Chereads / UNCOVER / Chapter 21 - Pria Bodoh

Chapter 21 - Pria Bodoh

"apa kau mengikutiku?" tanyaku setelah keluar dari tempat persembunyianku.

Pria itu menatapku tajam, dia mendekat dan menarik tanganku menuju ke satu tempat.

"lepaskan tanganku, kau mau membawaku kemana? Heyy!" keluhku tidak terima.

Pria itu tetap diam dengan mencengkram tanganku, dapat di pastikan tanganku akan memerah nantinya. Dasar pria kasar.

"apa kau mengataiku?" tanya pria itu saat ia menghentikan langkahnya sesaat.

"tidak!" balasku cepat.

'darimana dia tau aku mengatainya? Dasar aneh' batinku bingung.

"kau memang mengataiku, jujur saja!" kecam James padaku.

Aku mengacuhkannya, lalu ia kembali menarik ke masuk ke dalam sebuah ruangan. Tunggu, apa ini kamar?

"kenapa kau membawaku kemari?" tanyaku curiga padanya.

James melepaskan genggamannya, dan itu membuatku langsung mengelus tanganku yang memerah. James menatapku tajam, namun aku mengacuhkannya.

"kenapa? Ini adalah kamarku, aku bebas disini." jawab James santai.

"tunggu, kau membawaku ke kamarmu? Kau gila, aku akan pergi." ucapku was-was, lalu berbalik akan keluar dari kamar ini. Namun, pintu itu tertutup dengan sendirinya.

"apa yang kau lakukan? Cepat buka pintunya!" kesalku pada James.

James menyeringai padaku, membuatku bergidik ngeri.

"belum saatnya, kau harus menjawab pertanyaanku dulu baru kau bisa keluar dari sini!" balas James tajam.

Aku mengernyit, sepertinya aku sudah ketahuan. Maka aku akan membuat kesepakatan padanya, jika memang dia sudah mengetahui maksudku. Aku menghela nafas dan bersikap seperti gadis polos dan ceroboh, namun sedikit pintar.

Aku akan mengelabuhinya, ayo Kisha! Actingmu dimulai sekarang.

"lalu apa yang ingin kau tanyakan, tuan James Londerson?" tanyaku santai.

James mengernyit, sepertinya dia bingung dengan perubahan diriku. Namun aku segera membuatnya yakin dengan itu, dia tidak curiga lagi.

"ayolah cepat katakan, aku ingin pergi dari sini dengan segera. Huhh sungguh menyebalkan!" keluhku dengan wajah malas yang di buat-buat.

"siapa kau sebenarnya?" tanya James to the point dengan tatapan intimidasi.

Dapat aku lihat James curiga padaku, lagian siapa yang akan mengira jika aku akan bertemu dengannya saat melompati pagar.

"hanya bermain" jawabku singkat.

"benarkah? Bukankah dirimu mata-mata yang di kirim orang untuk mencari tau tentang keluargaku?" tanya James tidak percaya.

"cih, memangnya siapa dirimu sampai ada orang yang ingin memata-matai keluargamu. Maaf ya tuan, tapi aku tidak mengenalmu tuh." ejekku padanya.

Kulihat wajah James berubah kesal, namun ia masih menahannya.

"katakan yang sejujurnya! Siapa kau? Dan untuk apa kau datang diam-diam ke rumahku! Jika bukan mata-mata, lalu untuk apa kau mendengarkan percakapan ayahku!!" teriak James membentakku.

Jujur saja hatiku sakit, seumur hidupku baru kali ini aku di bentak oleh orang lain. Dan ini membuatku terkejut, dan tentu saja air mataku lolos saat ini.

Namun aku memanfaatkan keadaanku ini untuk mengelabuhinya, bersikap seperti anak polos yang bersalah.

Aku menunduk dan menangis, kulihat dia bingung dan merasa bersalah namun masih bisa kuliat dia belum percaya sepenuhnya.

