Chereads / UNCOVER / Chapter 12 - Berteman

Chapter 12 - Berteman

Satu bulan sudah berlalu sejak misi penyelamatanku di rumah tuan Miko, kini suasana kota lebih tenang dari sebelumnya. Dan tidak ada pergerakkan apapun dari mafia segitiga bintang, semua terlihat seperti tidak terjadi apapun.

Tuan Miko sudah pindah ke luar negeri sesuai arahanku, Rino juga selalu memberi laporan tentang apapun yang di lakukan oleh mafia segitiga bintang. Semua berjalan sesuai rencanaku, tinggal menunggu waktu untuk yang selanjutnya.

Aku kembali menghela nafas lelah, tugas penyelidikkan data-data ini cukup membuat kepalaku pusing. Data-data para pengacau ini hampir sama, dan itu membuatku sedikit kesulitan untuk menghafal masing-masing karakter asli mereka.

Tanpa terasa waktu istirahat tiba, aku menutup jendela komputer dan melangkah keluar dari ruanganku. Aku menuju kantin dan membeli 2 bungkus roti serta sebotol air mineral. Lalu aku berjalan ke atap, karna aku akan menghabiskan waktu istirahatku disana.

Aku membuka pintu atap dan duduk di ujung teras, disini adalah tempat favoritku jika sedang merasa bosan. Tadinya aku ingin makan siang bersama Yuri, tapi ternyata Yuri sedang tugas ke luar kota. Jadi aku hanya bisa sendiri saat ini, sampai sebuah suara yang terdengar familiar menyapa pendengaranku.

"seperti biasa, selalu sendiri." ucap seseorang.

Aku memperhatikan seluruh atap yang terlihat kosong, sampai mataku tertuju ke salah satu sisi atap yang disana ada bangku panjang. Tepat di sana seorang pria sedang berbaring sambil menutup matanya tenang, dan bergumam sesuatu yang tidak ku dengar.

"jendral Michael?" tanyaku memastikan.

"kita hanya berdua, jangan terlalu formal." balas Michael sambil bangun dari tidurnya dan menghampiriku.

"kau, disini?" tanyaku bodoh.

"ya, emang salah kalau aku disini? Aku selalu disini setiap ada waktu luang." balas Michael sambil terkekeh.

"kau selalu disini?" kejutku atas ucapan Michael.

"ya, selalu." jawab Michael dengan penekanan.

'oh ya ampun, berarti dia tau semuanya?' batinku histeris.

Atap ini adalah saksi atas kerapuhan diriku, sering kali aku menatap langit dengan air mata yang mengalir di pipiku. Aku selalu berharap semua berlalu dengan baik, walau ternyata tidak sesuai harapanku karna hatiku memiliki ketakutannya sendiri.

Jika Michael selalu datang ke tempat ini, berarti tanpa kusadari dia mengetahui kerapuhanku. Pantas saja dia selalu perhatian terhadapku, dan memiliki tatapan tidak biasa untukku. Ternyata ini alasan dia seperti itu, dia tau kelemahanku.

"kau tidak perlu khawatir begitu, apapun yang aku tau akan tetap aman bersamaku." ungkap Michael yakin.

Aku mengabaikannya dan melihat kedepan, menatap kota yang terlihat ramai dan padat di siang hari.

"Kisha, tidak perlu menutupi lukamu agar terlihat baik-baik saja. Aku tau semua tentangmu, kau bisa percaya padaku." ucap Michael meyakinkan.

"ya aku tau, lupakan tentang itu." elakku menahan emosi.

"Kisha, kita teman bukan?" tanya Michael serius.

Aku menatap Michael bingung, dia terlihat aneh saat ini. Tapi aku tidak bisa membantahnya, setelah bergabung di organisasi ini dialah orang yang paling dekat denganku selain Yuri.

"baiklah untuk meyakinkanmu, ayo kita berteman?" ajak Michael sambil mengulurkan jari kelingkingnya.

"apa ini? Apa yang kau lakukan?" tanyaku bingung.

Michael menarik tanganku dan menyatukan jari kelingkingku dengan jari kelingking miliknya, aku sama sekali tidak mengerti dengan tingkahnya ini. Sangat membingungkan untukku, sebenarnya apa yang dia lakukan?

"ikuti saja, nah lihat kita berteman sekarang. Ini adalah janji pertemanan, kita sudah resmi berteman sekarang." jelas Michael dengan senyumnya.

Aku hanya bisa menatap kedua jari kelingking kami yang bersatu seperti sebuah ikatan yang begitu kuat, aku tidak tau apapun tentang perasaan ini. Tapi yang kurasa, aku seperti memiliki seorang pelindung yang baru.

