"Masuk," Ramon mengulangi kata- katanya lagi, dia terlihat mengerutkan keningnya, tidak suka dengan sorot mata Hailee yang menatapnya dengan tercengang.
"Masuk kemana?" tanya Hailee dengan hati- hati. Tanpa disadarinya, dia justru melangkah mundur untuk menghindari Ramon.
Namun, pria itu dengan cekatan menarik pergelangan tangan Hailee dan menariknya masuk kedalam kamar. Kemudian, dengan tangannya yang bebas, dia mengambil nampan yang berisi obat- obatannya, yang dipegang oleh seorang pelayan.
Pelayan tersebut terlihat terkejut, tapi tidak mengatakan apa- apa ketika pintu kamar ditutup dengan cepat.
"Ada yang mau kubicarakan padamu," ucap Ramon sambil mendorong pintu hingga menutup dengan tubuhnya dan memberikan nampan di tangannya pada Hailee, lalu melangkah masuk ke dalam kamar.
Sambil berjalan, dia mengambil handuk yang tadi dia letakan begitu saja di sandaran kursi karena Hailee begitu berisik, dan mulai menggunakannya untuk mengeringkan rambutnya
"Apa? Apa yang kau ingin bicarakan?" Hailee melirik pintu yang tertutup, tapi tidak terkunci.
Hailee bisa saja tidak mendengarkan Ramon dan melarikan diri dari kamar ini, tapi begitu gadis itu menoleh, dia mendapatkan pemandangan yang sulit untuk ditolak.
Perut kotak- kotak Ramon…
Nafas Hailee tercekat di tenggorokannya, dia mendapati dirinya sulit untuk mengalihkan pandangannya dan justru berakhir menatap dengan tajam ke arah perut Ramon.
Sungguh memalukan! Tapi, mau bagaimana lagi? Dia kan juga wanita normal dan pemandangan ini begitu sayang untuk dilewatkan begitu saja.
"Apa yang kau lihat?" Ramon kembali melemparkan handuk ke atas sandaran kursi dan melipat tangannya di depan dada. "Duduklah, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu."
Entah Ramon sengaja atau tidak, tapi dengan dirinya yang melipat kedua tangan seperti itu, justru membuat otot- otot bicepnya menjadi lebih jelas terlihat.
Hailee merutuk dalam hati.
Bukannya dia tidak pernah melihat pria bertelanjang dada seperti ini, tapi Theo sudah pasti tidak memiliki perut seperti yang dimiliki Ramon. Atau setampan Ramon. Atau sekaya Ramon.
Ugh! Pria ini merupakan sebuah godaan!
"Bisa tidak kau pakai baju dulu?" gerutu Hailee sambil merutuk sisi dirinya yang tidak ingin kalau Ramon benar- benar mengenakan pakaian. Hailee merasa dirinya berubah menjadi orang yang mesum di hadapan pria ini.
"Kenapa? Tidak terbiasa?" tanya Ramon, tapi dengan baik hati dia melangkah menuju wardrobe- nya.
Hailee segera mengalihkan perhatiannya dan duduk di kursi seraya meletakkan nampan berisi obat- obatanya yang sejak tadi dipegangnya. Sangat tidak lucu kalau tiba- tiba, karena saking syoknya, Hailee menjatuhkan nampan tersebut. Dia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri!
"Memangnya kau tidak pernah melihatku seperti ini selama dua tahun hubungan kita?" Ramon bertanya dari balik wardrobe- nya, sementara Hailee menancapkan pandangannya pada ujung- ujung jari kakinya. Tidak ingin tergoda untuk mengangkat kepala. "Aku rasa ini merupakan kebiasaanku. Seharusnya kau pernah melihatku seperti ini beberapa kali."
Tentu saja Ramon hanya memancing Hailee. Dia tahu dari awal kalau gadis ini berbohong mengenai dirinya yang merupakan tunangannya. Tapi, melihat bagaimana Hailee bersikap dan latar belakang dirinya, Ramon merasa gadis ini tidak memiliki niat yang buruk terhadap dirinya ataupun keluarganya.
Tapi, tentu saja Ramon masih harus berjaga- jaga dan mengantisipasi kemungkinan yang tidak diinginkan.
