Chereads / Nomor Asing / Chapter 4 - 4. Rumitnya Cinta

Chapter 4 - 4. Rumitnya Cinta

Semester 3. Tahun ajaran akademik baru saja berganti, yang mana artinya sudah satu tahun sejak perkenalan singkatnya dengan Jidan. Tapi status mereka tidak kemana-mana, alias masih di tempat yang sama.

Katy kadang berpikir, apakah dia yang tidak atraktif untuk mendapatkan hati Jidan, atau justru Jidan lah yang pura-pura tidak mau tahu arti kedekatan mereka selama ini.

Bahkan saat Katy pikir bisa satu kelas dengan Jidan di salah satu mata kuliah, ternyata tidak pernah. Jidan punya nilai yang terlalu sempurna, sehingga mustahil baginya untuk mengulang mata kuliah.

Ah, lagian kan ini bukan zaman batu. Mau satu kelas atau tidak, harusnya komunikasi bisa berjalan lancar. Nomor telepon bukan sesuatu yang istimewa sampai harus begitu pelit memberikannya.

Tapi bicara tentang nomor telepon, Katy akhir-akhir ini mendapatkan panggilan dari nomor asing yang tidak jelas siapa. Saat panggilannya diangkat, langsung dimatikan begitu saja. Hal ini paling tidak terjadi 2-3 kali dalam satu minggu.

Siapa, ya? Jidan, kah?

Mungkin Katy harus menanyakan ini pada Jidan nanti untuk memastikan. Yah, itu pun kalau Katy berani.

"Hai, Ghina~" Harsa tiba-tiba saja datang entah darimana, dan langsung duduk diantara Katy serta Yura dan Ghina.

Koridor kampus ramai, dan hanya Tuhan dan Harsa yang tahu kenapa Harsa harus menyelipkan diri di antara adik tingkatnya yang sedang menunggu pergantian jam kuliah berikutnya ini.

"Ah, sial. Aku jadi kaget." Yura mengumpat saat ponselnya hampir saja terlempar begitu Harsa menggeser kursinya tanpa permisi.

Tapi Harsa tidak peduli umpatan Yura, dan hanya duduk santai sambil memandangi Ghina yang cuek. Lucunya si gadis satu ini, rupanya tahan banting juga digoda berulang kali.

"Katy, bagaimana kabarmu?"

Katy mengerutkan dahi ditanya begitu. "Kabar apa, kak? Kita kan tiap hari bertemu."

Harsa terkekeh singkat setelahnya. "Ah, bukan. Maksudku kabar terbaru tentang pendekatanmu."

Oh, ataukah Katy harus menanyakannya ke Harsa saja?

"Pendekatan apanya, dia saja tidak mau didekati."

Harsa mengernyit mendengar penuturan Katy. "Loh, kukira kalian sudah saling chat selama ini."

Katy menggeleng. Menunggu chat ataupun telepon dari Jidan sama saja dengan menunggu seseorang yang tidak mau ditunggu. Entah sudah berapa kali Katy mengeluh selama ini.

"Kau kan temannya, kak. Bantu lah bicara dengannya. Kasihan teman kami yang sudah ngebet nikah dengan kak Jidan ini."

Yura langsung tertawa keras setelah mengatakannya. Katy tidak diam saja dan langsung memukul lengan Yura dengan tangan kosongnya.

"Sembarangan, kau."

Tapi Harsa justru meladeni lelucon Yura yang sama sekali tidak lucu, untuk kemudian menepuk-nepuk pundak Katy juga.

Katy makin merasa menyedihkan betulan kalau begini.

"Eum, kak Harsa?"

"Ya, Katy? Kenapa?"

"Memangnya kak Jidan jarang chat orang lain, ya?"

Harsa menggeleng. "Ah, tidak juga. Selama ini dia selalu membalas chatku dengan cepat. Tapi kalau di grup kelas sering diam saja."

"Kenapa?"

"Dia sibuk ngegame."

Katy menggigiti bibirnya, makin pusing tiada akhir. Harsa sepertinya ingin mengatakan bahwa hanya orang terdekatnya saja yang akan Jidan pedulikan. Sementara Katy bukan siapa-siapa, tidak heran kenapa dia dicueki selama ini.

Padahal kalau bertemu di kampus masih ramah-ramah saja. Dasar aneh. Yang lebih aneh lagi, Katy jadi semakin tidak ingin menyerah untuk meraih Jidan. Mungkin mereka berdua ini sebetulnya cocok sekali, dan bisa jadi pasangan teraneh abad ini.

"Oh iya, Katy. Sebentar lagi Jidan ulang tahun, loh."

---

Dengan kedua tangan yang penuh 3 modul tebal, dan langkah yang terhuyung karenanya. Katy hampir jatuh kalau saja ia kehilangan kesadaran diri. Kulitnya nampak memucat akibat tidak bisa tidur beberapa hari terakhir. Ia terpikirkan sesuatu belakangan ini.

Apa yang Harsa bilang kemarin tentang ulang tahun Jidan membuat Katy berpikir bahwa mungkin inilah saatnya untuk membuat dirinya istimewa di mata Jidan.

Waktu berjalan begitu cepat ya, sampai-sampai satu tahun ini hanya Katy habiskan untuk menjadi adik tingkat Jidan saja. Statusnya tidak naik sama sekali.

Bahkan semua pertemuan intens mereka di kampus, entah sebelum kelas dimulai atau setelah kelas berakhir hanya jadi pertemuan tidak berguna saja. Semua yang mereka lakukan ini tidak akan berbuah apa-apa kalau Katy tidak segera bertindak.

Oleh karena itu, meski harus dilanda pusing hari ini, Katy sudah membuat rencana lain yang akan membuat hidupnya lebih berwarna.

