Chereads / Nomor Asing / Chapter 8 - 8. Berubah Pikiran

Chapter 8 - 8. Berubah Pikiran

Malam yang dingin, namun Katy tetap memberanikan diri keluar rumah. Ia ingin bertemu dengan Yura, karena sahabatnya itu mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat malam ini. Tentunya Ghina juga ikut. Itulah alasan mengapa Katy berjalan menuju minimarket, agar bisa sekalian pergi bersama.

Hari-hari seperti ini saat mereka main bersama entah ke mana, menyegarkan pikiran setelah sekian lama mendekam dengan tumpukan tugas, tidak selalu terjadi. Utamanya karena Yura yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan Orland, Ghina yang sibuk kerja paruh waktu, sementara Katy sibuk memperjuangkan cinta.

Mereka ini anak kuliah bukannya belajar, justru melakukan hal-hal lain semaunya. Tapi yang namanya anak muda memang seperti itu.

Belum juga sampai di minimarket, Katy tanpa sengaja melihat sebuah mobil yang terparkir di depan kampus, dan keluar lah seorang lelaki dari dalamnya. Jidan.

Jidan keluar dari mobil dan berlarian ke belakang, ke arah kampus bagian dalam. Nampak buru-buru sekali entah karena apa. Katy saja sampai tidak sempat menyapa.

Beberapa saat kemudian, Jidan kembali dengan membawa sejumlah gulungan kertas besar, seperti lukisan yang biasa diikutkan untuk pameran. Lalu seseorang lain mengikuti dari belakang Jidan, membawa barang lain, sepertinya tas, yang segera ditaruh dalam bagasi.

Mobil itu melenggang begitu saja, membuat tangan Katy mengepal. Katy tahu betul siapa orang yang bersama Jidan tadi. Dia adalah Emily. Seseorang yang dibahas Harsa dan Yura beberapa waktu lalu.

Katy bisa tahu karena telah mencari seluk-beluk Emily, mulai dari akun media sosial, jurusan, dan wajah pacarnya yang bernama Gerry sekalipun. Yang lebih penting lagi, Katy bahkan sudah tahu alamat rumah Emily di mana.

Katy pun buru-buru berlari dan menyetop taksi yang lewat di sekitar situ. Ia ingin mengejar Jidan dan Emily. Katy ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan berdua di malam hari begini.

Meski Katy sendiri tidak tahu ke mana mereka pergi, tapi Katy akan mencoba untuk buru-buru ke rumah Emily dulu. Siapa tahu Jidan sedang mengantarkan Emily pulang.

Dalam sekejap, Katy melupakan janjinya. Yura dan Ghina yang sudah berdiri di luar minimarket jadi bingung saat melihat Katy yang justru pergi sendirian.

---

Katy telah berhasil sampai di depan gang rumah Emily, dan sekarang ia tengah mengendap-endap dengan masker serta topi hitam yang telah ia pakai.

Katy terus berjalan ke depan gerbang rumah Emily yang ternyata dibuka. Ia terus memeriksa keadaan dan mencari sesuatu yang dapat membuktikan kecurigaannya ini.

Benar saja, mobil yang tadi dikendarai Jidan dan Emily sudah terparkir rapi di sini. Tepat di depan rumah Emily.

Katy kembali mengepalkan tangannya. Begitu marah, emosinya meluap saat itu juga. Katy sudah hampir hilang kendali, ingin rasanya memukul Jidan sekarang juga. Hadiah yang ia berikan pada Jidan memuat isi hatinya, tapi ini balasannya?

Kalau mau menolak yang sopan sedikit, bangsat.

Katy menghirup napas dalam-dalam. Baiklah, Katy akan melakukannya. Ia berubah pikiran, harusnya sejak awal memang ia balas dendam ke Jidan saja.

Katy kembali berjalan mengendap ke arah mobil yang terparkir tadi. Katy segera menancapkan paku yang telah ia siapkan ke ban mobil putih ini. Katy pastikan ia akan melakukannya lagi nanti, sampai sakit di hatinya sembuh.

Benar, Katy memang mengempeskan ban mobil Jidan. Katy tahu ini karena Jidan kadang kala mengendarai mobilnya ke kampus, terlebih hari jumat, karena di hari itu Jidan pulang ke rumahnya sendiri, bukan kontrakan dekat kampus.

Katy tidak mencelakai Emily barang segores pun. Karena satu-satunya orang yang menyakiti hati Katy adalah Jidan, bukan yang lain. Hanya itu yang sanggup Katy percayai agar tidak melukai lebih banyak orang lagi.

"Hei, siapa di sana?!"

Katy menutup wajahnya dengan topi yang ia gunakan dan berlari secepat kilat.