"maafkan aku jika aku salah, tadi aku hanya bermain ke hutan dan mencari makanan. Namun tidak ada apapun di sana, jadi saat aku melihat rumah besar ini aku pikir ada makanan disini. Karna itu aku memanjat, karna di depan di jaga ketat sehingga aku tidak bisa masuk. Aku lapar, desaku sedang kekeringan jadi tidak ada makanan. Saat bertemu denganmu tadinya aku ingin kabur dan keluar, tapi aku lupa kalau aku masuk karna memanjat. Akhirnya aku malah tersesat di dalam, dan melihat ada orang yang berbicara. Aku pikir itu pasti yang punya rumah ini, aku takut di sangka sebagai maling. Karna itu aku sembunyi. Tapi ternyata aku malah di tuduh sebagai mata-mata, padahal aku sendiri tidak mengerti apa yang kalian biacarakan. Aku bahkan baru mengenal wilayah ini, dan baru mengetahui keberadaan rumah ini beberapa hari lalu. Tapi kalau memang aku salah maafkan aku, jangan bawa aku ke polisi ya? Aku janji tidak akan mengambil apapun." jelasku dengan kepolosan dan tangisan kecil.

Kulihat James terbengong dan sedikit melunak, tatapan tajamnya berubah jadi tatapan kasian sepertinya membohonginya tidak sulit.

"apa kau berkata jujur?" tanya James memastikan.

"kau masih tidak percaya padaku, ya sudah terserah kau saja." balasku pura-pura marah padanya.

Aku berbalik memunggunginya, anak remaja seperti dia memang labil. Jadi trik seperti ini pasti di makan olehnya, lihat saja.

"baiklah-baiklah, aku percaya padamu. Memang kau tinggal dimana?" tanya James penasaran.

"di desa pinggir hutan, kau akan tau jika kau keluar dari hutan." jawabku yakin.

"aku tidak bisa, sejak kecil aku tinggal disini. Tidak keluar atau kemanapun, ayahku melarangku bergaul dengan siapapun, jadi aku tidak pernah keluar." jelas James dengan wajah sedihnya.

Aku merasa miris mendengarnya, ku yakin hidupnya pasti terbelenggu dalam sangkar ini. Apa aku harus membantunya?

"sayang sekali, padahal dunia luar itu indah loh." ucapku memancing rasa penasarannya.

"tidak, mereka jahat. Ayahku bilang dunia luar itu kejam, banyak kejahatan dimana-mana. Aku tidak ingin menjadi jahat, karna itu aku tetap diam disini." jelas James santai.

"kau serius? Ya sudahlah, lalu bagaimana caraku untuk pulang jika kau mengurungku disini?" ucapku kesal.

James tertawa lalu menepuk tangannya hingga pintu kamarnya kembali terbuka lebar, lalu james menarik tanganku keluar rumahnya.

"ayo, aku akan mengantarmu pulang" ajak James dengan senyumnya.

Aku memperhatikan setiap ekspresinya, James bukan targetku. Dia anak yang baik, dia hanya tidak tau kekejaman ayahnya.

James membawaku ke samping rumahnya, tempat dimana tadi aku memanjat. Namun kini, sudah ada tangga disana.

"kamu naik tangga ini ya, jadi kamu bisa keluar." titah James padaku.

"baiklah, terima kasih James. Senang bertemu denganmu, kapan-kapan keluarlah. Maka kau akan tau indahnya dunia yang aku tempati, aku menunggumu." ucapku tulus.

James mengangguk, lalu aku menaiki tangga itu dan sampai di atas tembok. Aku melambaikan tangan pada James, dan di balas lambaian juga olehnya.

Aku turun dari tembok dan mengendap-ngendap menjauh dari hutan, jujur ini benar-benar menegangkan. Aku pikir James akan menangkapku, ternyata tidak.

"James, kau baik. Suatu hari nanti, aku akan membalas kebaikanmu. Kau akan bebas dan terbang ke angkasa, sangkar itu bukanlah tempatmu. Aku janji, kau pasti akan bebas." ucapku sambil menatap langit yang cerah.

Aku melangkah melewati jalan setapak yang terlihat sepi, karna ini jalan menuju hutan. Tidak lama kemudian aku tiba di perkampungan yang aku tempati, mulai dari sini jalan pasti ramai. Karna banyak orang berlalu lalang, dan tentu saja toko-toko yang menjual barang serta makanan.

Aku mengingat jika di rumah tidak ada bahan makanan, aku berbelok mampir kesebuah toko dan membeli bahan makanan untuk beberapa hari.

Setelah selesai dengan belanjaan, aku melanglah pulang. Tubuhku sangat lengket karna keringat, hari juga sudah terik. Sepertinya mandi akan sangat menyembuhkan rasa lelahku.

.

.

.

.

.