"Asalamuaikum bunda.....," kata Zya yang baru pulang dari sekolah dan langsung memasuki rumah.
Tapi tak kunjung terdengar sahutan dari sang bunda, Zya pun berjalan kearah dapur dan melihat ibunya sedang memasak, sambil bernyanyi, pantas saja dari tadi Zia panggi tak kunjung menjawab ternya tengah asik bernyanyi sambil memasak.
"Bunda.....," kata Zya kesal. Mukanya Zya yang bulat pun terlihat begitu lucu, saat menggelembung menahan kesal.
"Nak kalou baru masuk rumah tu salam dulu, jangan teriak-teriak ini rumah bukan hutan." Kata bunda dengan santai sambil pandanganya fokus pada tumis kangkung.
"Tadi Zya udah ngucapin salam tapi gak di jawab Ama bunda, bunda terlalu asik nyanyi hingga gak mendengar aku sewaktu ngucapin salam tadi." kata Zya dengan muka datar dan jengah.
Ibunda Zya selalu seperti itu saat tengah asik bernyanyi dengan suara pelan dan lagunya mello, Zya sebenarnya hanya takut bundanya kenapa-kenapa karna tak kunjung menjawab salamnya tadi.
"Bunda sebenarnya Zya tadi di sekolah bertemu dengan seseorang laki-laki yang mengikuti Zya kemanapun Zya melangkah, tapi rasanya aneh karna dia adik kelas Zya, dia selalu jail dan kadang sok dekan dengan Zya padahal Zya selalu mengabaikannya." kata Zya dengan raut wajah penasaran, apa tujuan bocah itu dalam pikirnya.
" Mungkin dia menyukaimu nak, atau ingin bersahabat dengan mu." kata Bunda, sambil menyajikan tumis kangkung dan ayam kecap dimeja makan.
"Entahlah Bun aku belum bisa melupakannya, aku tidak mau lagi bersahabat dengan pria yang berakhir sad ending sedih lagi." kata Zya malas.
"Sudahlah nak jangan terlalu dipikirkan tentang kesedihan itu, lebih baik kamu dekarang ganti baju dan kita akan makan bersama, lihat lah Bunda telah selesai memasak makanan kesukaanmu." kata Bunda mengubah topik pembicaraan agar Zya tidak larut dalam kesedihannya.
"Iya Bun. Zya akan naik keatas dulu dan turis setelah ganti baju." kata Zya kemudian berjalan kearah tangga.
Zya selalu bersama ibunya dirumah, Ayahnya sibuk berkerja dikantor dan pulang sore atau kadang malam hari, karna banyak masalah yang terjadi dikantor semenjak kakeknya jatuh sakit sampai sekarang Ayah Zya yang mengelolah perusahaan yang hampir bangkrut itu. Untungnya Ayah Zya seorang yang pekerja keras dan bijak sekarang perusahaan yang awalnya hampir bangkrut sekarang sudah mulai membaik walaupun Ayahnya harus pergi pagi pulang sore atau pun pulang malam untuk mendapatkan kerjasama atau kontrak supaya prusahan peninggalan kakek Zya tidak gulung tikar.
"Asalamuaikum warahmatullahi wabarakatuh". kata seseorang dari luar rumah.
"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh, ehh... Mbak silahkan masuk, tumben main kesini?" kata Bunda Zya.
"Iya kebetulan lewat aja tadi sekalian mampir, lihat-lihat rumah baru kalian, lumayan besar juga." kata bik Ega dengan raut muka tersenyum bermakna ganjil.
"Ayo kak kita makan siang bersama." kata ibunda Zya mengajak kakak iparnya itu kemeja makan dan Zya telah duduk di salah satu kursi.
"Zya..... kenpa jarang main kerumah bibi? marah ya dengan bibi karna waktu itu?" kata bi Ega seperti mengintrogasinya.
"Zya sibuk sekolah bibik dan lebih suka dirumah membaca novel." kata Zya dengan agak menunduk karna takut dengan bibinya yang menurutnya galak.
"Ayo kita makan nanti kita lanjut lagi ngobrol-ngobrol nya setelah makan." kata bunda Zya karna menyadari putrinya yang takut, tetapi tetep memasang senyum agar iparnya itu merasa nyaman. Kemudian mereka makan dengan tenang dan khitmat.