---

Hari ini, hari yang ditunggu Naomi tiba. Ia akan segera bertemu Carlos. Naomi jadi berpikir bahwa kakak temannya ini pintar sekali memilihkan hari, karena malam minggu benar-benar waktu yang tepat untuk menghabiskan waktu dengan orang yang istimewa.

Naomi harap Carlos memang seistimewa yang ia bayangkan selama ini.

Namun, lamat-lamat dari kejauhan, Naomi melihat orang yang baru saja akan berkenalan dengannya sedang menyeret paksa lengan orang lain. Naomi pun melangkah mendekati keduanya.

Orang itu...

"Kak Katy?"

Dua orang yang sedang berjalan itu menoleh ke arah Naomi bersamaan.

"Naomi?" Katy membelalak.

Naomi tidak mengerti, tapi perasaannya mengatakan bahwa Katy dan Carlos nampak terlalu akrab untuk sekadar orang yang saling kenal. Boleh kan kalau Naomi curiga?

"Oh, kau yang bernama Naomi?" Carlos refleks melepaskan cengkeramannya dari lengan Katy.

Carlos kini memandangi Naomi dari atas ke bawah, lalu kembali ke atas lagi. Carlos tidak bisa bilang ia langsung terpana hanya dengan melihat Naomi sekali saja, tapi pilihan Katy boleh juga.

Haruskah Carlos mempertimbangkan untuk move on dari Katy? Naomi nampaknya gadis baik-baik.

Naomi mengabaikan ucapan Carlos, masih fokus pada kecurigaannya. Entah kenapa jadi terasa sekali kalau dialah satu-satunya orang asing di sini. Ada hubungan apa di antara mereka berdua sebenarnya?

"Kalian berdua mau ke mana?"

Carlos melirik ke arah Katy yang nampak tidak mood untuk bicara. Jadi, mungkin Carlos harus menggantikan posisinya.

"Tentu saja kami akan menemuimu, Naomi." Carlos menyunggingkan senyumnya.

"Berdua? Menemuiku? Bukankah aku hanya ada janji denganmu, Carlos?"

Carlos langsung berusaha mencari-cari cara untuk mengalihkan topik. Suasananya benar-benar tidak bagus saat ini. Di satu sisi, Naomi mencurigai dirinya dengan Katy. Di sisi lain, Katy sedang tidak mau diganggu.

Carlos sendiri, dia tidak mau jika agenda kenalan dengan orang pilihan Katy akan jadi kacau balau. Siapa tahu kan Naomi bisa menyembuhkan hatinya yang disakiti oleh Katy?

"Ah, tidak perlu dipikirkan. Aku hanya minta kak Katy untuk menemaniku saja tadi, karena aku terlalu malu untuk datang sendirian." Carlos mengusap tengkuknya pelan.

Naomi mengerutkan dahinya, berusaha untuk menerima setiap kata yang mengurai dari mulut Carlos. Yah, walaupun keraguan masih jauh lebih menguasai dirinya.

"Untuk sekarang, lebih baik kita bicara di tempat yang lebih bagus, Naomi. Ke cafe, mungkin?"

Carlos tanpa butuh waktu lama langsung menggandeng lembut tangan Naomi menjauh dari tepi jalan tempat mereka berdiri tadi.

"Eh, tapi bagaimana dengan kak Katy?" Naomi berkali-kali menoleh ke belakang hanya untuk melihat Katy yang tidak beranjak sama sekali.

Sementara itu, Katy hanya bisa menyaksikan perginya Carlos dan Naomi dalam diam. Ia akan sangat senang jika Carlos bisa menyukai Naomi dalam waktu singkat. Jadi, makin berkurang masalah yang perlu Katy bereskan.

Tring!

Ponsel Katy berdering singkat, menandakan ada sebuah pesan masuk.

[Carlos] : Jangan pernah mengempeskan ban mobil orang lagi, kak. Kau bisa dilaporkan ke polisi.

Carlos sialan.

Adik tingkat sialan.

Siapa dia sampai menghancurkan rencana suci yang telah Katy rencanakan dengan sangat matang ini?

Hanya karena Carlos tidak sengaja melihatnya mengempeskan ban mobil Jidan yang terparkir di depan kontrakannya, karena rupanya kontrakan Carlos dan Jidan berdekatan, bukan berarti Carlos bisa melarangnya begini.

Memangnya tahu apa dia tentang semua yang Katy alami?

---

Di ruang kelas yang kosong ini, Katy duduk sendirian. Kelasnya baru saja berakhir, dan sebentar lagi akan digunakan untuk kelas lain. Katy masih betah di sini karena ia terlalu sibuk memikirkan rencana berikutnya.

