Ariel mengikat rambutnya dengan kuat. Ia hanya kesal, lalu tanpa sadar melakukannya.
Sejak kedatangannya kembali ke rumah, Ariel belum juga bertemu dengan Jaehyun. Ia juga tidak melihat keberadaan ayahnya. Namun ayahnya bisa saja sedang dinas, sementara Jaehyun? Dimana ibunya menyembunyikan pria itu sebenarnya?
"Ariel, cepat turun!" Panggilan nyonya Shin itu menyadarkan lamunannya. Ariel pun mau tak mau harus turun ke bawah dengan langkah malas.
"Sebenarnya aku harus menemui siapa sih bu? Kenapa harus berpakaian sangat rapih?"
"Sebentar lagi kau akan mengetahuinya sayang."
Ariel hanya berdecak pelan kemudian menghela nafasnya untuk menenangkan dirinya.
"Ariel.."?" Gadis itu menoleh ketika mendengar seseorang memanggil namanya,
"Ah? Taeri, kau..?"
"Taeri, Ariel, apa kalian sudah saling kenal?" Tanya seorang wanita paruh baya yang Ariel asumsikan sebagai ibu Taeri.
Taeri tersenyum lalu mengangguk, "Iya, bu. Dia teman satu kampusku."
"Ini yang namanya Taeyoung? Tampan ya,," Ujar nyonya Shin dengan senyuman riang.
"Anakmu juga cantik, Mira."
"Ah, kalau sudah lengkap, bagaimana jika kita mulai saja ya pembicaraanya?" Tanya nyonya Shin yang angguki dengan antusias oleh nyonya Kim.
+
"Boleh aku duduk?" Tanya Taeyoung pada Ariel yang sedang melamun sembari menatap kolam berenang di depannya.
"Ah, silahkan,," Balas Ariel lalu menggeser tubuhnya untuk memberi sedikit tempat untuk pria itu duduk.
"Apa kau terkejut?" Tanya Taeyoung sembari menatapnya dalam.
Ariel menelan salivanya karena gugup, "Hngg, sangat terkejut kalau boleh jujur."
Taeyoung mengangguk paham, "Aku juga terkejut pada awalnya, tapi pernikahan ini penting. Mungkin bukan untuk kita, tapi orangtua kita."
"Apa yang kau bicarakan?" Tanya Ariel yang tidak mengerti, "Apa ini ada hubungannya dengan bisnis ibu kita?" Imbuhnya lagi.
"Tidak. Ini sama sekali tidak berhubungan dengan itu. Asal kau tau, orangtua kita sudah berteman, bahkan sebelum ibu kita memulai bisnis mereka." Jelas Taeyoung.
"Lalu?"
"Ini adalah amanat dari ayahku yang baru saja meninggal. Terdengar bodoh memang saat gadis 19 tahun di jodohkan dengan pria 32 tahun. Tapi itulah yang terjadi. Ayahku sangat ingin aku menikahi putri pertama paman Shin."
Ariel ternengun mendengarnya.
"Keputusan terserah padamu, aku tidak akan memaksanya."
+
"Aku ingin menyerah saja." Ariel menghela nafasnya dengan kasar, "Kenapa hidupku begitu menyedihkan? Aku mengandung anak dari orang asing sekaligus di jodohkan dengan orang lain. Sangat miris kan?" Tanya Ariel yang membuat Eunji tertawa.
"Itu tidak sulit! Ayolah, aku tetap pada opsi pertamaku. Yaitu meninggalkan Jaehyun jauh-jauh dari hidupmu." Balasnya.
"Dia bahkan sudah menghilang sejak kemarin. Ibuku menyembunyikannya." Ujar Ariel dengan frustasi.
"Benarkan?! Bagaimana bisa?"
"Aku tidak tahu! Setelah aku mengambil cuti, seharusnya Jaehyun sudah ada di apartemennya karena ia sudah dipulangkan oleh rumah sakit sejak pagi. Namun saat aku pulang ke sana, aku justru menemukan ibuku duduk di sofa. Ia bilang ia akan menyandra Jaehyun agar aku mau menurutinya. Benar-benar konyol."
"Ka-kalian tinggal satu atap?!" Eunji berteriak karena terkejut.
"Kami memang satu atap, tapi Jaehyun selalu tidur di sofa kok."
"Bagaimana bisa kau pindah kesana?!"
"Ceritanya panjang, aku belum siap menceritakannya."
"Ah, begitu."
+
"Kemana saja kau? Semalam menginap di rumah siapa?!" Tanya nyonya Shin dengan kesal saat anak satu-satunya itu kembali ke rumah.
Ariel menatap ibunya dengan tajam, "Ada apa denganmu, bu? Kau sangat berubah!" Ujar gadis itu kemudian.
"Kau tau jawabannya. Jadi mulai sekarang, behenti mengecewakanku."
"Kau tidak tau bagaimana aku melewati hariku setelah aku mengandungnya! Sekarang kau mempersulitku dengan menyekap Jaehyun dan acara perjodohan itu!"
"Kalau begitu hilangkan dia, menikah dengan Taeyoung dan lupakan Jaehyun. Lagipula kau tidak ada hubungannya dengan pria itu."
Ariel menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya, "Aku tidak mengira akan mendengar ucapan itu dari ibuku. Ku pikir kau bisa mengerti keadaanku. Ternyata kau lebih buruk dari ayah!"
Selanjutnya gadis itu pergi ke kamarnya, menghiraukan sang ibu yang meneriaki namanya.
Hatinya sakit, ia begitu terluka. Bahkan ibunya saja menganggapnya sehina itu.