"ternyata memang kau, penguntit" ucap seseorang yang membuat perhatianku teralihkan.
Aku mencari dimana suara itu berasal, sampai sosok pria yang terlihat familiar itu menghampiri dan berhenti tepat 3 langkah di depanku. Ronald dialah pria itu, dia terus menatapku tajam sarat ancaman. Aku menatapnya datar tanpa ekspresi, dan dia menatapku dengan tatapan curiga.
"apa saja yang kau dengar?" tanya Ronald serius.
"tidak ada" jawabku datar.
"jangan bohong!" bentak Ronald.
"lalu aku harus jawab apa?" balaku menantang.
"dasar gadis bodoh, anak kecil sepertimu lebih baik diam dirumah. Untuk apa kau disana, jika bukan untuk memata-matai?" duga Ronald tepat.
"bukan urusanmu" balasku dingin.
"tentu urusanku, jika kau membocorkan misi kami. Kau akan mati!" ancam Ronald padaku.
"begitu mudahnya kalian bicara tentang kematian, bahkan tidak peduli pada keluarga yang menjadi korban." ungkapku tak terima.
"hahaha, masa bodo dengan mereka. Misi tetaplah misi, harus sampai tuntas!" elak Ronald.
"dasar manusia kotor!" umpatku pada Ronald.
"kau pikir kau suci? Cih, gadis kecil yang bodoh sebentar lagi kau akan mati!" ancam Ronald pasti.
"aku tidak takut dan aku tidak tau apa itu misi kalian." jawabku datar.
"aku tau kau berbohong, jelas-jelas kau mendengar semuanya. Ku peringatkan sekali lagi, jangan bodoh! Berhenti ikut campur atau kau akan mati!" pesan Ronald lalu ia pergi entah kemana.
"cih, kau pikir kau siapa memerintahku? Lihat saja nanti, siapa yang akan mati!" gumamku dingin.
Aku memilih meninggalkan taman dan kembali ke mansion. Sampai di mansion aku membersihkan diriku dan bersantai sejenak, sebelum misi penyelamatanku dimulai.
~~~~~
Aku bangun dari tidurku, tanpa sadar aku tertidur di sofa. Aku segera membersihkan tubuhku dan mengganti pakaianku dengan yang lebih santai, karna aku akan memulai misiku beberapa saat lagi.
Aku membawa tas kecil untuk menaruh beberapa barang yang akan ku butuhkan nanti, seperti pisau kecil yang selalu terlipat rapi ini akan aku bawa untuk berjaga-jaga. Setelah semua siap aku melangkah keluar kamar, aku akan makan dulu sebelum pergi. Karna sejak tadi siang aku belum makan apapun, jika aku paksakan mungkin tenagaku akan hilang nanti.
Setelah makan aku segera keluar dari mansion, beruntung kak Kiano masih di luar kota. Sehingga aku tidak perlu menjelaskan alasanku keluar di jam malam seperti ini, lalu aku menaiki taxi agar lebih cepat sampai di kediaman tuan Miko.
Sesampainya di depan gerbang kediaman tuan Miko, yang utama aku lakukan adalah memperhatikan sistem keamanan disana. Memang kemanannya terbilang cukup ketat, karna banyak penjaga di seluruh penjuru mansion ini. Namun tetap ada kelemahannya seperti di sisi samping terlihat kosong, karna mereka hanya mengitari tempat itu sebanyak dua kali dalam 3 jam.
Kelemahan itu mungkin akan menjadi celah untuk para penjahat masuk, namun untuk saat ini aku akan membiarkannya. Aku akan mengatur jalur masuk si mafia pembunuh itu, agar sesuai dengan rencanaku.
Aku memanjat tembok samping sesaat setelah para penjaga itu berkeliling, dan memanjat lagi sampai di gazebo lantai 2 yang merupakan kamar tidur tuan Miko. Aku kembali memperhatikan sekitar, takut ada yang melihat aksiku ini.
Setelah dirasa aman, aku mendekati pintu gazebo dan mengetuknya. Kulihat ada seorang pria muda menghampiri pintu gazebo, aku segera bersembunyi di tembok samping gazebo. Saat pintu terbuka aku segera menyalip masuk tanpa suara, sampai pria itu masuk lagi dan mengunci rapat pintu gazebo itu.
Pria itu terkejut melihatku duduk di ranjangnya, dan aku pun menjelaskan padanya maksud kedatanganku.
"siapa kau?" tanya pria itu curiga.
"maaf sebelumnya, apa kau tuan Miko?" balasku bertanya.
"ya saya Miko, lalu kau siapa?" jawab tuan Miko curiga.
"panggil saja Alexa, ada hal penting yang harus saya bicarakan pada anda." balasku to the poin.