Katy sampai lupa kalau kelas selanjutnya adalah kelas Jidan, yang mana akan dimulai 15 menit lagi.

"Sedang apa, Katy? Belum keluar?"

Katy terkejut saat Jidan muncul lebih cepat dari perkiraannya. Padahal sekarang masih jauh dari jam masuk. Biasanya mahasiswa lain akan masuk secara ramai-ramai sekitar 5 menit sebelum dosen tiba di kelas.

"Oh, belum, kak. Mungkin sebentar lagi."

Sial, padahal Katy sedang tidak dalam suasana hati yang bagus untuk bertemu Jidan. Kejadian tempo hari masih menyisakan amarah di hati Katy. Belum reda sepenuhnya.

"Kau tahu, Katy, ban mobilku sudah tiga hari ini kempes terus. Aku sampai tidak berani membawanya lagi ke kampus."

Jidan yang malang justru menceritakan keluh kesahnya langsung ke pelaku pengempesan ban mobilnya.

Tapi Katy berpura-pura tidak tahu apapun. "Wah, apa itu ulah orang jahil?"

Jidan menggeleng. "Entahlah. Tapi kalaupun iya, aku sudah memaafkannya."

Jantung Katy rasanya berhenti berdetak saat itu juga.

"Kenapa?"

Jidan mengerutkan dahi. "Huh? Apanya?"

Katy menarik napas dalam-dalam. "Kenapa kau memaafkannya semudah itu? Perkarakan saja dia ke polisi!"

Jidan menatap khawatir pada Katy. "Kau kenapa, Katy? Tenanglah, itu hanya masalah sepele."

Kenapa Jidan harus begini? Di saat niat jahat sudah menguasai kepala Katy, di saat ia yakin bahwa balas dendam adalah cara terbaik untuk memusnahkan perasaannya sendiri, tapi Jidan justru mengacaukan segalanya.

Haha. Dimaafkan?

Untuk apa orang seperti Katy mendapatkannya?

"Kau belum mau keluar, kan? Aku titip tas sebentar, ya. Mau ke toilet dulu." Jidan buru-buru pergi saat itu juga.

Katy tidak terlalu ingin tahu kenapa Jidan berjalan terburu-buru, ia justru lebih penasaran kenapa buku sketsa Jidan terus menyembul keluar dari dalam tas sejak tadi.

Tanpa pikir panjang, Katy langsung mengambilnya.

"Keren."

Katy membuka tiap lembar buku sketsa itu dengan hati-hati. Katy jujur kok, semua gambar yang ada di buku sketsa milik Jidan ini sangatlah keren. Setiap sudut sulit pun digambar dengan detail.

Tapi namanya juga masih suka. Mau aslinya gambar Jidan acak-acakan sekalipun, akan tetap terlihat mengesankan di mata Katy.

Katy masih membolak-balik tiap halamannya. Berbagai macam gambar pun bermunculan, mulai dari daun, pepohonan, ranting, burung, gedung kampus yang menjulang tinggi, dan juga sketsa wajah manusia.

Sebentar, kenapa kelihatannya familiar?

Katy mendekatkan wajahnya ke buku sketsa itu, berusaha memperhatikan dengan jarak yang lebih dekat sketsa orang yang dilukis Jidan.

"Siapa ini?"

Sekelebat ingatannya tentang Emily yang ia temui beberapa malam lalu membuatnya geram.

"Ini Emily?"

Wah, lucu sekali. Bahkan kedekatan Jidan dan Emily sudah sejauh ini. Pantas saja hadiah yang Katy berikan tidak ditanggapi, didiamkan, ditolak mentah-mentah.

"Jadi benar ada sesuatu di antara mereka?"

Katy masih bermonolog sendiri. Tapi kali ini bukan raut sedih yang ia tunjukkan. Sebuah senyum miring menghiasi wajahnya ketika jemarinya sibuk merobek sketsa wajah Emily dari buku itu.

Katy berubah pikiran lagi. Ia akan buat perhitungan sungguhan dengan orang bernama Emily ini.

"Jangan pernah bermain-main denganku."

Beruntungnya saat Jidan kembali, ia

tidak menyadari perubahan posisi buku sketsa dalam tasnya. Semoga Jidan juga tidak akan pernah sadar bahwa Katy sudah menyingkirkan salah satu lukisan berharganya.

-To be continued-

.

.

.

A/N : Seperti yang sudah kutulis di bioku, aku hanya mempromosikan ceritaku dari wp, jadi versi lengkap dari cerita ini bisa dibaca di wpku (starsinbottle) dengan judul yang sama. Sampai jumpa di sana dan selamat membaca. :D

Cukup sekian di sini dan terima kasih ^_^