Chereads / Toy For You / Chapter 35 - Her Other First

Chapter 35 - Her Other First

Isaac termenung dengan segelas gin di tangannya. Lagi-lagi ia memaksa dirinya untuk melupakan kesedihannya dengan alkohol. Ia menoleh kepada Agatha yang tertidur di kamar sebelah. Wajahnya tenang dalam rengkuhan bantal-bantal yang ia posisikan memeluk seluruh badannya.

Isaac beranjak berdiri dan berjalan gontai menuju kasur. Ia menjatuhkan tubuhnya keras-keras ke sebelah Agatha, membangunkan gadis itu. "Isaac. Hai," sapanya sambil mengucek mata dan meregangkan badannya. Isaac tersenyum lebar ketika gelas bergulir jatuh dari tangannya yang ia pindahkan ke atas tubuh Agatha. "Aku kangen." Katanya. "Dimana temanmu?"

"Dia tidak jadi menginap. Katanya ia harus kembali karena perlu mengurus adiknya."

Isaac menengadah kepada Agatha dan memasang wajah memelas, "awee untung aku kesini. 'Kan kasian kalau kamu sendirian." Katanya sambil mengeratkan rengkuhan di pinggang Agatha. "Aku tidak apa-apa juga kalau sendirian." Kata Agatha sambil berbalik dan menatap lurus kepada Isaac yang kelihatan semakin mabuk karena tatapan manis yang mendarat ke wajahnya itu. "Kamu minum lagi?" Isaac memejamkan matanya lalu menganggukkan kepala, kembali tersenyum lebar. "Sebutuh itukah kamu untuk terus minum Isaac?"

Isaac kembali membuka matanya, ingin melihat wajah seperti apa yang dipasang Agatha, setengah khawatir gadis itu memasang wajah kesal. Tapi tidak. Agatha hanya menatap lurus kepadanya, tidak memasang rona apapun. Ia hanya menatapnya. Agatha hanya sedang benar-benar penasaran mengapa Isaac terus minum. "Aku hanya suka rasa berputar yang muncul di kepalaku kalau minum. Terus lantai rasanya jadi jeli dan aku jalannya jadi zig-zag, seru." Kata Isaac sambil memanyunkan bibirnya ketika berbicara, mengimitasi anak-anak ketika menjelaskan hal yang menarik.

"Boleh aku mencobanya?" Tanya Agatha sambil beranjak dan meraih gelas yang tadi menggelinding dari tangan Isaac. "Tidak. Tidak. Tidak boleh." Isaac segera bangkit berdiri, seketika kembali sadar dan meraih gelas yang ada di tangan Agatha. "Kamu belum boleh minum."

"Aku hanya ingin mencoba rasanya."

Isaac menggeleng, namun Agatha merengkuh dan melindungi gelas itu di dalam dekapan di dekat dadanya. Isaac terkekeh lalu memeluk Agatha, perlahan berusaha untuk meraih kedua tangannya yang melindungi gelas kosong itu. "Aggie, kamu tidak akan suka dengan rasanya." Kata Isaac sambil terkekeh. "Pahit."

"Aggie?" Agatha memutar badannya, menatap Isaac dengan tatapan kaget. Isaac tidak pernah sesadar ini dalam waktu sesingkat itu sebelumnya. Ia segera mengusap tengkuknya, merasa ia baru saja melakukan kesalahan. "Ah, maaf. Aku keceplosan. Aku tahu kamu tidak suka kalau aku terlalu memaksa sok dekat."

Agatha mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Pipinya memerah dan hatinya sedikit lagi akan meledak. "Agatha, kamu tidak apa-apa?" Tanya Isaac sambil mengangkat kedua pipi Agatha yang memanas. "Kamu demam ya?"

Agatha menggeleng lalu tersenyum simpul. "Aku mau coba gin."

"Hm.. Apa kamu mau coba yang lebih enak?" Agatha mengangkat kepalanya. Ia tertarik.

