Chereads / Kompromi Cinta Sang Idola / Chapter 40 - Penantian cinta

Chapter 40 - Penantian cinta

Setelah membahas hal ini dengan Seina, Devan Pun minta izin pulang karena hari sudah mulai malam mereka berdua larut dalam pikiran mereka masing-masing tentang rencana pernikahan yang bagi mereka memang terlalu mendadak.

Seina sendiri yang berada di dalam kamarnya merasa heran. Kenapa ia bisa membuat keputusan seperti ini, Padahal awalnya ia masih ingin menikmati karirnya sebagai seorang penyanyi pendatang baru ia ingin bisa menjadi seseorang yang bisa dibanggakan oleh kedua orang tuanya Ia juga ingin menjadi seorang penyanyi yang yang bisa membuat Adiguna bangga.

Sementara itu Devan yang ada di dalam rumahnya sendiri Kini juga berpikir hal yang sama. Memikirkan tentang rencana pernikahan ia tak menyangka Seina akan mengambil keputusan secepat ini.

Kini disaat Seina sudah yakin dengan keputusannya mengapa justru Devan merasa ragu? Ia merasa aneh dan tak tega kepada Seina karena perempuan itu baru saja hendak meniti karir yang baru saja di bangunnya. Haruskan ia menghancurkan karir itu? Atau bisa kah ia justru membuat nama Seina semakin naik setelah menikah nanti?

***

Di kediaman Adiguna pria itu sedang berbaring dan tidur bersama dengan Vira sang istri. Vira sendiri sudah terlelap sementara Adiguna masih terjaga. Pria itu mengenang pertemuannya dengan Seina. Meski ia belum yakin jika Seina adalah anaknya namun entah mengapa ia merasa senang bertemu dengan gadis itu.

Ia masih ragu dan tak yakin jika belum bertemu dengan Santi dan menanyakannya langsung kepada Santi apakah seina memanglah putrinya atau tidak. Namun jika di tilik dari usia Seina yang hampir seumuran dengan vivi membuatnya yakin jika mungkin saja santi berbohong kalau anaknya telah meninggal. Mungkin saja anaknya masih hidup dan dia adalah Seina.

Adiguna merasa tak sabar untuk bisa bekerja sama dengan Seina. Ia ingin punya waktu lebih dengan gadis itu. Bakar yang dimiliki dan potensi dari gadis itu mengingatkan dirinya pada masa mudanya sendiri.

"Papa, Kok belum tidur?"

"Emm ya belum ngantuk."

"Terus kenapa kok senyum-senyum sendiri?" ternyata sedari tadi Vira yang menggeliat membuka matanya dan menyadari jika suaminya tampak senyum-senyum sendiri.

"Ah nggak. Ya udah papa mau tidur." Adiguna langsung menarik selimutnya dan menenggelamkan sebagian tubuhnya dan mulai menutup matanya pura-pura untuk langsung tertidur padahal tentu saja jelas jika ia tak akan semudah itu langsung tertidur ia masih membayangkan Seina dalam matanya yang terpejam.

Melihat ada yang ganjil dengan suaminya vira menjadi curiga. Apakah jangan-jangan suaminya punya perempuan lain diluaran sana? Vira memang merasa akhir-akhir ini suaminya menjadi aneh seolah menutup-nutupi sesuatu darinya. Perasaan seorang istri tentu saja tak pernah salah, kecurigaannya kini semakin menguat karena suaminya kepergok senyum-senyum sendiri seperti membayangkan sesuatu. Dan vira yakin jika suaminya membayangkan perempuan lain.

Perempuan itu kini justru yang tak bisa tidur. Ia menunggu sampai suaminya benar-benar tidur dengan nyenyak. Vira kini diam-diam meraih handphone suaminya yang di letakkan diatas meja nakas. Ia Mengambilnya dengan sangat hati-hati agar suaminya tak terbangun.

Vira Mulai menyalakan benda pipih tersebut dan mengecek isi dari pesan singkat dalam handphone tersebut. Ia menelusuri setiap pesan yang ada. Namun ia sama sekali tak menemukan hal yang janggal. Sama sekali tak ada chating dengan perempuan lain. Tapi entah mengapa perasaan vira masih tak tenang. Ia masih memendam rasa curiga. Ia yakin jika suaminya menyembunyikan sesuatu.