'Brukkk'

"Hati-hati, Katy."

Katy pikir ia akan menabrak tembok atau tiang listrik di pinggir jalan. Namun, ternyata ia berakhir di pelukan Jidan. Itulah mengapa Katy tidak merasakan sakit sama sekali.

Entah sejak kapan Jidan berjalan di belakangnya. Katy bahkan tidak sadar sama sekali.

"Maaf," Katy kembali berjalan menunduk karena pusing.

"Kau pucat sekali, Katy. Sini aku saja yang bawa bukunya."

Tanpa perlu waktu lama, Jidan menarik seluruh buku dalam dekapan seseorang yang sudah jadi teman baiknya di kampus ini, selain Harsa tentunya.

Katy sih oke-oke saja dibantu, selama itu bisa meringankan bebannya yang terasa sangat berat hari ini.

"Katy, kenapa kau kelihatan pucat sekali? Belum makan? Atau kau sakit?"

Katy diam saja, masih betah menunduk dan memperhatikan langkah kakinya sendiri.

"Kenapa memaksakan berangkat? Lebih baik istirahat saja di rumah."

Mendengarnya, Katy jadi mengepalkan tangannya diam-diam. Ia tidak bisa menjelaskan pada Jidan bahwa beberapa hari terakhir ia habiskan untuk begadang sambil memikirkan hadiah apa yang sepatutnya ia siapkan untuk Jidan.

Tanpa sadar ia jadi kehabisan energi. Padahal hanya berpikir saja, tapi terasa menguras tenaga.

"Pulang saja sana, Katy. Istirahat dulu hari ini."

"Tidak perlu, kak. Aku masih kuat berdiri."

"Oh, atau kau ingin melihatku ya makanya berangkat terus. Hehe."

Jidan tertawa lirih setelahnya, bermaksud mencairkan hening yang terlalu kentara di antara keduanya.

Tapi sialnya, Katy tidak menolak perkataan itu sama sekali. Baiklah harga diri, jangan menampakkan diri dulu hari ini.

"Kau benar, kak. Aku memang benci meski hanya satu hari saja tidak melihatmu."

Jidan hanya meresponnya dengan tawa, lalu mengacak rambut Katy tanpa alasan pasti.

---

Sebuah kotak kado tiba-tiba saja ada di depan muka Jidan ketika ia sedang fokus mencorat-coret buku sketsanya. Kaget, Jidan menoleh ke samping kiri hanya untuk mendapati Katy yang tersenyum kaku.

"Apa ini?"

"Hadiah. Kudengar dari kak Harsa kalau kau ulang tahun hari ini."

Jidan tertawa lirih. "Benarkah? Kenapa Harsa repot-repot mengatakannya padamu?"

"Karena aku juga dekat dengannya sekarang. Jadi, kadang dia bercerita tentangmu."

"Oh." Jidan terlihat merengut sekilas, entah kenapa.

Suasana tiba-tiba canggung, dan Katy tidak tahu pasti apa alasannya. Mungkin ini hanya kecanggungan yang asalnya dari Katy sendiri, karena ia sedang menahan kakinya agar tidak bergetar hebat.

"Terima kasih kalau begitu, Katy. Boleh kubuka hadiahnya sekarang?"

"JANGAN!" Katy menyeru, membuat Jidan hampir terlonjak ke belakang.

"Kenapa?"

"Nanti saja kau buka saat sedang sendiri. Pokoknya jangan buka di depanku."

Jidan lagi-lagi tertawa. "Kenapa, sih? Memangnya kau sedang berusaha menyatakan cinta padaku?"

Senyuman tipis di wajah Katy luntur. Jidan terlalu tepat sasaran, entah dia benar-benar tahu atau hanya bercanda saja.

Memang benar, hadiah yang Katy berikan, origami bintang dalam botol itu, berisi surat cinta di dalamnya. Di antara tumpukan bintang-bintang kecil itu, ada satu bintang paling besar yang memuat pernyataan cinta Katy.

Katy sudah memikirkannya semalaman, ia pikir akan lebih baik jika ia menuliskan sebaris kalimat sederhana namun bisa menampung seluruh perasaannya itu punya tempat tersendiri. Karena itulah Katy menyisakan sedikit tempat kosong untuk meletakkan si bintang paling besar diantara bintang-bintang kecil lainnya.

Sayangnya, Katy sendiri lupa memberitahu Jidan tentang bintang paling besar itu, bahkan ketika hari sudah berganti.

---

Katy berdebar, ia tidak bisa tidur lagi sepanjang malam kemarin. Meski harapannya kecil Jidan akan membaca surat di balik bintang paling besar itu, tapi Katy tidak putus asa. Ia yakin Jidan pasti akan menelisik isi toples itu lebih dalam.

Malam ini masih sama, Katy masih belum bisa tidur. Ponselnya juga ia taruh di samping kepala, karena siapa tahu Jidan akan menghubunginya segera.

Sesuai dugaan, dan Katy akhirnya merasa penantian panjangnya terbayarkan. Ponsel Katy berdering singkat. Sebuah notifikasi pesan masuk.

Tapi Katy mengerutkan dahi, karena pesan itu bukan dari Jidan.

"Carlos? Siapa ini?"

[Carlos] : Salam kenal, kak Katy. Aku fans beratmu sejak masuk kuliah. :)

[Katy] : Siapa ini?

[Carlos] : Carlos, arsi semester 1.

[Katy] : Dapat nomorku darimana?

[Carlos] : Kak Jidan.

[Carlos] : Kak Katy, mau makan denganku tidak?

Read

[Carlos] : Atau nonton film?

Read

[Carlos] : Aku ingin bisa akrab denganmu, kak. :D

Read

Jidan sialan.

-To be continued-