"ada apa? Dan kenapa kau menyalip masuk ke kamarku?" tanya tuan Miko penasaran.
Aku menatapnya dengan seringaiku, dan dia terlihat bingung dengan itu.
~~~~~
Sesuai rencanaku, Rino si mafia pembunuh itu datang lewat celah yang ku persiapkan sebelumnya. Dengan begini langkah selanjutkan akan lebih mudah untuk ku mainkan, dan tuan Miko juga terlihat sudah memainkan perannya. Aku akan menjadi penonton untuk saat ini, sampai waktunya tiba baru aku akan keluar dan menyelesaikan permainan bodoh ini.
Rino mulai mendekati tuan Miko dengan belati kecil di tangannya. Jika diperhatikan lebih jauh, sepatu yang di pakai Rino berbahan karet tentu saja tidak akan menimbulkan suara. Dan Rino juga memakai sarung tangan untuk menghilangkan sidik jarinya, juga penutup wajahnya yang di desain khusus menyerupai orang lain. Sungguh taktik yang pintar dan menipu.
Namun itu semua tidak berlaku padaku, karna aku sudah mengetahui semua rencana mereka. Dan aku sudah membuat prediksi yang tepat untuk itu, karna itulah semua akan terlihat jelas dimataku.
"kau terlihat tenang dan bahagia tuan Miko, namun sayang itu hanya bertahan sebentar lagi. Tidak setelah aku menyelesaikanmu, dan membuatmu tertidur selamanya." ucap Rino dengan wajah sedihnya.
Seketika dapat kulihat sorot kesedihan dan penyesalan dalam mata itu, mata milik Rino yang sebelumnya terlihat dingin dan tajam. Aku tidak tau apa maksudnya, namun ada satu yang ku pahami. Rino tidak suka membunuh orang lain, lalu kenapa dia melakukannya?
"maaf tuan Miko, aku akan membuat keluargamu menderita." ucap Rino lagi.
Rino bersiap dengan belatinya, sesaat sebelum belati itu menembus dada tuan Miko suaraku menghentikan aksinya.
"dasar bodoh!" ejekku pada Rino.
Kulihat dia membeku dengan wajah terkejutnya, dahinya mengerut dan terlihat sedikit bingung.
"waktunya bangun tuan, apa kau ingin di bunuh olehnya?" sindirku pada tuan Miko yang asik dengan kasurnya.
"kau mengganggu tidurku saja, apa dramanya sudah selesai?" balas tuan Miko dengan wajah malasnya.
Aku hanya mengangkat kedua bahuku dan melangkah menuju sofa, aku duduk dan menikmati teh yang ada disana sejak tadi.
"ka-kau? Ka-kalian? Siapa kau? Dan Apa yang kalian lakukan?" tanya Rino masih dengan keterkejutannya.
"cih, itu harusnya pertanyaanku bodoh!" balasku malas pada Rino.
"kau bocah kecil? Kenapa disini? Harusnya kau tidur saja, ini bukan waktunya bermain" jawab Rino yang membuat moodku jadi jelek.
"kau meremehkanku?" tanyaku dengan nada serius.
"hahaha memang apa yang bisa kau lakukan? Lihat, kau hanya seorang gadis kecil. Astaga, kau membuang waktuku saja." jawab Rino lagi dengan ejekkannya.
Aku menatapnya sambil menyeringai, dengan langkah kilat aku melompat dan berdiri tepat di belakangnya dengan pisau lipat yang sudah siap menyayat kulit pipi Rino. Kulihat Rino berhenti tertawa dan terkejut melihat aksiku, bukan hanya Rino bahkan tuan Miko pun tidak bisa menutup mulutnya.
"masih menganggapku gadis kecil biasa?" tanyaku dingin.
Rino mengedipkan matanya beberapa kali, wajahnya berubah menjadi pucat dengan sebulir peluh di dahinya. Aku merasa puas melihat ekspresinya saat ini, ku jamin dia tidak akan mengejekku lagi setelah ini.
"ma-maaf kan aku, to-tolong singkirkan pisau ini." ucap Rino dengan wajah pucatnya.
Aku hanya tersenyum miring melihat tingkahnya, begitu juga tuan Miko yang baru bisa mengendalikan ekspresi wajahnya kembali. Aku menjauhkan pisau itu dari pipi Rino, dan kembali duduk di sofa sambip menikmati teh.
"ternyata yang kau katakan benar nona Alexa, dia benar-benar datang sesuai ucapanmu. Beruntung kau menyelamatkanku, hingga aku masih bisa bernafas saat ini." ucap tuan Miko serius.
"ya, tidak masalah. Dan lanjutkan rencana ini sesuai arahanku sebelumnya, karna permainan ini belum berakhir." jelasku dengan seringai yang membuat Rino dan tuan Miko bergidik.
.
.
.
.
.