"kenapa kau diam?" tanya Michael penasaran.

"lalu aku harus apa?" balasku bingung.

"panggil aku Michael, kan sekarang kita teman. Kau tidak perlu bersikap formal lagi terhadapku, kita setara ok?" jelas Michael dengan pasti.

Aku hanya bisa terkekeh melihat tingkah kekanakkan Michael ini.

"jadi, mulai saat ini kau punya aku untuk jadi tempatmu berkeluh kesah. Jangan lagi simpan semua sakitmu sendiri, ada aku disini bersamamu." kata Michael dengan tatapan sayu.

"aku tidak butuh rasa kasihan, aku tidak suka dikasihani." tegasku datar.

"aku tau, tapi aku tidak mengasihanimu. Aku hanya memberi tempat bersandar untukmu." balas Michael yakin.

"terserahmu saja." jawabku mengalah.

Aku memberikan sebungkus roti yang kubeli tadi untuk Michael, dan kami pun menikmati makan siang itu bersama. Di temani semilir udara yang membelai perlahan, dan pemandangan kota yang ramai dengan orang-orang yang berlalu-lalang.

~~~~~

Malam ini adalah jadwal pertemuan rutinku dengan Rino untuk melaporkan apa saja yang dilakukan oleh mafia segitiga bintang saat ini.

Aku duduk di kursi taman, menunggu seseorang yang akhir-akhirnya menjadi mata-mata untukku. Sampai akhirnya pria itu datang menghampiriku, dan duduk di sampingku.

"kau kenapa?" tanyaku heran saat melihat wajah Rino tampak tegang.

"ada yang curiga padaku, dan dia mengikutiku. Aku berhasil kabur darinya, tapi dia pasti akan menemukanku tidak lama lagi." jelas Rino panik.

"hm, sepertinya sudah tidak aman lagi. Baiklah, untuk sementara waktu kau diam saja. Tidak perlu bertemu denganku, tapi sesekali aku akan menelponmu untuk bertanya." usulku meyakinkan.

"ya, kurasa itu yang terbaik." balas Rino menerima.

"jadi apa yang kau bawa?" tanyaku ke inti.

"mereka akan bergerak lagi, kali ini seorang gadis bernama Yuri." ucap Rino memberi informasi.

"apa? Yuri? Kenapa Yuri?" tanyaku panik, tanpa sadar membuat Rino mengernyit bingung.

"kau kenal gadis itu? Aku tidak tau pastinya, tapi yang ku dengar karna dia anggota detektif, dan beberapa kali ketahuan memata-matai kami." jelas Rino dengan ragu.

"sial, aku harus bergerak juga. Baiklah, lakukan saja tugasmu sesuai arahan mereka." balasku cemas.

"bukan aku yang melakukannya, aku tidak di beri tugas lagi akhir-akhir ini. Kurasa mereka sudah menyadari pengkhianatanku, dan tidak lagi mempercayakan aku untuk membunuh." jelas Rino dengan tatapan kosongnya.

"apa? Lalu apa yang terjadi? Dan siapa yang akan melakukannya?" tanyaku semakin khawatir.

"Ronald, dia yang akan melakukannya." jawab Rino yakin.

Sial, sepertinya memang aku harus merubah rencana ini. Aku harus menyelamatkan Yuri sebelum mereka menemuinya, dan Rino juga mungkin dalam keadaan bahaya. Aku harus menyelamatkan mereka berdua, sepertinya aku harus turun tangan langsung dalam misi ini.

"kau terlihat khawatir, apa dia gadis itu penting untukmu?" tanya Rino penasaran.

"dia temanku" balasku singkat.

"pantas saja kau secemas itu, lalu bagaimana?" tanya Rino lagi.

"baiklah, Rino kau kembalilah. Dan kalau situasimu tidak aman, kau pergilah dari sana sejauh mungkin. Aku akan menemuimu lagi nanti, berhati-hatilah!" pesanku untuk Rino.

"baiklah, aku mengerti. Aku kembali ke markas, kau juga hati-hati." balas Rino menurut.

Rino pergi meninggalkan taman, sedangkan aku menenangkan kembali pikiranku yang berantakan karna informasi yang di bawa oleh Rino.

"ternyata semua melenceng jauh dari perkiraanku, aku harus menyusun rencana baru untuk menghadapinya." gumamku sambil berpikir.

Aku menatap langit, menghela nafas lelah dan berpikir keras untuk menyusun rencana lanjutan. Sungguh menyebalkan, ternyata perkiraanku meleset jauh.

.

.

.

.