"Yang namanya kenangan yaa kenangan, sesuatu hal yang tumbuh dari masa lalu. Rasanya tentu ada yang manis, ada yang asin, ada yang hambar, atau bahkan ada yang pahit. Tinggal kamu suka yang mana?, kamu boleh memilih salah satu diantarnya, atau kamu juga boleh menyatukan keseluruhan rasanya menjadi secangkir kopi susu dan satu toples biskuit original. Kemudian dinikmati saat pagi, pasti nikmat."
"Whose name memories yes memories, something that grew from the past. It tastes of course there are sweet, some salty, some tasteless, or even some bitter. Just what do you like?, you can choose one of them, or you can combine the whole taste into a cup of milk coffee and a jar of original biscuits. Enjoyed in the morning, definitely delicious."
Yogyakarta, Oktober 2017. "Cetak, cetak, cetak.." suara keyboard sobat kecil itu terus berdendang, hingga dibuyarkan dengan datangnya sosok wanita itu, "Ehemmm, sibuk amat nih" sapanya sembari memposisikan duduk disamping Juang yang sedang sibuk menulis sajak. "Terusin aja, kenapa diem?, aku ngak mau ngerecokin kok, cuma mau mandangin wajah kamu yang tampan ini" ungkapnya menggoda. "Gimana bisa nulis kalau kamu disini terus," sembari mengangkat alis dan mengembangkan senyum seraya melirik wanita berkulit sawo matang, bibir tipis, mata sedang serta rambut hitam sebahunya yang sebagian atasnya diikat dan sebagiannya dibiarkan terurai rapi. Gaya rambut itu nampak cocok dan lucu sesuai dengan bentuk wajah yang dimiliki wanita yang saat ini ada disampingnya itu. Menyadari akan lirikan tajam dari Juang membuat jantung Binay berdendang kencang seakan ingin lari dan bersembunyi dari rumahnya, pipinya merah padam, sama persis seperti setahun lalu saat awal mula perkenalan mereka.
Merasa hatinya sudah tidak bisa terkontrol lagi, Binay segera membuyarkan arah focus matanya yang sedari tadi ikut memandangi Juang. Jika diteruskan ia takut akan membahayakan kerja jantungnya yang berlebihan. Segera ia berdiri dari kursi dan pergi meninggalkan Juang yang saat itu masih saja memandangnya, namun langkah itu terhenti dengan tarikan tangan dari juang dan "Cup" bibir itu mendarat tepat pada pipi Binay, menambah merah area tersebut. "Wahahahaaaaa" Juang tertawa kegirangan. Bagaimana tidak tertawa, Juang melihat secara langsung betapa lucunya ekspresi dari Binay yang amat terkejut dan kemudian bertransformasi dari wujud buah sawo menjadi wujud buah tomat dengan sekali kecupan. Merasa dirinya saat itu sedang diejek oleh Juang, Binay lantas menjadi geram dan memukul-mukul tubuh gempa lelaki itu hingga merintih kesakitan, namun bukan Binay namanya jika berhenti memukul hanya karena kasihan mendengar keluhan sakit dari mulut Juang. Pukulan demi pukulan itu ia layangkan terus, dan berhenti seketika saat tangan Juanglah yang menggenggamnya secara langsung. "Udah yaa, nanti kamu capek mukul terus" ujar Juang. "Hemmm" Binay mendengus kesal sekaligus lega. Kesal karena dia masih gemas, dan lega karena tangannya memang sudah lelah melayangkan pukulan.
Dari kamar kontrakan pojok utara nomor 3, Dio dan Amir mengintip lewat pintunya yang sedikit terbuka. Teman satu kontrakan Juang itu memang sedari tadi berada disana sedang bermain game, namun permainan game mereka ternyata teralihkan dengan kedatangan Binay mendekati Juang yang sedang sibuk menulis novel di ruang tamu. Keduanya merasa iri dengan hubungan dua sejoli itu yang nampak serasi, yang cowok berparas lumayan tapi keren, pinter, rajin, dan yang cewek cantik, pinter, baik hati, dan tentu saja royal. "Pasangan yang sempurna" ucap Amir lirih. "Ho.ooo, gue juga pengen punya pacar, huhuuuu" jawab Dio sembari mengkerutkan dahinya dan menekuk garis bibirnya melengkung ke bawah sehingga menampakkan wajah sedih.
Juang mendekatkan mulutya ke telinga Binay dan Binay membalas dengan menyondongkan kepalanya mendekat kearah mulut Juang, nampaknya ia faham apa yang akan disampaikan oleh Juang, "Stt, kita pergi jalan-jalan aja yok" ucapnya lirih sembari mengisyaratkan matanya kearah kamar nomor 3. Mereka tau bahwa sedari tadi ada dua tikus yang sedang mengintai dan membicarakan mereka. Bagaimana mereka tidak tau, jika gelagat keduanya sedari tadi amat mencurigakan. Tak biasanya jika mereka bermain game tanpa ada suara gaduh dan umputan-umpatan sehari-harinya yang cukup membuat risih ditelinga itu.
Kaki keduanya pasangan itu diangkat pelan, selangkah demi selangkah menuju pintu keluar, menuntun motor hingga ke luar gerbang, dan "brummmmm", motor itu melaju kencang dikendarai oleh Juang dan Binay. Mendengara suara motor itu tentu saja Dio dan Amir segera menyadarinya dan berlari keluar kamar. Menepuk jidat, keduanya saling menatap, menyesalkan dan saling menyalahkan karena lalai menjaga motornya. Motor yang dibawa oleh Juang adalah motor Vespa milik Amir. Bukannya tidak boleh dipinjam, tapi rencananya hari ini motor itu akan dipakainya bersama Dio pergi ke pagelaran motor Vespa Nasional yang diadakan di Alun-alun Kidul kota Yogyakarta. Sedangkan di kontrakannya hari itu tinggal ada 3 motor, 2 motor Beat kepunyaan Juang dan Reno teman sekontrakannya yang lain yang sedang menikmati bobok siang, dan motor Vario kepunyaan Binay. Jika mereka mau, mereka bebas memakai antara ketiganya, namun kembali lagi acaranya adalah pagelaran motor Vespa, kurang keren jika mereka datang dengan motor yang lain. Begitulah pemikiran keduanya.
