Chereads / UNCOVER / Chapter 10 - Kebetulan Penuh Emosi

Chapter 10 - Kebetulan Penuh Emosi

Aku melihat anak-anak tertawa bahagia saat bercanda dengan sesama, tanpa sadar aku ikut tersenyum bersama mereka. Suara tawa mereka seakan jadi vitamin yang membuat rasa lelahku hilang saat itu juga.

Ibu penjaga yayasan datang menghampiriku, aku memberi salam dan hormat padanya. Ibu Mira adalah orang kepercayaan mama yang sudah bertahun-tahun  membantu menjaga yayasan ini, karna mama tidak setiap hari datang ke sini. Aku sering bertemu dengannya dulu, ia sudah seperti ibu bagiku.

"bagaimana kabar nona?" tanya Ibu Mira dengan senyum.

"ya begitulah, bagaimana keadaan yayasan ini bu?" balasku sambil menatap anak-anak yang asik tertawa.

"seperti yang nona lihat, mereka semua terlihat lebih semangat dan lebih ceria." jelas ibu Mira senang.

"baguslah, setidaknya mereka tidak merasakan hal sama denganku." gumamku pelan, tapi masih bisa di dengar oleh bu Mira.

"sudah 3 tahun berlalu, lupakanlah dan lanjutkan masa depan nona." saran bu Mira dengan wajah sedihnya.

Aku tersenyum pada bu Mira, berusaha terlihat baik-baik saja. Walau faktanya hatiku berkata lain, dari apa yang aku lakukan.

"iya bu, aku mengerti." balasku dengan senyum tipis.

Bu Mira menepuk pundakku dan memberi semangat padaku, aku membalasnya dengan senyuman dan anggukkan.

"bu, aku pamit dulu. Ada hal yang harus aku kerjakan, dan tolong jaga mereka untukku" ucapku meminta tolong pada bu Mira.

"oh begitu, baiklah. Hati-hati Nona, dan jangan lupa jaga kesehatan nona." pesan bu Mira padaku.

