Chereads / MUTIARANYA KANG PUR / Chapter 5 - 5. Korban Bullying

Chapter 5 - 5. Korban Bullying

Sudah hampir enam bulan aku dekat dengan Mutiara. Bisa dikatakan kami sangat dekat tapi juga tidak dekat. Aku mulai mengagumi sifat gadis dengan senyum mengandung pemanis itu. Tapi aku tidak berani berkomitmen dengan Mutia. Alasannya karena aku minder dengan latar belakangku yang cuma anak buruh tani. Dengan topeng teman aku terus memberi perhatian padanya tapi takut untuk melangkah jauh. Apalagi setelah kami sering ngobrol di sela-sela jam kuliah atau sekedar ngopi bareng. Ternyata Mutia anak mantan Lurah sebuah Desa di Kabupaten Rembang. Dia berasal dari keluarga terpandang. Tapi akhir kelas 12 SMA sebuah tragedi menimpa keluarganya.

---

Flash back cerita Mutia

Aku dulu hampir putus asa Kang. Saat kelas 12 kakak perempuan nomor dua mengalami depresi. Dia hamil di luar nikah. Sebenarnya kakakku gadis yang baik, sholehah dan sangat cantik. Kalau kata orang kecantikanku gak ada apa-apanya dibanding kakakku. Namanya Nirmala, dulu aku cemburu karena selalu dibandingin sama Mbak Mala. Katanya kakakku itu cantik tinggi putih, sedangkan aku item pendek pesek.

Hhhhhhhhhhhh. Mutia menghela nafas sebelum melanjutkan ceritanya. Seperti melepaskan beban yang lama dipendamnya. Aku berusaha memahami jadi kudengarkan ceritanya tanpa menyela.

Sampeyan tahu Kang, rasanya di bully sedari kecil karena fisik yang kurang menarik? Rasanya  sakit tiap orang menyebut kita jelek. Sampai aku sama sekali tidak punya rasa percaya diri dan aku jadi membenci Mbak Mala. Bertahun-tahun aku menyimpan kebencian, kemarahan dan kesedihanku sendiri. Di depan kakak dan orangtuaku, tak pernah aku bersikap buruk atau menampakkan luka hatiku, luka itu selalu kusimpan sendiri Kang. Aku tumbuh jadi anak introvert dan semakin kehilangan rasa percaya diri. Karena itulah sampai sekarang aku sulit berinteraksi dengan orang lain. Bahkan aku berani bercerita ini hanya sama Kang Pur.

Tesss...

Air mata Mutia meluncur begitu saja, aku juga bisa merasakan beban yang dirasakan gadis manis itu di masa kecilnya. Ingin kuhapus air mata di wajahnya tapi aku masih tahu aturan.

Waktu aku kelas 11 Mbak Mala dekat dengan lelaki temannya kuliah, tapi Mbak Mala merahasiakan identitasnya dari keluarga. Bahkan temannya tidak ada yang tahu. Bapak sama Ibu sudah wanti-wanti supaya Mbak Mala bisa jaga diri dalam bergaul dengan lawan jenis. Tetapi pacarnya ternyata lelaki nakal yang cuma memanfaatkan  kecantikan dan kebaikan Mbak Mala. Awalnya kami di rumah tidak curiga saat dia sering minta transfer uang untuk biaya kuliah. Karena Bapakku Lurah, jadi uang bukan hal yang sulit bagi kami saat itu. Lama-lama jumlah yang diminta Mbak Mala nggak wajar. Bapak mulai curiga dan kadang beliau tidak mengirimkan uang yang diminta Mbakku. Kecurigaan Bapak terbukti, Setahun kemudian kami dapat kabar dari ibu kos Mbak Mala kalau dia masuk rumah sakit karena keguguran.

Hancur hati kami sekeluarga mendapati Mbak Nirmala dalam keadaan yang tidak sadarkan diri selama 7 hari di ruang ICU. Kata ibu Kos mbakku orang yang ramah, selalu gampang dimintai tolong teman-temannya. Dia juga selalu berpamitan jika ada kegiatan di kampus atau mau pulang ke rumah.

Tapi dua bulan sebelum Mbak Mala ditemukan tak sadarkan diri, Bu Kos merasa aneh karena pagi hari dia ijin pulang diwaktu hari aktif kuliah. Saat ditanya katanya dia kangen keluarga di Rembang. Tetapi sorenya dia balik lagi ke kos dengan muka sembab kelihatan habis menangis. Ibu Kos nggak berani bertanya karena Mbak Mala langsung masuk kamar dan mengunci diri sampai paginya. Setelah kejadian itu Mbak Mala jadi gadis pendiam dan sering melamun.

Hiks hiks hiks...

Mutia terlihat sangat tersiksa saat bercerita tentang kakaknya.

"Mut, kalau kamu nggak kuat nggak usah diterusin ceritanya."

"Nggak Kang, aku senang bisa cerita ini sama kamu. Aku pengin hatiku lega setelah cerita. Nggak tahu kenapa aku nyaman cerita sama Kang Pur."

Aku mau baper tapi mungkin saatnya tidak tepat. Gadis manis itu meneruskan ceritanya.