Sebenarnya bi Ega baik hanya saja cara bicara dan pengucapannya sangat tajam dan pedas, dan dia akan terang-terangan mengucapkan apa yang tidak dia sukai di depan orang itu tanpa merasa bersalah, tapi dia bukan tipe mulafik yang membicarakan orang dari belakang.
Suami bi Ega atau paman harim merupakan Abang angkat dari ayah Zya, walaupun bukan saudara kandung tapi ayah dan paman hiran seperti adik dan kakak yang sangat dekat dan menyayangi.
Zya tipe anak rumahan yang jarang main, dia selalu sibuk didalam rumah, membantu ibunya, membuat novel atau membaca novel, menonton televisi, atau membersihkan kebun perkarangan rumah. Bukannya Zya tidak punya teman tapi berada di rumah membuatnya lebih nyaman dan aman. Selain karna tidak suka di perhatikan oleh orang banyak, Zya juga bukan seorang yang mudah dekat dengan orang yang baru. Zya lebih memilih orang menyapanya terlebih dahulu bukan karna sombong tapi Zya memang tak mengerti bagaimana cara menyapa dengan baik, Zya takut salah bicara. Semua teman dan keluarga sudah mengetahui hal itu sehingga mereka tidak masalah.
Hal itu adalah ciri khas Zya. Zya akan sengat dekat pada orang yang ramah dan membukanya nyaman, tapi Zya akan merasa sedih saat ada orang yang menasehati nya dengan nada tinggi. Seperti beberapa hari yang lalu dia menginap di tempat pamanya dan dinasehati karna bibinya atau istri pamanya itu merasa kurang nyaman akan kehadiran Zya yang pendiam dan seenaknya itu penurut pendapat istri pamannya itu, karna belum mengenal Zya, bahkan istri pamannya itu tidak segan-segan menasehati Zya dengan nada membentak jelas karna bibi Zya itu orang Palembang dan bahasanya agak kasar, sedangkan zya terlalu halus untuk sebuah bentakan pun dia akan rapuh.
" Zya sebenarnya bibi kesini ingin minta maaf atas ucapa bibi Minggu lalu yang menyinggung mu, tapi bibi sebenarnya hanya menyampaikan pendapat bibi." kata bi Ega dengan suara lebih lembut dari biasanya. Mungkin paman harim telah memberi tahunya tentang Zya yang mudah mengambil hati atas omongan orang, dan mudah rapuh karna bentakan.
"Iya bibi tidak apa-apa, Zya juga minta maaf klo siap Zya kekanak-kanakan." kata Zya sambil tersenyum sedikit walaupun agak bingun dengan sikap bibinya yang terkenal galak itu bisa melembut.
Sebenarnya bibi Ega waktu itu ada beberapa masalah, dan tak sengaja menuapkan emosi bibik yang tidak terkontrol kepadamu jadinya bibik Ega menasehati Zya tapi seperti membentakmu, bibi tidak bisa mengontrol diri saat melihat dirimu dirumah waktu itu bibi selalu teringat anak bibi yang meninggal karna kangker darah, dulu bibi sering membuatnya sedih bahkan memukulnya dengan sapu, bibi hanya merasa bersalah karna wajah kalian sama-sama polos tapi bedanya dia tidak pernah mengambil hati perlakuanku dan kau langsung pergi hanya karna aku menasehati mu.
Bibi sangat merasa kehingan putri bibi itu. kalau saja waktu bisa di ulang pasti bibi Ega tidak akan pernah mendidik putrinya dengan cara Miler seperti itu, bahkan bibi Ega baru mengetahui penyakit putri sulungnya itu setelah keadaannya sangat parah.
Zya waktu itu tidak mengetahuinya karna Zya sekolah dipondok, sedangkan sepupunya itu disekolan negri dan tinggal dengan orang tuanya, Zya hanya mengetahui kabar bawa sepupu nya itu telah meninggal karna sakit kangker darah, dan segera pulang. karna Zya merasa bersalah dia menginap beberapa hari dan bertanya pada adik sepupu kecilnya anak kedua dari paman dan bibinya. mereka sangat bersedih sampai bibi Ega pun tidak sengaja meluapkan kesedihannya pada Zya.