Plaaaak!!!
"Bicara apa kamu?" tanya June, usai mendaratkan telapak tangan kananya di pipi kiri Lin.
Lin hanya diam, memegangi pipinya dan terus menatap tajam pada June, yang terlihat tidak menyukainya.
"Ada apa ini?"
Terdengar suara seseorang yang sudah tidak asing lagi, bukan hanya ditelinga Lin, tetapi juga di pendengaran seluruh orang yang berada di sana.
"Wat?" ucap June terkejut, ketika melihat kedatangan Wat.
Wat mendekap Lin dan memberinya kecupan di kepala wanita, yang kini sedang disudutkan oleh June.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Wat.
"Wat! Jadi … kamu benar—"
"Lin adalah pasanganku. Tolong jangan melakukan hal yang membuatku marah. Aku tidak ingin merusak pertemanan kita," tutur Wat.
Win yang datang bersama Wat, hanya diam saja. Tidak memberikan reaksi apapun ketika Wat melindungi Lin, wanita yang sedang ia dekati.
Wat mengajak Lin untuk pergi dari kantin, ke tempat yang lebih sepi. Hanya berdua, tanpa Win ataupun Ran yang mengikutinya.
Wat meminta pada Lin untuk duduk di sebuah kursi panjang yang diletakkan di bawah pohon besar, yang biasanya kerap diduduki oleh para mahasiswa yang sedang berkencan di kampus. Tetapi saat ini kebetulan kursi tersebut sedang kosong.
Mereka duduk bersebelahan dengan posisi duduk Wat yang sedikit dimiringkan dan menjorok ke arah Lin.
"Apa yang June lakukan padamu?" tanya Wat, melepas tangan Lin yang sedari tadi memegangi pipi kirinya.
Lin melihat Wat, menatapnya dengan tatapan sendu.
"Lin … kamu nangis?" tanya Wat dengan kecemasannya.
"Sepertinya ini bukan cara yang baik, Wat. Banyak wanita yang menyukaimu dan berharap mendapatkan kamu. Saat kita memberi tahu dunia kalau aku adalah pasanganmu … ternyata tidak semuanya bisa menerima dengan baik," tutur Lin.
"Lin … aku hanya ingin melindungimu saja. Aku ingin menjagamu, bukan hanya di rumah … tetapi juga di kampus."
"Tapi kita sudah membuktikannya, kalau ternyata cara ini bukanlah cara yang terbaik. Pergilah … tinggalkan aku sendiri, Wat," pinta Lin, ingin menjaga jaraknya dengan Wat selama di kampus.
"Lin … tapi—"
"Please … still to be my man. Be a good daddy for twins. I am your wife … but not now … not here …."
Wat menunduk dan mengangguk.
"I see … I will be your man, I'm your husband and daddy to Pin and Nas," balas Wat.
"Pergilah …."
Wat menarik napasnya panjang dan ia hembuskan dengan mendengus.
"Wat!" panggil Lin, menahan pergelangan tangan Wat, yang hendak melangkahkan kakinya untuk pergi.
Wat menoleh pada Lin, menunggu wanitanya mengutarakan sesuatu.
"I love you …."
Wat tersenyum pada Lin, mengangguk dan kemudian melepas dengan pelan genggaman tangan Lin. Ia berlalu tanpa membalasnya.
'Kamu ingin menjadi lelakiku … tapi masih saja belum bisa mencintaiku.'
***
Wat menepikan mobilnya, melihat pintu rumah orang tua Lin yang tertutup. Ia masih merasa iba pada sang istri, karena Lin kini sedang menjadi bulan-bulanan oleh banyak mahasiswa di kampus. Ia tidak bisa berbuat banyak, selain menuruti kemauan Lin dan juga memberikan waktu luang untuk sang istri. Apalagi, saat ini ia sedang penasaran dan tertarik untuk mendekati Win.
Flash back
"Aku mengingatnya dengan jelas … tapi saat itu … aku sedang berduka … dan tidak ada lagi pikiranku untuk berkenalan denganmu … meski pesonamu membuatku tertarik," tutur Win.
Mata Wat membesar, cukup kaget mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Win.