Isaac senang dengan rasa penasaran Agatha yang perlahan-lahan muncul di hadapannya. Itu artinya kepalanya mulai kembali terbuka untuk mengenal hal-hal baru. Pasti selama ini ia merasa terjebak dan terdesak di dalam kepalanya sendiri karena Lucas sialan itu. Pria itu pasti membuat Agatha terpaksa berpikir sempit dan membuat dunia Agatha hanya berevolusi di sekitar Lucas saja. Agatha pasti hilang arah ketika dunianya tiba-tiba menghilang dari hadapannya.

Isaac senang Agatha akhirnya memutuskan untuk perlahan mau terbuka untuknya. Meski keterbukaan itu dimulai dari alkohol. Cairan candu yang Isaac ingin letakkan jauh-jauh dari Agatha. Tapi tidak cukup jauh dari diri Isaac sendiri.

Isaac merasa sedikit bersalah dirinya jadi pengaruh buruk untuk Agatha. Tapi cepat atau lambat seorang Agatha pasti akan mengenal alkohol. Isaac pikir mungkin akan lebih baik kalau Agatha mulai mengenal minuman-minuman itu dari dirinya yang sudah lama kecanduan. Supaya Isaac bisa mengajarinya cara dan mengapa sebaiknya Agatha tidak jatuh cinta pada minuman itu.

"Ini soju. Yang aku beli ini rasanya dari buah persik." Kata Isaac sambil menuangkan Agatha alkohol pertama yang bisa ia minum. Agatha gugup tapi ia antusias karena ini adalah hal baru untuknya. Agatha meminum alkohol pertamanya dengan ekspetasi dan mekanisme bertahan yang terlalu tinggi sampai-sampai gadis itu sedikit kecewa dengan rasanya. "Aku kira rasanya akan sedikit pedas seperti kola."

Isaac terkekeh, "aku juga awalnya berpikir seperti itu. Tapi ternyata rasanya sama sekali tidak seperti air karbonasi, 'kan?" Agatha mengangguk setuju. Agatha membaca kadar alkohol dari botol soju itu dan ia hampir tersedak air liurnya sendiri. "Tiga belas persen?! Tinggi banget!"

Isaac mengangkat kedua alisnya lalu terkekeh. "Dan kamu tadi minta gin? Ya kali." Kata Isaac sambil membukakan minuman lainnya untuk Agatha. "Aku sedikit kaget hotel ini punya sherry. Tapi ini sherry."

"Sherry? Namanya imut banget untuk alkohol."

"Iya, tapi kadarnya enggak imut." Agatha mengangkat kedua alisnya sambil menenggak minuman itu. "Apa kamu suka rasa yang ini?" Agatha mengecap beberapa saat lalu menenggak minuman di gelasnya satu kali lagi. Ia mengangguk sambil tersenyum lebar.

"Apa aku bisa mabuk dari minum ini?"

"Pertanyaannya adalah apa kamu punya toleransi alkohol yang tinggi?"

"Mau coba cari tahu tidak?" Agatha tersenyum lebar sambil menyodorkan kembali gelas yang ada di tangannya. Isaac terkekeh dan merasa terundang untuk memeriksanya juga. "Kamu yakin?" Tanyanya sambil menuangkan Agatha satu kali lagi. Agatha menggedikkan bahunya lalu tersenyum, "kenapa enggak?" Tanya Agatha.

Delapan gelas penuh dengan berbagai jenis alkohol dan Agatha sudah berani duduk di pangkuan Isaac sambil tertawa lepas. Isaac yang sedikit mabuk alkohol dan juga mabuk Agatha juga ikut tertawa bersamanya meski diantara mereka berdua tidak ada yang sedang melontarkan lelucon.

Untuk beberapa waktu mereka hanya bertatapan dan berpelukan dengan ciuman yang dicuri Isaac disana-sini. Kadang Agatha menyisir rambut Isaac sambil berusaha untuk membuka kelopak matanya yang berat untuk menatap kedua mata tajam Isaac. "Ih, tutup mata kamu." Kata Agatha yang setengah sadar. Isaac terkekeh lalu bertanya, "kenapa?"

"Cantik banget." Kata Agatha sambil menyandarkan kepalanya ke pundak Isaac yang sedang terbuka untuknya. "Aku suka."

Isaac mengharumi rambut Agatha yang habis ia cuci tadi sore dan mengeratkan pelukannya supaya gadis itu tidak terjatuh kalau tiba-tiba ia pingsan. Agatha mendesah kecil lalu menarik napas dalam-dalam, "Isaac, badanku rasanya panas sekali."

