Hari ini kak Kiano akan berangkat ke London, aku sudah bersiap untuk mengantarnya ke bandara. Sebenarnya perasaanku menolak untuk ini, tapi aku tidak bisa berkata apapun dengan kak Kiano.
Sesampainya di bandara kak Kiano berpamitan padaku, ia menatap sedih. Aku merasa pun merasakan hal yang sama, bahkan lebih dari itu. Ketakutanku lebih besar, kak Kiano dalam keadaan bahaya di luar sana.
"kak, bisakah aku ikut saja?" tanyaku meminta izin untuk ikut.
"tidak Kisha, sekolahmu disini dan teman-temanmu juga disini. Kenapa kamu malah ingin pergi?" jawab kak Kiano memberi pengertian.
"tapi aku ingin bersama dengan kakak, dan aku juga kesepian disini." balasku jujur dengan wajah sedih.
"maafin kakak ya, kakak janji akan kembali dan kita akan jalan-jalan bersama. Bagaimana?" bujuk kak Kiano.
"janji yah?" tanyaku memastikan.
"iya kakak janji, jaga diri kamu baik-baik yah." pesan kak Kiano padaku.
"kak, bisakah aku meminta satu hal?" tanyaku lagi.
"ya katakan saja, kakak akan penuhi keinginanmu." jawab kak Kiano yakin.
"sewalah beberapa bodyguard yang terbaik untuk melindungimu, dan jangan terlalu dekat dengan orang asing. Bisakah?" jelasku dengan ragu.
"kamu tenang saja, kakak akan jaga diri baik-baik. Seharusnya kakak yang bilang seperti itu, kakak takut adik kakak yang cantik ini di culik orang lain." balas kak Kiano bercanda.
"ish, kakak aku serius." keluhku kesal.
Kak Kiano memeluk aku begitu erat, seakan takut akan kehilanganku. Aku membalas pelukan kak Kiano dan kami tenggelam dalam rasa rindu yang sama. Lalu kak Kiano melepas pelukannya, dan mengelus pipiku sesaat.
"iya iya, kakak juga serius. Hehe, ya sudah kakak harus masuk. Kamu jaga diri yah, love you." pamit kak Kiano.
"yah, kakak juga yah. love you too." balasku dengan sedih.
Kak Kiano masuk ke pesawat pribadi kami yang ada di bandara ini, tidak lama kemudian pesawat pun bergerak terbang ke langit.
Sedih, itu pasti.
Entah kenapa aku merasa kak Kiano dalam bahaya, tapi aku tidak bisa melakukan apapun karna kak Kiano sendiri memintaku untuk tetap berada di sini.
Aku berbalik meninggalkan bandara, meminta supir untuk mengantarku ke taman. Sepertinya aku butuh udara segar, pikiranku kacau.
~~~~~
Aku duduk di bangku taman yang menghadap ke danau, tempat dimana aku biasa melepas rasa lelah di hatiku.
Aku berharap tuhan memberi sedikit takdir baik untukku, dan membawa kak Kiano segera kembali ke sisiku dengan keadaan baik-baik saja.
Aku tidak tau, apa yang akan terjadi dengannya disana. Hanya saja hatiku sangat gelisah dan tidak bisa menahan kekhawatiran itu.
Seseorang memberikan sebuah minuman kaleng tepat ke depan wajahku, dengan malas aku melihat siapa yang memberinya. Ternyata dia adalah Miko, tuan muda pengusaha yang berhasil ku selamatkan dari pembunuhan mafia segitiga bintang.
"minumlah, kau sedang gelisah bukan?" kata Miko santai.
"terima kasih" ucapku sambil membuka minuman itu dan meminumnya.
Miko duduk di bangku sampingku yang memang kosong, aku tidak terlalu memperdulikannya.
"kau ada masalah?" tanya Miko ingin tau.
"begitulah" balasku datar.
"kau bisa cerita padaku, aku siap mendengarkan apapun ceritamu." saran Miko percaya diri.
"bukankah kau sebelumnya tidak mempercayaiku, tuan muda Miko?" tukasku menyindirnya.
"ya itu maafkan aku, aku tidak tau kalau kau memang memiliki kemampuan hebat seperti itu." ucap Miko membela diri.
"ya ya, terserah kau saja." balasku malas.
Hening, suasana itu menguasai tempat ini. Hanya suara semilir angin dan gemericik air danau yang terdengar.
"jadi, kenapa kau terlihat sedih?" tanya Miko memutus keheningan.
"ya, kakakku pindah ke luar negeri untuk memperbaiki bisnis disana." jelasku singkat.
