"Kenapa kau selalu membela gadis kampung itu?"
"Karna menurutku dia jauh lebih baik darimu." ucapan Nathan sungguh membuat Alea semakin kesal. "Sudahlah dari pada kau mengurusi hidup orang lain lebih baik urus saja urusanmu sendiri. Lebih baik kau berlatih untuk penampilanmu!"
"huhh.." Alea berdecak kesal lalu pergi meninggalkan Nathan. sebelum mencapai pintu keluar ruang koreografi Alea menyempatkan diri untuk menatap Seina dengan tajam seakan bersiap mengibarkan bendera peperangan.
Seina sendiri tak habis pusing dengan hal itu. ia memilih untuk fokus dengan latihannya, demi penampilan terbaiknya besok malam karna mungkin saja besok malam adalah penampilan terakhirnya mengingat dua saingannya yang amat sangat berat.
Nathan berjalan mendekat kearah Seina yang masih berlatih. "Apa kau baik-baik saja?"
"Aku? tentu saja aku baik-baik saja. memangnya kenapa?"
"Aku hanya khawatir ucapan Alea mempengaruhi dirimu."
"Ah tenang saja. Aku sudah biasa di bully seperti itu." Seina tersenyum kearah Nathan yang rupanya perduli terhadapnya.
"Seina aku ingin bilang sesuatu kepadamu."
"Ya bilang saja."
"Sebenarnya sudah lama aku memperhatikanmu dan aku sesungguhnya tertarik kepadamu."
"Ha..? apa??" Seina tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia tau jika Alea menyukai Nathan dan jika perempuan itu mendengar hal ini tentu saja Alea tak akan membiarkan hidup Seina tenang.
Sebenarnya memang sudah sejak lama Nathan memperhatikan Seina diam-diam suara emas yang dimiliki Seina membuat pria asal Aceh tersebut kagum dan diam diam mengaguminya. Hanya saja akhir-akhir ini ketika gosip antara Devan san Seina mencuat mendadak nathan merasa minder karna tentu saja ia tak mungkin bersaing dengan Devan yang merupakan juri dari ajang pencarian bakat yang ia ikuti.
"Aku ingin tanya sesuatu. Apakah kau memang punya hubungan khusus dengan pak Devan?"
"ha?? hubungan khusus apa ya maksudnya?" Tanya Sejna tak mengerti.
"Ya maksudku apakah gosip yang selama ini beredar tentang kalian apakah benar?"
"Ah semua gosip itu kan hanya buatan bunda Helena yang seolah-olah ingin menjodohkan kita. Sepertinya hanya untuk meningkatkan rating acara ini." ujar Seina.
"Huhh. . Syukurlah." Nathan seolah kini bisa bernapas lega. "Lalu bagaimana? apakah kau juga punya perasaan yang sama kepadaku?"
Sebenarnya memang ada rasa suka di hati Seina kepada pemuda tampan itu. Namun tujuannya kemari bukan untuk mencari pacar ataupun menjalin hubungan dengan seorang pria. Tujuannya kemari adalah hanya untuk menjadi terkenal dan bisa menemukan dimana dan siapa ayah kandungnya yang sebenarnya.
"Nathan. Aku tau kau adalah pemuda yang baik. Tapi aku belum bisa menjalin hubungan dengan seseorang sebelum bisa menemukan Ayah kandungku." ujar Seina berkata dengan penuh kehati-hatian karna takut melukai perasaan lawan bicaranya tersebut.
"oh begitu ya.." Nathan tampak kecewa karna sepertinya Seina menolak dirinya.
"Aku harap setelah kompetisi ini kita masih bisa sering bertemu. dan aku juga berharap agar karir kita kedepannya juga bisa sama-sama sukses." Seina menepuk bahu Nathan sambil tersenyum lalu ia memilih pergi dari ruangan tersebut meninggalkan Nathan seorang diri yang termenung tanpa pemuda itu sempat menjawabnya.
***
Kini setelah latihan koreografi, tiba saatnya Seina latihan vokal dengan Devan. Seharusnya ia latihan dengan Alea, namun karena Alea tak menyukai seina dan bahkan menganggapnya musuh tentu saja ia tak mau latihan bersama. Alea meminta waktu latihan di jam yang berbeda dengan Seina.