Kalau Hailee tidak berniat untuk mencelakai keluarganya atau memiliki niat tersembunyi, itu berarti ada masalah pada gadis ini dan dia butuh tempat berlindung. Hal inilah yang akan Ramon pelajari lebih jauh lagi.
"Ah, tentu saja… tapi, bukan berarti aku menyukainya," jawab Hailee separuh bergumam. Dia ingin memukul kebodohannya sendiri atas jawabannya yang sama sekali tidak masuk akal.
Kalau hubungan mereka sudah berjalan selama dua tahun dan ini merupakan kebiasaan Ramon, sudah pasti Hailee pernah melihatnya seperti ini, dan sudah pasti juga kalau dia tidak akan menanggapinya dengan malu- malu.
Acting- nya sungguh jelek! Hailee kembali merutuk. Dia hanya berharap Ramon tidak mencurigainya.
"Benarkah?" Ramon kembali dengan mengenakan kaos putih polos dengan celana training panjang berwarna biru tua. "Tapi kau tidak tampak seperti orang yang terbiasa melihatku seperti ini? Kau bahkan terasa canggung berada di dekatku."
"Tentu saja tidak." Tolak Hailee dengan segera. Dia mengangkat kepalanya dan mendapati Ramon tengah menatapnya dengan tatapan penuh makna. "Kau kan tidak ingat apa- apa."
"Kalau begitu kemarilah." Ramon melambaikan tangannya, memanggil Hailee agar gadis itu mendekat, tapi Hailee justru mengerutkan dahinya. "Kenapa?"
"Kalau kau mau mengatakan sesuatu, katakan saja sekarang, aku bisa mendengarnya dari sini," ucap Hailee. Dia mengangkat wajahnya dengan sikap seolah hal ini sama sekali tidak mengganggunya, tapi yang tidak dia tahu adalah; Ramon dapat melihat kepura- puraannya itu dengan sangat jelas.
Sebenarnya, jarak di antara mereka tidak begitu jauh, mereka hanya terpisah dengan sebuah meja bulat saja, jadi tidak masalah kalau Hailee duduk di tempatnya semula.
"Baiklah," Ramon mengalah dan ini membuat Hailee lega. Pria itu lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dan menatap gadis yang terlihat tegang di hadapannya untuk sesaat.
"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Hailee tidak sabar. Dia merasa terganggu dengan tatapan menyelidik yang Ramon berikan.
"Karena aku kehilangan ingatanku dan semua memori saat kita bersama, aku ingin kau menceritakan semuanya padaku," ucap Ramon tanpa basa- basi.
"Menceritakan apa?" Hailee menjadi was- was, matanya menatap Ramon dengan waspada. Kalau Ramon memintanya menceritakan mengenai masa lalu mereka secara detail, masa lalu apa yang mereka punya???
"Tentu saja saat dua tahun kita bersama," Ramon berkata dengan santai. Dia menopangkan dagunya di atas kepalan tangannya yang dia tumpukan di lengan sofa. "Pasti banyak hal yang terjadi, bukan? Aku ingin kau menceritakan semuanya. Mungkin saja aku bisa mengingat beberapa kejadian."
"Itu…" Hailee menyentuh tengkuknya tanpa sadar. Ini merupakan gerakan yang selalu dia lakukan kalau dirinya merasa tidak nyaman. "Mungkin kita seharusnya tidak memaksakan hal ini… kau baru saja keluar dari rumah sakit, lagipula kita masih memiliki banyak waktu… tidak perlu terburu- buru."
Ramon menghela nafas dengan dalam dan hal ini justru membuat Hailee merasa semakin tidak nyaman. Seolah pria di hadapannya ini bisa mencium aroma kebohongan dari dirinya.
Namun, tidak peduli seberapa kerasnya dia berusaha, Hailee tetap tidak bisa menyembunyikan kegugupannya.
"Baiklah," kata Ramon. "Kita mulai dari hal yang paling dasar saja dulu."
Hailee tidak suka ini… seharusnya dia melarikan diri di saat dia memiliki kesempatan. Sekarang, dia tidak memiliki jalan keluar lain selain menambah kebohongannya.
"Apa?" tanya Hailee dengan suara yang pelan. Matanya menatap Ramon dengan khawatir. Kata- kata dari pria ini bisa sangat tidak terduga.
"Ceritakan mengenai keluargamu."