"oh ya, aku tau perasaan itu. Memang sedih dan kesepian, apalagi itu orang yang sangat dekat dengan kita. Tapi jika kita ingin mereka bahagia, seharusnya kita tidak membebani mereka dengan rasa sedih kita bukan?" balas Miko menjelaskan.
"maksudmu?" tanyaku tidak mengerti.
"ya, jika kau menyayangi kakakmu. Seharusnya kau membiarkannya mengejar mimpinya, dan tidak membuatnya merasa bersalah terhadap rasa sedihmu. Kau harus mendukungnya, maka dia akan bahagia dengan mimpinya." jelas Miko sambil menatao jauh ke danau.
Aku kembali berpikir, apa yang Miko katakan ada benarnya. Aku terlalu egois untuk menahan mimpi kakak, seharusnya aku mendukungnya dengan baik.
"aku mengerti" gumamku lega.
"baguslah, oh iya sekali lagi aku berterima kasih padamu. Karna rencanamu itu, aku masih bisa berbicara seperti ini." ucap Miko tulus dengan senyumnya.
"tidak apa-apa tuan muda, aku hanya melakukan apa yang harus ku lakukan saja." balasku santai.
"jangan memanggilku seperti itu, aku tidak suka. Panggil aku Miko saja, kau dan aku kan hanya berbeda 2 tahun saja." keluh Miko.
"baiklah, Miko." balasku malas.
"ya sudah, aku pulang dulu karna besok aku akan resmi pindah ke luar negeri. Kau pulanglah, jika tidak kau akan diculik orang nanti." pamit Miko.
"ah ya, kenapa kau kembali? bukankah kemarin kau sudah pergi dari negeri ini?" tanyaku heran.
"mengurus berkas, dan berpamitan padamu. Siapa tau kau akan kangen padaku nanti, ya kan?" jawab Miko dengan tawa kecilnya.
Aku hanya menatap Miko tajam, lalu Miko kembali tertawa dan melangkah meninggalkan taman. Aku kembali sendiri, tapi ya hatiku sedikit lega sekarang. Aku tidak boleh seperti ini lagi, aku akan membiarkan kak Kiano terbang sesuai keinginannya.
Aku melangkah meninggalkan taman, kembali ke rumah untuk membereskan pakaianku. Aku akan menyewa tempat kos di luar, karna misi selanjutnya harus sembunyi-sembunyi.
~~~~~
Pagi hari ini sedikit mendung, langit menggelap tertutup awan hitam yang mengelilinginya. Aku membawa tas ranselku yang berisi beberapa pakaian dan keperluan lainnya, lalu pergi ke markas.
Sesampainya di markas, aku segera melapor pada jendral michael untuk melanjutkan misi.
"salam jendral, saya akan melanjutkan misi tentang mafia Londerson. Untuk sementara saya akan pindah ke sekitar tempat biasanya mereka berkumpul, saya meminta persetujuan jendral untuk kelanjutan misi yang saya pilih." jelasku tegas.
"ya, lakukanlah." jawab jendral Michael.
"baik" balasku.
"ku dengar kakakmu pindah ke London, apa benar?" tanya Michael tiba-tiba.
"ya, itu benar." balasku jujur.
"Kisha, beberapa saat lalu kami memantau kakakmu. Dan ya seperti dugaanmu, dia menjadi sasaran para mafia gelap. Dan beberapa di antaranya telah mengirimi teror, namun telah kami gagalkan. Apa pendapatmu tentang ini?" jelas Michael serius.
"aku tau, tapi aku tidak bisa memberitahu kak Kiano tentang hal ini. Kemarin saat aku mengantarnya ke bandara, ada beberapa orang yang memang mengikuti. Aku sudah menyewa beberapa bodyguard untuk berjaga, tapi aku tidak yakin apakah itu akan bertahan atau tidak." balasku tidak yakin.
"apa kau percaya padaku?" tanya Michael padaku.
"kenapa?" balasku bertanya.
"kakakmu akan ku angkat menjadi kasus, dan aku sendiri yang akan menjaganya. Apa kau setuju?" jelas Michael yakin.
"kenapa harus kamu? Kenapa bukan aku saja?" balasku mempertanyakan.
"karna kau akan mengurus misi mafia Londerson, maka kau tidak akan bisa untuk melakukan penyelidikkan terhadap keduanya." jawab Michael logis.
"baiklah, ku percayakan kakakku padamu. Jangan sampai mereka menyentuhnya, atau aku sendiri yang akan memotong tubuh mereka." balasku serius.
"ok ok, tapi bisakah kau santai sedikit. Kau sangat mengerikan bila seperti ini." keluh Michael.
"terserah, aku ke ruanganku dulu." balasku lalu meninggalkan ruangan Michael.
Michael hanya menatap punggung Kisha dengan rasa ngeri.
.
.
.
.
.