"Kamu kenapa ham?" Seina yang melihat ilham tampak sangat kusut di ruang tamu. Tangan kanannya memegang handphone yang di pandanginya dengan tatapan serius sementara tangan kirinya mengusap kasar wajahnya yang tampak sangat kusut.
"Lihatlah ini !! Baru juga sehari kita disini tapi sekarang handphoneku sudah penuh dengan pesan tawaran job untukmu." ujar ilham sambil menyodorkan handphonenya berusaha menunjukkannya pada Seina.
"Bukankah itu bagus? Itu tandanya aku dan kau akan segera dapat Pekerjaan dan bukankah itu Artinya kita akan dapat uang?"
"Ya kau memang benar, tapi lihatlah. Aku tak tau aku harus bagaimana sekarang. Devan belum menjelaskan apapun kepadaku tentang menjadi seorang manager. Lalu tiba-tiba aku harus dihadapkan dengan situasi seperti ini? Aku kan masih baru di bidang ini. Sebelumnya yang aku tau hanya kunci inggris dan juga oli. Huhhh. bagaimana ini?" Ilham yang tampak frustasi dengan isi handphonenya yang di penuhi oleh tawaran kerja untuk Seina. Namun Ilham sendiri bingung ia harus bersikap bagaimana. Tak mungkin ia menerima semuanya. Dan ia juga bingung harus pilih job yang mana yang cocok untuk Seina. Sementara Seina yang melihatnya hanya tersenyum geli melihat ekspresi ilham yang menurutnya lucu.
"Sudah dari pada pusing lebih baik kita makan dulu. Bi Asih tadi udah masakin buat kita." ajak Seina kepada ilham.
"Hmm.. Baiklah sepertinya aku memang lebih butuh asupan makan agar bisa berpikiran dengan jernih." Ilham pun meletakkan handphonenya dan beranjak pergi menuju ruangan makan yang mana kini sudah tersaji beberapa menu makanan yang tampak menggiurkan.
Saat keduanya sedang makan suara bel pun terdengar, bi Surti dengan sigap membukakan pintu rumah kontrakan dengan ukuran yang cukup besar tersebut. Tampak seorang pria berkacamata di balik pintu dan langsung masuk tanpa permisi karena pria itu adalah Devan.
"Dimana yang lain?"
"Sedang makan tuan." Devan pun segera menyusul Seina dan Ilham yang sedang makan di ruangan makan.
"Oh kak Devan? Mari makan bersama!" ajak Seina.
"Tak perlu, aku sudah makan. Aku hanya ingin menjemput kalian untuk acara pemotretan." Devan yang baru saja selesai dengan acara off airnya kini menjemput Seina untuk kegiatan selanjutnya.
"Apakah aku juga harus memanggilku dengan sebutan kak?" tanya Ilham.
"Memangnya kenapa?"
"Secara kan kau lebih tua dariku. Tapi aku tak suka memanggilmu dengan sebutan kakak." tukas Ilham dengan to the point.
"Kau boleh menyebutku apa saja. Asal kau ingat sopan santun padaku." ujar Devan sambil duduk di salah satu kursi.
"Kalau begitu aku panggil Mas saja. Di kampung panggilan itu adalah yang paling sopan untuk yang lebih tua."
"Ya oke. Tak masalah."
"Kalau begitu aku juga akan memanggil dengan sebutan Mas." Seina ikut menimpali. Sementara kedua pria di dekatnya hanya Memandang dengan tatatapN yang aneh. "Emm di tempat karantina kami semua menyebut kak Devan dengan sebutan 'Kak' dan sebenarnya aku sendiri merasa kurang nyaman dengan hal itu. Aku lebih nyaman dengan Sebutan Mas." saat pertama kali bertemu dengan Devan di tempat audisi Seina juga masih ingat jika Seinna memanggil Devan dengan sebutan 'Mas'.
"Itu juga terserah padamu saja sayang. Asal kau tak memanggilku dengan sebutan Om."
Di panggil sayang oleh Devan apalagi di depan Ilham sejujurnya Seina merasa aneh dan canggung. Hanya saja ia memang harus terbiasa karena di antara mereka memang memiliki sebuah hubungan khusus di mata orang lain.
