubuhnya. Selereku tidak buruk bukan?

"pilihanmu ok juga, cocok untukku" puji Michael padaku, dan ku balas dengan senyum miring.

Aku menaruh dua piring nasi goreng di meja makan, lalu menuangkan air ke masing-masing gelas. Lalu, kami pun menyantap nasi goreng itu.

Kulihat Michael menikmati nasi goreng buatanku, untung saja aku terbiasa masak sendiri. Jadi tidak ragu saat memasak untuk orang lain, dan sepertinya Michael memiliki selera yang sama denganku.

"wah, tidak ku sangka masakanmu sangat enak." puji Michael dengan wajah meremehkan.

"habisi dulu makananmu, baru bicara!" ingatku pada Michael, pasalnya ia berbicara dengan mulut penuh nasi.

.

.

.

.

.