"Siapa? Siapa sebenarnya yang membuat papa bisa berubah dan bersikap aneh seperti ini?" gumam vira dengan lirih. Ia yang tak menemukan apapun meletakkan kembali handphone sang suami dengan hati-hati ketempat semula. Rasa curiga yang memenuhi relung hati dan otaknya membuat Vira sama sekali tak bisa tidur. Pikirannya melayang-layang kemana-mana mencoba menerka-nerka tentang siapa perempuan murahan yang mencoba menggoda suaminya.

***

Kali ini Seina memenuhi permintaan Adiguna untuk pergi ke studio nya dan mendengarkan langsung lagu ciptaan pria itu serta mencoba untuk tes vokal untuk lagu tersebut.

Kali ini Seina ditemani oleh Ilham saja. Sementara Devan ada urusan yang lainnya. Awalnya Seina merasa sangat canggung berada di studio musik tersebut. Ini adalah kamu pertama baginya berada di tempat seperti ini. Tapi tentu saja Seina merasa senang karena ia akan punya banyak waktu hari ini untuk bisa menikmati kebersamaan bersama dengan Adiguna.

Seina yang membaca lirik lagu berjudul penantian cinta ciptaan Adiguna merasa terharu dengan isi dari lirik lagu tersebut. Maknanya begitu dalam hingga ia terbawa perasaan saat mencoba untuk menyanyikannya. Seina mulai take vokal di ruangan khusus dengan sebuah earphne di telinganya. Suara musik mulai menggema dan ia mulai bernyanyi di depan sebuah microfone. Suara merdu dan indah Seina menngelegar mulai dari nada yang rendah mengalun hingga nada tertinggi. Sekali percobaan saja suara Seina sudah berhasil membuat Adiguna dan Ilham yang mendengar turut merinding mendengar suara indah Seina.

Prok prok prok..

Adiguna bertepuk tangan saat Seina telah usai menyanyikan hasil karyanya. "Suara kamu memang benar-benar cocok untuk lagu ini Seina." puji Adiguna.

Seina yang masih di dalam ruangan tersenyum, matanya berkaca-kaca. Andai Adiguna tau jika ia adalah putrinya apakah pria itu masih akan sebangga ini kepada dirinya?

"Terimakasih om. Lagunya bagus. Maknanya dalam banget."

"Ya. Lagu ini memang mengisahkan sebuah penantian seseorang yang berjuang untuk bisa bertemu dengan orang yang di rindu kan nya."

Deg.

Secara tidak langsung pria itu membuat lagu seperti apa yang Seina alami selama ini. Kerinduan dan penantian untuk bertemu dengan ayah kandungnya.

"Apakah ini mengandung pengalaman dari om sendiri?"

Adiguna memutar bola matanya sejenak. Lalu terkekeh pelan. "Mungkin." jawaban singkat yang pria itu tak mau jelaskan. "Suara kamu memang sudah sangat bagus dan sesuai. Tapi untuk nada tinggi tolong di perhatikan sebaiknya kamu tak perlu terlalu memberi tekanan di nada-nada tinggi. Dan yang untuk bait kedua tolong intonasinya di perjelas."

"Baik om. Nanti akan saya coba lagi."

"Kamu memang hebat Seina kamu bisa belajar dengan cepat. Om tidak salah memilih kamu untuk menyanyikan lagu ini." Adiguna mendekat kearah Seina. Ia mengusap rambut pada puncak kepala gadis itu dengan lembut. Entah mengapa tangan Adiguna kini justru turun mengusap lembut pipi Seina yang merona kemerahan karena malu.

Seina merasa gugup dengan perilaku Adiguna. Dalam bayangannya Seina membayangkan pria tersebut akan memeluknya, memberikan kehangatan dan kasih sayang seorang ayah yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Namun sayang semua itu hanyalah bayangan Seina saja.

Sementara itu Adiguna yang mengusap lembut pipi Seina benar-benar terpana dengan wajah Seina yang begitu mengingatkannya dengan Santi. Seina dan Santi memang memiliki mata yang sangat mirip. Cara Seina memandangnya dan senyuman itu sungguh membuat Adiguna memutar kembali memori dalam otaknya dimana kenangan-kenangan ia dan santi dulu pernah bersama.

Bersambung..!