"Sekarang aku ingin mencintai seorang wanita, Wat … dan wanita yang aku pilih adalah Lin. Bukan yang lain dan tidak ingin yang lain. Sepertinya … aku tidak akan memberikan kesempatan pada hatiku, untuk mencintai pria lagi."
"Kamu bicara apa, Win? Kamu ingin jadikan Lin sebagai pelarian kamu, iya?!"
"Lin ��� benar pasanganmu, Wat?" tanya Win, terlihat hampir kecewa.
"Apa kamu seorang gay?" tanya Wat.
"Maksud kamu?"
"Kamu yang mengatakannya sendiri, kalau kamu tidak ingin memberikan kesempatan pada hatimu untuk mencintai seorang pria lagi."
"Itu masa lalu, Wat. Sekarang tidak seperti itu keadaannya."
"Jangan dekati Lin, Win … ia tidak tahu apapun mengenai masalahmu dan jangan libatkan Lin untuk membuatmu move on," pinta Wat, dengan penuturan yang begitu lembut.
"Aku sudah menetapkannya—"
"I will be your man, Win."
Mata Win membesar, melihat Wat yang mengatakannya seolah tanpa ragu dan dengan penegasan.
Win terkekeh, menggelengkan kepalanya.
"Aku serius Win … apapun akan kulakukan, asal kamu tidak menggangu dan mejadikan Lin sebagai pelarian kamu," ujar Wat.
"Kamu sangat mencintai Lin?"
Wat diam, kini ia memalingkan wajahnya, memegang kemudinya.
"Wat, jawab aku."
"Aku menyukaimu. Sejak pertama kali melihatmu, di rumah sakit … di New York."
***
Flashback off
Cklek
Wat menoleh ke arah pintu kamarnya. Lin masuk dan menutup pintu, kemudian menghampiri Wat yang sedang merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Wat, belum tidur?" tanya Lin.
"Lin … maafkan aku. Tadi si—"
"Istirahat, yuk! Sudah malam. Aku lelah," ucap Lin, tidak ingin Wat membicarakan kejadian di kampus.
"Lin …."
"Wat … aku tidak ingin membicarakannya."
"Tapi Lin—"
Lin menarik tengkuk Wat, mencumbu bibir sang suami.
Ia mendorong tubuh Wat, hingga terlentang dan ia segera naik ke atasnya.
"Lin!"
"Promise, to be my man, Wat," ucap Lin.
***
Ctak
Win menghidupkan lampu kamarnya. Ia menarik kursi dan duduk di sana, dengan menyandarkan punggungnya.
"Huft …," dengusnya seolah begitu penat.
Win mengambil ponsel di saku kemejanya. Ia lagi-lagi membuka media sosial dan melihat beranda milik pria bernama Water Ionataurus.
"Andai kita sama … mungkin aku bisa melupakan Tird …," gumamnya.
Win menutup matanya, mengeluarkan butiran bening dari tepi matanya. Ia masih sangat kehilangan … pria yang begitu dicintainya. Yang sudah sejak kecil hidup bersamanya. Tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu.
Flash back
Win, seorang yatim yang sangat introvert. Kematian orang tuanya membuat Win menjadi trauma. Ia kerap sendiri dan lebih sering mengikuti ibu panti, kemanapun melangkah. Win juga kerap mendapatkan perlakuan buruk dari teman-teman panti yang lainnya, sehingga membuatnya selalu berlindung pada ibu panti.
"Win pengecut …! Win cengeng …! Win pengadu …!!!"
Berbagai umpatan kerap dilontarkan untuk menghujat anak lelaki yang malang itu.
Dan saat ini, Win tengah duduk di sudut ruangan, dengan memeluk lututnya, menangis.
"Jangan takut. Ayo main bersamaku."
Uluran tangan berada tepat di depan wajah Win.
Ia menengadahkan kepalanya, melihat sosok tampan dengan usia yang bisa ditebak, Win jauh lebih muda darinya.
"Aku Tird. Kita bisa berteman, bukan?"
Win hanya diam, menatap Tird penuh curiga.
Tird jongkok dihadapan Win, mengusap air matanya.
"Jangan sedih. Ada aku di sini …."