Setelah berbulan-bulan dalam masa karantina kini vokal Seina sudah semakin baik dan terasah. warna suaranya yang memang sudah sangat bagus kini semakin cemerlang berkat asahan dan didikan dari Devan juga tentunya.
"Bagus Seina. Aku yakin penampilanmu besok akan sangat memukau. Asal jika kau tak ragu dalam membuat improvisasinya aku yakin penampilanmu akan semakin sempurna."
"Nadanya terlalu tinggi, jadi saya gak pede untuk berimprovisasi, takut gak nyampai."
"Yakinlah pada dirimu sendiri. Aku saja yakin kalau kau bisa. Jadi kau pasti bisa. Hilangkan keraguanmu anggap saja jika besok adalah penampilan terakhirmu jadi lakukan semua sebaik yang kau bisa." ujar Devan memotivasi Seina agar tak ragu untuk memberikan penampilan yang terbaik.
Seina sendiri hanya mengangguk mengerti lalu bersiap untuk pergi karna setelah ini adalah giliran untuk Alea yang juga akan berlatih vokal bersama Devan.
Saat Seina melakangkah pergi ada sebuah benda yang jatuh yang tidak di sadari oleh perempuan itu. Dia terlanjur terburu-buru untuk meninggalkan ruangan.
Devan yang melihat benda itu jatuh memungutnya. Sebuah kalung perak berliontin bentuk hati. Devan tersenyum karna menurutnya kalung tersebut sudah nampak jadul dan model seperti itu sudah ketinggalan jaman.
Namun Devan menyadari sesuatu jika liontin tersebut bisa di buka, saat ia membuka liontin tersebut ia melihat foto Seina saat remaja, dan di sebelahnya adalah foto seorang perempuan yang nampak cantik dengan kesederhanaan. Sudah bisa di pastikan jika perempuan di sebelah Seina adalah ibu kandungnya.
Namun melihat foto tersebut membuat Devan teringat akan sesuatu. Ia seperti pernah melihat wajah ibu Seina sebelumnya. Ia mencoba menggali dalam pikirannya dimana ia melihat wajah itu.
"Bukankah perempuan ini sama dengan pempuan di dompet itu?" mendadak Devan tercengang dengan ingatannya.
Beberapa hari yang lalu saat Adiguna menjadi juri di kompetisi itu Devan sempat melihat dompet pria yang merupakan seniornya itu terjatuh dengan posisi terbuka. Ia sekilas melihat ada sebuah foto lawas yang di pasang dalam dompet tersebut. Dan kini Devan baru menyadari jika wajah perempuan dalam dompet adiguna sama dengan perempuan dalam liontin Seina.
"Jadi.. mungkinkah ayah kandung yang di cari Seina selama kni adalah Adiguna? jadi Seina adalah.." mata Devam terbelalak menyadari kenyataan ini.
Ini merupakan berita besar yang sangat penting. Pantas saja Seina memiliki bakat dan juga suara emas karna faktanya memang dia adalah putri kandung dari seorang musisi ternama.
"Permisi Kak Devan..!!" Seorang perempuan cantik masuk kedalam ruangan dan menghadap kepada Devan.
Dia adalah Alea yang kini merupakan waktu baginya untuk latihan bersama Devan. Melihat kedatangan Alea, Devan pjn spontan menyembunyikan kalung berliontin milik Seina. Ia buru-buru memasukkannya kedalam saku celananya sebelum Alea tau dan mulai curiga.
Devan mendengarkan Alea menyanyikan lagubyang akan dibawakannya besok. Namun pikirannya seolah tak fokus, ia masih memikirkan tentang liontin Seina dan fakta yang kini ia ketahui sedangkan Seina belum mengetahuinya. Devan berpikir bagaimana ia kan memberitahu Seina. Bagaimana ia mengucapkannya sedangkan ia tak punya buktinya.
Hingga akhir lagu Devan hanya menatap kosong kearah Alea yang bernyanyi, telinganya memang mendengar namun pikirannya melayang-layang ketempat lainnya.
"Kak Devan bagaimana?"
"Oh ya.. kau sudah selesai?"
"jadi tadi kak Devan gak mendengarkan aku? gimana sih jadi pelatih kok gak profesional. Yang begini kok bisa jadi juri. huhh." keluh Alea yang merasa tak dihargai.
Bersambung...