Chereads / Love High School / Chapter 2 - Masih Peduli

Chapter 2 - Masih Peduli

"Wah cantik sekali ya, dia sangat cantik! Dia juga seksi," bisik anak kelas.

"Arca, kamu masih nomor satu bagiku," kata Romzy sambil tersenyum centil. Jelas Romzy suka sama Arca, tapi Arca tak lebih hanya menganggapnya sebatas sahabat. Romzy dan Zita adalah sahabat Arca yang tahu cara membuat keributan, kekacauan dan permainan yang tak tanggung senangnya, sedangkan Bima sahabat mereka yang menanggung kekacauan.

"Baiklah, Sanes kamu boleh duduk di... nah, di sebelah Romzy kosong, silahkan!" suruh Ibu Dini.

"Apa... gak boleh!" teriak Romzy.

"Gak boleh?" Ibu Dini mulai melotot Romzy tajam.

"Ahaha, boleh aja," jawab Romzy segan. Itulah mengapa semua murid duduk rapi bila Ibu Dini datang.

Arca terkekeh kecil. "Romzy, kamu tidak bisa lagi tiduran di dua kursi, hahaha..."

"Jangan meledekku," ucap Romzy kesal pada ibu DIni.

Sanes duduk di depan Arca dengan anggun. Arca tersenyum pada Bima sambil mengarah matanya pada Sanes, sebuah kode.

"Gak peduli," ucap Bima singkat tak berekspresi.

"Bima memang gak peduli wanita," ucap Romzy menyindir. Arca hanya memayurkan bibirnya.

***

Teng... teng... teng...

"Yey... akhirnya istirahat tiba," ucap Arca sambil menguap.

"Ayo cepat kita ke kantin!" ajak Zita. Zita merangkul Arca dan membawanya dengan cepat. Akibat Zita melihat Dimas ke luar bersama temannya. Jelas kalau Zita suka sama Dimas.

"Eh!" Arca menghentikan langkahnya dan melihat Sanes. "Sanes kamu tidak ikut ke kantin?"

Sanes hanya membuang muka.

"Cih, cewek sombong!" kesel Zita. Arca juga ikut kesal dan melanjut melangkah lebih cepat.

"Eh, tunggu aku!" Romzy menyusul.

Di kelas hanya tinggal dua orang, Bima dan Sanes. Bima masih fokus memecahkan misteri matematika, sedangkan Sanes mulai menundukkan dagunya yang tegak dan menatap roknya lemas.

Bima berhenti menulis, ujung pensilnya patah. Bima melirik Sanes dan berpikir mungkin Sanes bisa membantu.

"Hei, apa kamu punya pensil?" tanya Bima pada Sanes.

Sanes menoleh ke belakang dan menatap Bima yang tampan. Matanya mulai bersinar seperti melihat kembali cahaya kehidupan. Berpikir mungkin Bima adalah jodoh yang dititipkan Tuhan kepadanya.

Bima bingung melihat Sanes yang tak menjawab. "Kamu tidak punya, ya!" ucap Bima menghembus nafas.

"Oh, ini!" Sanes mengeluarkan kotak pensil dan memberinya 5 pensil.

"Eh, aku cuma butuh satu." Bima mengambil satu. "Akan kukembalikan nanti."

"Baik," balas Sanes terus melirik Bima. Bima tak pernah peduli.

Di Kantin,

"Lalu aku bakar sekolah ini, hahaha!" Aksi heboh Romzy di atas meja kantin. Mereka baru sadar Ibu Kepala Sekolah menatapnya dari jauh, Romzy langsung turun dan terduduk manis.

"Mimpimu konyol, tapi mengesankan, mungkin lebih baik kalau benar-benar terjadi," kata Arca tertawa kecil. Romzy dan Arca mengetos tangan mereka.

Zita seperti biasa menaikkan kakinya di atas meja sambil memakan burger. Sesekali dia tersenyum mereng melihat tingkah dua sahabatnya yang konyol. Lebih seringnya Zita diam-diam melirik Dimas saat makan dan berbicara dengan temannya.

"Baiklah, kalian mau dengar lelucon?" Zita mulai berbicara.

"Oke, coba!" Romzy penasaran dan Arca mengangguk.

"Ehem, kalian tahu lem kan?"

"Tentu," jawab Arca.

"Lem itu sangat hebat, dia bisa menyatukan kembali benda yang patah, terbelah dan sobek,"

"Memang ia."Romzy tidak mengangap itu lelucon.

"Eh... tapi kalian harus tahu sehebat-hebatnya lem itu dia juga lengket sama kita," ucap Zita sambil melirik bola matanya ke arah kiri. Ternyata yang dimaksud itu adalah Bima. Bima menuju ke arah mereka, berjalan dengan kedua tangan di kantong celananya.

"Ahahahaha..." Romzy dan Arca tertawa besar.

"Itu sangat lucu," kata Arca.

"Daripada lem, aku lebih suka menganggapnya benalu," kata Romzy membuat Arca dan Zita semakin tertawa terbahak-bahak.

Bima sudah menduga mereka sedang menertawainya dan duduk di sebelah Arca sambil memakan roti dengan lahap.

"Sangat rakus," ucap Arca melihat cara Bima memakan tergesa-gesa.

"Aku belum makan sejak tadi malam," jawab Bima.

"Ha, tetus kenapa gak datang ke rumahku?" heran Arca.

"Hanya tidak ingin mengganggu suasana keluargamu," jawab Bima.

Arca menatap Bima dengan iba. "Suasana apanya, justru kalau kamu bergabung orang tuaku sangat senang. Terutama Ayahku, dia itu sangat ingin punya anak laki-laki hingga memperlakukanmu lebih baik dariku."

"Yah, aku tau, ayahmu begitu menyukaiku, tapi tetap saja..." putus Bima.

"Uh... kamu ini, terserah kamu saja, aku gak peduli! Biarin aja kamu mati kelaparan," ucap Arca kesel.

Bima terdiam dan menatap Arca sesuatu.

***