Dua bulan setelah itu Mbak Mala ditemukan tidak sadarkan diri di kamar kosnya. Teman-temannya curiga dari sore hari sehabis pulang kuliah Mbak Mala tidak keluar kamar sama sekali. Mereka akhirnya lapor ke Bu Kos dan kamar Mbak Mala dibuka dengan kunci cadangan. Semua penghuni kos histeris melihat keadaan Mbakku sangat mengenaskan dengan darah merembes dari roknya. Disampingnya ditemukan obat penggugur kandungan. Jangan heran Mbak Mala tahu dari mana karena dia kuliah di jurusan farmasi.

Saat kami sampai di rumah sakit Mbakku sudah selesai dari penanganan dokter. Mbak Mala dalam keadaan belum sadarkan diri, dan kata Ibu Kos Mbakku keguguran dan usia kandungannya dua bulan. Bapak dan Ibu syok mereka menangis tersedu-sedu dan mengucapkan istighfar berkali-kali berusaha menahan emosi.

Bapak terlihat emosi dan bertanya siapa nama pacar mbakku. Tapi tak ada satupun temannya yang tahu. Setahu mereka Mbak Mala gadis yang nggak neko-neko, nggak pernah pacaran maupun dekat dengan lelaki.

Seminggu setelah sadar dari komanya Mbak Mala seperti orang lain. Kadang menangis histeris, tertawa sendiri, ketakutan setiap melihat lelaki bahkan melihat Bapak, dia selalu berteriak histeris. Kadang dia menangis sambil menggumam maafkan maafkan aku ibuk. Yang tidak bisa ditolerir dia selalu berusaha untuk bunuh diri dengan benda apapun yang bisa digunakannya.

Hancur hati kami sekeluarga Kang. Atas saran dokter akhirnya Mbak Mala dipindah ke RSJ agar menerima terapi dari psikolog. Meskipun biayanya tidak sedikit kami tetap berusaha demi kesembuhan Mbak Mala.

Berita kehamilan dan masuknya Mbak Mala ke RSJ cepat menyebar ke Desaku. Kami dikucilkan, Bapak yang tidak kuat menerima cobaan dan perundungan warganya sendiri terkena serangan jantung. Bebanku dan Ibuk semakin berat. Bapak terkena stroke ringan sehingga harus mundur dari jabatannya sebagai Kepala Desa. Karena tidak ada pemasukan selain uang pensiun Bapakku yang dulu adalah guru PNS akhirnya ibuk menjual mobil, dan sawah untuk biaya pengobatan Mbak Mala dan Bapak.

Padahal saat itu aku sudah kelas 12 dan sudah waktunya kuliah. Awalnya aku putus asa dan memutuskan untuk bekerja setelah lulus SMA. Tapi wali kelasku mendaftarkan aku masuk kuliah di Unnes jurusan PGSD dengan jalur prestasi dan aku diterima dengan mendapat beasiswa.

Makanya aku kuliah sambil kerja Kang. Karena nggak mau membebani keluarga di rumah.

"Bagaimana keadaan Bapakmu dan eee... Mbakmu sekarang Mut?" Tanyaku hati-hati takut menyinggung perasannya.

"Alhamdulillaah 6 bulan Bapak berobat sekarang sudah sembuh. Mbak Mala juga sudah sehat, sekarang dia bekerja di apotik milik teman kuliahnya."

"Alhamdulillaah aku iku seneng Mut."

"Maaf nggih Kang, aku malah ngrepotin kamu harus denger curhatanku. Hahhhhh curhatan yang nggak penting."

"Nggak apa-apa kok Mut, aku malah merasa bejo bisa jadi temen curhatmu. Kalau mau cerita lagi aku siap jadi pendengar yang baik dan nggak usah dibayar kok. Cukup bayar dengan senyummu saja. Hahaaaa... "

"Kang Puurrrr... Gomballlll mukiyo. Nggak pantes kamu nggombal Kang."

Mutia memukul badanku dengan tasnya.

"Aduhhh Mut, kamu nggak kasihan apa sama cowok gantengnya kaya Resky Aditya gini. Wakakaakkkk!"

"Ahaaaaaaaahaaaahhh Ya Allah subhanalloh Kang Pur sejak kapan jadi lebay gini? Welehhh Kang kaya Resky apa tadi? Resky Aditya, sing bener Resky turun dari penggorengan kali. Gosong pisan, wakakakkk."

Apa benar itu tadi Mutia? Baru kali ini aku melihatnya tertawa lepas. Dan rasanya hatiku menghangat melihat tawa lepasnya yang tanpa beban. Ya Allah hatiku ikut bahagia melihatnya bisa tertawa lepas. Aku rela jadi komedian, pelawak meski lawakanku garing asalkan aku selalu melihat tawamu.

"Kang Pur, maturnuwun nggih sudah mau dengerin curhatku. Rasanya baru pertama kali aku bisa tertawa lepas. Kapan-kapan genti Kamu kudu cerita keluargane Kang Pur ben adil."

"OK, deal!!! Tapi saiki ayo mangkat kerja demi masa depan yang lebih cerah."

Kami tertawa bersama dan meninggalkan taman di depan fakultas pendidikan beranjak ke minimarket. Kami sekarang terbiasa dengan bahasa jawa sehari-hari saat komunikasi. Kurasa itu lebih romantis. Haishhhh virus  cinta kurasa telah merasuk hatiku.