"Semuanya ada di sini?"
Tiba- tiba terdengar suara Lis di tengah acara makan mereka dan Hailee terdiam di tengah argumentasinya dengan Lexus, dengan sendok yang terangkat tinggi,
Ketika mata Hailee menangkap sosok Lis, dia terkesiap dan segera menurunkan tangannya, fokus pada makanan yang ada di piringnya. Hal ini justru membuat Lexus tertawa.
"Hei, kenapa kau jadi sependiam kelinci begitu?" goda Lexus sambil mengambil satu potong daging lagi, sementara Ramon hanya menatap gadis di hadapannya yang kini tertunduk tidak bersuara.
Lis kemudian melangkah mendekat dan duduk di samping Hailee, di hadapan Ramon. "Kalian sedang makan malam."
Lis mendatangi rumah ini karena baik Ramon, Hailee ataupun Lexus, yang dirinya suruh untuk mengecek kakaknya, tidak kunjung mengangkat panggilan teleponnya. Jadi, Lis memutuskan untuk melihat apa yang terjadi pada anak- anaknya ini.
"Ini semua adalah buatan Hailee," ucap Lexus dengan bangga, seolah dirinya yang telah memasak semua ini, lalu dia kembali makan dengan lahap.
"Benarkah?" Lis mengangkat alisnya dengan tidak percaya. Dia tidak pernah menemui seorang gadis pun, seusia Hailee, yang bisa menciptakan sesuatu yang layak dimakan di dapur. "Apa benar kau yang memasak Hailee?"
"Iya, tentu saja. Aku dan Ramon melihatnya memasak," jawab Lexus yang kemudian mengambil satu potong daging lagi tanpa malu- malu.
Lis menatap Ramon, tapi putra tertuanya itu bahkan tidak menatapnya dan hanya fokus pada makanan di piringnya. Padahal, Ramon sangatlah selektif dalam hal makanan, apalagi dia memiliki alergi pada jenis makanan tertentu dan tidak semua makanan cocok dengan lidahnya yang terlalu sensitive itu.
Karena tidak mendapat tanggapan dari Ramon, jadi Lis mengalihkan perhatiannya pada Hailee.
"Benar, ini semua kau yang telah memasaknya?" tanya Lis. Dia masih tidak percaya pada kata- kata Lexus, tapi untuk apa putranya itu berbohong?
"Iya," jawab Hailee malu- malu. Ramon lalu meminta seorang pelayan untuk menyajikan satu piring kosong lagi untuk ibunya, sementara Hailee meletakkan beberapa potong udang dan sayuran ke atas piringnya. "Silahkan dicoba," gumam Hailee.
Sebenarnya Lis sudah makan sebelum ke sini, tapi karena ini adalah masakan calon menantunya, maka tidak ada salahnya kalau dia mencoba.
Dan matanya terbelalak tidak percaya ketika daging lembut dan juicy itu menyentuh indera perasanya. Tekstur daging tersebut sangat pas dengan saus yang begitu menggoda selera. Lis pernah memakan masakan seperti ini, tapi tentu saja itu adalah hasil karya dari chef terkenal, sementara Hailee…
Lis menoleh menatap gadis di sebelahnya yang tersenyum menunggu komentar darinya.
"Bagaimana? Enak, kan?" tanya Lexus dengan nada menggoda begitu melihat ekspresi terkejut dari ibunya. Pria itu tertawa kecil saat Lis berusaha berdehem untuk mengembalikan kembali ekspresi wajahnya yang tenang.
"Enak," jawab Lis yang membuat Hailee menyeringai senang. "Darimana kau belajar memasak?"
"Otodidak," kata Hailee, dia kemudian menuangkan minuman ke gelas Lis dan menambahkan makanan lainnya, agar nyonya Tordoff ini bisa mencicipi. "Saya suka makan, jadi tertarik untuk mencoba."
"Aku suka makan, tapi aku tidak bisa masak," celetuk Lexus, yang mendapat tatapan mencela dari Hailee. Kalau saja Lis tidak ada di sana, maka mereka berdua akan sudah beradu argument kembali. "Seharusnya, kau datang ke rumah ini sejak dari awal kalian bersama, jadi aku bisa menikmati masakanmu lebih awal."
Hailee mencibirkan bibirnya dan itu membuat Lexus kembali menggodanya.