Selepas makan Devan langsung menarik Seina ke arab halaman samping, selagi Ilham kembali ke kamar nya untuk mengambil sesuatu devan memanfaatkan situasi untuk bicara dengan Seina.
"Ada apa? Kenapa Mas Devan menarik ku kesini?" kali ini Seina memanggil Devan dengan sebutan Mas. Mirip saat mereka pertama kali bertemu di ruang audisi dimana Seina merekam dirinya sendiri di ruangan tersebut.
"Aku tadi bertemu dengan om Adi. Dan dia ingin memberimu sebuah tawaran untuk menyanyikan lagu yang dia ciptakan."
"Dia membuat lagu untukku?"
"Aku rasa dia mulai penasaran kepadamu."
"Benarkah?" terdapat seulas senyum di wajah Seina. Ia Sepertinya merasa senang dan bangga karena ayah kandungnya ingin ia menyanyikan lagu ciptaannya. "Lalu aku harus bagaimana?"
"Nanti kalau dia menghubungi mu, terima saja tawarannya. Dengan begitu kau bisa memiliki kesempatan untuk sering bertemu dengannya dan memastikan jika dia memang ayah kandungmu."
"Makasih mas Devan.. Akhirnya sebentar lagi aku akan bisa merasakan dekat dengan Ayahku." Seina yang memang sedari kecil haus kasih sayang seorang ayah tentu saja senang mendengar hal ini. Baginya ini merupakan sebuah kesempatan besar untuk bisa setidaknya merasakan ada didekat ayahnya.
"Hei kenapa kalian ada disini? Bukankah katanya mau pemotretan? Seina kenapa kau belum siap-siap juga?" Ilham datang dan memecah momen kebersamaan Seina dan Devan.
"Aku sudah siap kok. Tinggal ganti baju aja." tukas Seina yang hendak pergi menuju kamarnya namun tiba-tiba langkahnya terhenti dan ia menoleh ke arah Ilham. "Oh iya ham, besok jika ada telepon dari orang yang bernama Adiguna, jika dia memberikan tawaran untukku langsung terima saja."
"Hei tawaran untukmu banyak sekali aku sampai bingung."
"Prioritaskan yang itu. Aku hanya mau menyanyikan lagu ciptaan dari Adiguna." Seina tersenyum lalu beranjak pergi. Sementara Ilham hanya kebingungan dengan sikap aneh sahabatnya itu. Seina tampak sangat bahagia walaupun hanya mendengar kabar ini dari Devan. Entah bagaimana ia akan bersikap jika nantinya ia akan berhadapan dengan Adiguna setelah tau fakta sebenarnya.
***
Pemotretan berjalan cukup lancar walaupun ini adalah kali pertama bagi Seina melakukan sesi pemotretan untuk sebuah iklan di majalah. Seina awalnya merasa canggung dan kaku. Namun Devan yang merupakan pasangannya dalam pemotretan itu mencoba membuat Seina merasa nyaman dan juga sedikit mengarahkan gadis itu untuk berpose senatural mungkin.
Keduanya berpose dengan cukup romantis terlebih terlihat senyuman mengembang sempurna di bibir Seina, membuat hasil foto pun tampak bagus. Senyum seina bukan tanpa alasan, namun bukan pula Devan yang menjadi alasan senyuman itu, melainkan ia yang sudah tak sabar ingin bertemu dengan Adiguna. Ia tak sabar ingin menjalin kerjasama dengan ayah kandungnya. Mungkin dengan begitu ia bisa sering bertemu dengan pria itu. Pria yang bahkan selama hidupnya tak pernah ada untuk dirinya dan juga ibunya.
"Aku gak nyangka kamu ternyata berbakat juga jadi model." puji Devan.
"Hah? Apanya? Ini adalah pengalaman pertamaku dan jujur saja rasanya kaku banget." ujar Seina yang merasa aneh di puji oleh Devan.
"Tapi menurutku kamu oke. Hanya perlu sedikit di arahkan tapi kamu langsung paham dan langsung bisa mengikuti." Devan yang terus-terusan memuji tentu saja membuat Seina menjadi malu dan memerah.
Bersambung...!