Aku mengangguk dan tersenyum, lalu berpamitan pada anak-anak yayasan. Aku pergi keluar yayasan menuju pusat kota, tempat Mafia segitiga bintang biasa berkumpul. Aku akan memulai misi penyamaranku sekarang, agar lebih cepat mendapat info dan menyusun rencana selanjutnya.

~~~~~

Jalanan tampak ramai, aku melangkah di antara orang-orang yang berlalu lalang. Menjauhi keramaian menuju tempat terpencil, dalam gang yang gelap. Sampai akhirnya aku tiba di bar pinggir kota, memang terlihat seram jika di lihat dari luar seperti ini. Namun fakta tersembunyinya, di dalam bar itu ada banyak ruangan VIP dengan fasilitas lengkap. Dan tentu saja tidak di terjangkau oleh pihak keamanan biasa, karna luarnya terlihat seperti bangunan kumuh yang tidak berpenghuni.

Aku masuk ke dalam bar itu dan mencari di mana orang-orang mafia segitiga biru berkumpul. Hingga akhirnya aku melihat seorang yang begitu familiar, pria yang malam itu ia ikuti. Ronald, pria yang akan menjadi kunci untuk membongkar penyebab sebenarnya kematian papa dan mama.

Aku mencari tempat yang lebih baik untuk memantau, di dekat meja bertender sepertinya pilihan yang tepat. Karna dari sana terlihat jelas, bahkan bisa mendengar percakapan mereka. Namun sebelum itu, aku harus menyamar agar tidak ketahuan.

Aku segera pergi ke toilet untuk merubah penampilanku, aku memakai rambut palsu berwarna coklat terang dan lensa abu-abu. Lalu aku mengganti bajuku dengan gaun merah, lalu sedikit merias wajahku. Sempurna! setelah selesai, aku keluar dari toilet dan menuju meja bertender yang cukup dekat dengan para Mafia itu.

Aku duduk di kursi, dan memesan segelas wine pada bertender disana. Sebenarnya aku tidak minum alkohol, tapi untuk melakukan misi ini aku harus berpura-pura terbiasa dengan dunia malam. Karna mata mereka terlalu tajam untuk dikelabuhi, butuh taktik sempurna untuk membohongi mereka.

"bagaimana? Kapan dimulai?" tanya seorang pria tua yang terlihat anggota penting, karna ada bodyguard pribadi di belakangnya.

"malam ini, tepat pukul 10 malam." jawab pria lain yang seperti ketua mereka, terlihat dari ucapannya yang tidak bisa di bantah siapapun.

"ok, jadi siapa yang melakukannya?" tanya pria lainnya.

"Rino, seperti sebelumnya. Kau yang eksekusi, buat bersih." titah pria yang ternyata memang ketua mereka.

"lalu, kita santai lagi?" tanya pria yang terlihat familiar, dia adalah Ronald.

"ya begitulah, itu memang kerjaan kita." balas pria muda yang terlihat konyol menurutku.

"baiklah, akan aku lakukan nanti malam." ucap pria yang di sebut bernama Rino.

"lalu bagaimana dengan keluarga Almora?" tanya pria tua yang suaranya sangat ku kenali, dia pria yang bersama Ronald malam itu.

"belum saatnya, Kiano masih terlalu muda untuk kita habisi. Tunggu waktu yang tepat, biarkan saja dulu dia menikmati masa mudanya sebelum kita akhiri kesenangannya itu." jawab si ketua itu.

Mataku memincing tidak suka, aku segera mengalihkan perhatianku dan menatap gelas di depanku.

'sial, mereka ingin menghabisi seluruh keturunan Almora. Cih, tidak akan semudah itu.' batin ku emosi.

"Rino memang berbakat, dia menghabisi tuan dan nyonya Almora tanpa meninggalkan jejak. Dia pasti akan menyelesaikan misi dengan baik." puji Ronald pada pria bernama Rino itu.

Aku membeku, terjawab sudah pertanyaan yang selalu hadir dalam benakku. Kematian mama yang janggal, kematian papa yang tiba-tiba, semua seperti sudah di rencanakan? Dan memang benar, mereka sudah merencanakannya dan berhasil melakukannya.

Emosiku memuncak, ingin sekali aku memukul wajah mereka. Mencabik-cabik tubuh mereka hingga terkoyak habis. Sungguh, mereka begitu mudah membuat kematian seseorang menjadi nyata tanpa perduli dengan perasaan orang lain. Tanpa sadar aku memukul meja dengan keras, sampai seorang dari mafia itu menatapku. Ya, Ronald sadar akan kehadiranku disana. Dia menatapku tajam, namun ia mengabaikannya dan bersikap seakan tidak mencurigaiku.

Aku masa bodo dengannya, emosiku sudah tidak terkontrol lagi sekarang. Aku meninggalkan sejumlah uang, dan pergi dari bar itu. Aku berlari dengan sakit di hatiku yang kembali terbuka. Luka lama yang ingin ku lupakan kini bertambah lebar, bahkan merobek seluruh hatiku.

Ingin ku hancurkan para bajingan itu dengan tangan ku sendiri, namun aku sadar saat ini situasi tidak berpihak padaku. Jika aku menyerang mereka sekarang, maka aku yang akan berakhir di tangan mereka. Dan itu justru akan membuat mereka senang, karna berhasil menghabisi satu lagi keturunan Almora.

'mama, papa, maaf' batinku menangis.

Aku akan datang pada mereka, aku akan membalas segala sakit yang mereka torehkan padaku. Membalas setiap darah yang menetes dari tubuh mama dan papa, mengakhiri sakit ini dengan penderitaan mereka. Tunggu, aku akan kembali dengan mimpi buruk kalian. Aku akan menjadi sebab penderitaan kalian, bahkan sampai kalian memilih untuk mati saat itu juga.

'mama, papa, aku berjanji akan membalas mereka. Kalian tersenyumlah, maka aku akan bahagia disini.' batinku percaya.

~~~~~

Hari sudah sore, suasana taman saat ini mulai sepi pengunjung. Aku duduk di salah satu kursi disana, dan menenangkan diriku dari emosi yang memuncak. Aku melepaskan wig dan lensa kontak yang ku pakai untuk menyamar.

Pikiranku kembali pada ucapan pria itu, yang mengatakan akan menjadikan kak Kiano sebagai target nya. Aku merasa khawatir tentang ini, jika itu memang rencana mereka maka aku harus menjaga kak Kiano dari rencana buruk mereka.

Tapi bagaimana, kak Kiano tidak akan percaya jika aku bicara jujur padanya. Aku harus menjaga kak Kiano diam-diam, dan memantaunya dari jauh.

'papa, sebenarnya kenapa kita jadi sasaran mereka? Apa karna harta? Aku tidak ingin kehilangan lagi, kenapa aku harus melewati hal seperti ini? Papa, kenapa?' batinku bertanya.

.

.

.

.

.