Setelah itu, acara makan malam menjadi lebih berisik daripada malam- malam sebelumnya yang dimiliki oleh keluarga Tordoff, terimakasih pada pertengkaran Hailee dan Lexus yang menghidupkan suasana.
Sementara itu, Lis melihat betapa santainya Hailee berada di tengah- tengah keluarga ini dan bagaimana Lexus menerima gadis muda ini dengan begitu cepat.
Di sisi lain, Ramon yang biasanya menyukai ketenangan saat mereka sedang makan, justru tidak terlihat terganggu dengan celoteh yang dilontarkan Lexus dan Hailee.
Tersenyum, Lis kembali memakan potongan udang dari piringnya. Sepertinya, memang keputusannya yang memaksakan kehendak dirinya untuk menjodohkan Ramon dengan wanita- wanita sosialita pilihannya merupakan keputusan yang salah.
Kali ini, Lis hanya berharap Hailee dapat mendampingi Ramon dengan baik.
***
"Ramon!" Hailee memanggil namanya dengan suara yang sedikit kesal. "Buka pintunya!" kali ini dia memukulkan kepalan tangannya ke pintu kamar Ramon dengan lebih keras.
Hailee telah berdiri di depan pintu kamar Ramon selama sepuluh menit, tapi pria itu masih saja belum membukakan pintu.
Setelah makan malam, Ramon segera kembali ke kamarnya karena merasa lelah dan setelah Lis dan Lexus pulang, Hailee juga berniat kembali ke kamar, tapi dia justru mendapatkan telepon dari Lis yang mengingatkan kalau Ramon belum meminum obatnya.
Sejujurnya, Hailee tidak begitu peduli. Biar bagaimanapun juga, Ramon sudah dewasa, dia seharusnya tahu untuk tidak melewatkan waktu minum obatnya. Tapi, tidak mungkin dia mengatakan hal itu.
Maka, sebagai tunangan yang baik dan berada dalam penyamaran sebagai kekasih Ramon, Hailee berbohong dengan mengatakan kalau dia sedang menyiapkan obat- obatan tersebut. Lis terdengar senang saat Hailee mengatakannya.
Jadi, mulai dari sekarang, Hailee harus mengingatkan dirinya sendiri untuk mengingatkan Ramon agar pria itu rutin meminum obatnya.
Namun, sebenarnya salah satu alasan Hailee bersikap tidak peduli pada kesehatan Ramon adalah karena dia tidak ingin Ramon mendapatkan kembali ingatannya dengan cepat.
Memang terdengar jahat, tapi Hailee tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkan apa yang akan terjadi padanya kalau kebohongan yang awalnya dia gunakan untuk menyelamatkan diri, justru menjadi boomerang baginya.
��Ramon!" Kali ini Hailee menendang pintu kamar Ramon dengan kesal, hingga membuat pelayan yang membawa nampan berisi obat- obatan Ramon dan segelas air mineral, terkejut dan menahan nafas melihat perilaku Hailee yang berubah secara drastis. "Buka pintunya!!!"
Selesai mengatakan itu, pintu kamar Ramon menjeblak terbuka dengan kasar dan menampilkan sosok pria yang yang hanya mengenakan handuk di sekeliling pinggangnya dengan rambut yang basah.
"Apa!?" teriak Ramon juga. Dia sedang mandi ketika mendengar kegaduhan di depan kamarnya dan segera mengetahui kalau itu adalah Hailee. Ramon pikir Hailee akan pergi kalau dia membiarkannya, tapi siapa yang menyangka kalau gadis ini justru bertekad untuk mendobrak pintu kamarnya?
Hailee terkejut ketika pintu kamar tersebut tiba- tiba terbuka, apalagi ketika melihat Ramon yang setengah telajanjang dengan butiran- butiran air menetes dari rambutnya.
Ugh! Dia terlihat seksi!
Tidak. Tidak. Hailee menggelengkan kepalanya agar dapat berpikir jernih. "Kau baru selesai mandi?" tanya Hailee dengan bodoh, tapi kalau dipikirkan lagi, kenapa juga Ramon harus mandi tengah malam? "Aku ke sini membawakan obatmu. Kau belum minum obat, kan?"
"Masuklah," ucap Ramon.
Hha? Excuse me?