***
Motor itu terus malaju mengitari jalanan Kota Yogyakarta. Kedua sejoli itu sebenarnya memang tidak punya tempat tujuan, tujuan mereka saat itu hanyalah sebatas berduaan dan berbincang canda, ditambah dengan niatan jelek mengerjai kedua temannya tadi. Tepat diperempatan tugu Kota Yogyakarta, laju motor mereka terhenti oleh lampu merah. Biasanya lampu merah adalah hal yang menyebalkan, namun kali ini tidak. Sepertinya Lampu lalu lintas itu tau jika sejoli itu perlu melihat hal-hal indah yang sedang disuguhkan oleh awan. Tepat di atas tugu tersirat garis melengkung dilangit berwarna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan violet yang terlukis apik di awan biru itu. Bulan Oktober ini memang musimnya hujan, jadi tak heran jika pagi itu sebelum mereka pergi jalan-jalan hujan baru saja reda, atau lebih tepatnya tinggal rintiknya yang masih membasahi bumi. Seperti tradisinya, setelah hujan pelangipun menyapa semua makhluk dimuka bumi, termasuk kedua sejoli itu, mereka menikmatinya, menikmati keindahan sang pelangi meski sesaat. "Esok pelangi itu akan kembali, jika rindu padanya minta saja pada tuhan," ucap Juang pada Binay.
Perkataan Juang memanglah Bijak, itulah yang semakin membuat Binay jatuh hati padanya. Sosok itu teramat perhatian padanya, namun sebenarnya bukan itu awal mula Binay mencintainya. Untuk urusan hati Binay memang sosok yang rumit, ia tidak suka dengan sesorang yang terlihat tampan, keren, atau apalah dengan segala kelebihannya. Tipe idealnya sebenarnya adalah sosok yang cukup, cukup perhatian, cukup pengertian, cukup humoris, dan cukup-cukup yang lainnya, yang pasti cukup menurut standarnya. Binay tidak suka didekati dengan cara serta merta atau terlalu tampak, ia lebih suka berteman bukan cinta-cintaan. Binay terlalu gampang risih, contohnya saja, jika ada sosok lelaki yang mencoba curi-curi pandang kepadanya, atau menghubunginya dengan tiba-tiba dan melayangkan berbagai kata-kata pujian kepadanya sehingga terlihat jelas menyukainya, hal itu membuat Binay tanpa ragu untuk bilang tidak. Untung saja hal-hal itu tidak dilakukan Juang saat pertama kali mereka bertemu. Mereka bertema layaknya teman seperti biasa, namun semakin lama rasa itu tumbuh dengan sendirinya, dan mereka menjadi sosok yang saling mencintai tanpa sebab, tanpa tau alasan apa yang membuat keduanya saling jatuh cinta.
"Makan yuk dek!" ajak Juang yang sontak membangunkan Binay dari tidurnya. Maklum saja, hampir seminggu ini Binay sering begadang untuk mengerjakan tugas laporan mata kuliah estetika yang sedang ia hambil di semester enam ini. Sebenarnya dia punya banyak waktu luang untuk mengerjakan, namun menurutnya tingkat keenceran otaknya berfikir adalah dimalam hari, jika disiang hari pikirannya selalu buntu dan lelet. "Kamu tidur yaa?" tanya Juang, "Hehee, maap ketiduran" jawab Binay sedikit nyengir. Juang teheran-heran mengetahui wanita yang teramat dicintainya itu bisa seenaknya tidur dalam posisi dibonceng, pantas saja sedari tadi hening, tidak ada sedikitpun terdengar suara serak-serak basah khas Binay sampai pada telinganya. Awalnya ia mengira bahwa Binay sedang menikmati suasana, jadi tak terlalu banyak bicara, ternyata dugaannya itu terlampau benar, Binay terlampau menikmati suasana itu hingga terlelap. Untung saja tangan Binay memeluk erat tubuh Juang, dan Juang sesekali memegangi dan merapikan pegangan itu agar tak terlepas dari tubuhnya, jika tidak entahlah apa yang akan terjadi.
Diturunkan standar motornya, "Makan sini aja yaa" ajaknya. Mereka berhenti di pinggir jalan dekat rel kereta api. Disitu banyak sekali berdiri warung kaki lima yang hampir keseluruhan menjual es doger dan beberapa diantaranya dilengkapi dengan menu siomay. Pilihan menu yang ditawarkan memang terlalu biasa dan tidak berfariasi, namun harganya yang murah dan rasanya yang enak dan segar tidak perlu diragukan lagi, pantas saja setiap masuk jam siang seperti ini warung-warung disini cukup ramai dengan pelanggan. Jika ditengok kanan kirinya tempat ini dekat dengan lokasi kampus-kampus ternama, ditambah lagi dengan banyaknya pohon yang rimbun, sehingga menumbuhkan suasana yang sejuk dan nyama digunakan untuk sekedar bercengkrama dan berbagi cerita. Karena itu tak heran jika pengunjung disini mayoritas adalah segerombolan mahasiswa atau sepasang muda-mudi yang sedang bermadu kasih. Seperti mereka.
______________________________________
Thanks telah membaca
IG. @putikjingga
Ttd. Putik Jingga🧡