Isaac menoleh lalu menepuk puncak kepala Agatha sejenak, sejujurnya tidak terlalu mendengar Agatha dengan jelas karena wajah gadis itu terbenam di pundaknya, termasuk mulutnya yang habis berbicara. Tapi kemudian ia segera paham apa yang tadi dikatakan Agatha ketik gadis itu mulai membuka kancing baju piyamanya dan menarik turun celana panjangnya. "Isaac, badanku panas." Katanya lagi, kali ini menarik wajahnya dan mendaratkan pandangannya kepada Isaac yang masih tidak menyangka Agatha bisa semenggemaskan ini ketika ia mabuk. Sedikit rasa ingin mempermainkan Agatha muncuk di kepala Isaac.

"Lalu kamu mau aku bagaimana?" Tanya Isaac.

Agatha memejamkan matanya, berusaha meluruskan pikirannya yang berserakan lalu melepas branya dengan tidak sabaran, meninggalkan hanya celana dalam yang melekat di badannya. "Badanku panas." Katanya lagi dengan pelan.

Isaac melihat setiap inci tubuh Agatha dan menjalankan kuku jari jemarinya di punggung Agatha sambil menatap wajah gadis itu mulai bereaksi. "Badanku semakin panas." Kata Agatha sambil menggenggam tengkuk Isaac dengan erat. Gadis itu mendekatkan wajahnya kepada wajah Isaac, ingin menyatukan bibirnya kepada milik Isaac tapi pria itu menjauhkan wajahnya, ingin menyaksikan wajah Agatha yang kesusahan menahan keinginannya sendiri.

"Mau cium." Pinta Agatha.

"Kamu harus menunggu."

Agatha mengernyitkan dahinya, "kenapaaa?" Rengeknya.

"Kamu harus belajar menunggu."

Isaac melebarkan kedua kaki Agatha sampai gadis itu benar-benar terduduk di pangkuan Isaac. Ia terus mengelus dan menggaruk punggung dan paha Agatha dengan lembut. Isaac mulai mengharumi dan mengecup kecil leher dan dada Agatha yang terbuka sampai gadis itu tak tahan lagi menahan desahan yang sudah diiujung lidahnya sendiri.

Agatha membukakan kemeja yang Isaac kenakan dengan perlahan selagi Isaac membenamkan wajahnya di leher dan rambut Agatha. "Apa tubuhmu semakin panas, Agatha?"

"Aku mau dipanggil Aggie."

Isaac tersenyum dari sela-sela kecupan kecilnya, "apa tubuhmu semakin panas, Aggie?"

"Mmhmm," Agatha mengangguk sambil membuka mulut dan mengernyitkan dahinya, semakin dimakan oleh semua sentuhan dan kecupan Isaac. Apalagi ketika Isaac mulai memasukkan kedua tangannya kedalam celana dalam Agatha dan meremas pantat gadis itu dengan keras.

Agatha menyandarkan dahinya kepada dahi Isaac sambil mendesah dan menarik napas. Setiap sentuhan Isaac rasanya seratus kali lebih jelas ketika mabuk, dan Agatha akui ia benar-benar mabuk sekarang.

Isaac mengelus dan menekan lembut garis bibi vagina Agatha dari belakang sampai kedua jarinya basah dengan cairan milik Agatha. Ia masih belum mau menerima ciuman dari Agatha yang sedari tadi berusaha untuk mendekatkan wajahnya, mengajarinya untuk bersabar setidaknya sampai permainan tangan Isaac berakhir. Ia ingin membuat Agatha panas hingga puncak kepala sampai-sampai rasanya gadis itu mau meledak. Ia mau menyiksa Agatha sedikit lagi, mendengar desahan tertahannya lebih lama lagi.

Agatha pada titik ini tidak bisa benar-benar menopang tubuhnya dengan benar lagi. Tubuhnya menempel pada dada Isaac, posisi itu memperbolehkan Isaac untuk menggesekkan jarinya semakin cepat sambil sesekali masuk satu inci kedalam milik Agatha. Desahan dari mulut Agatha semakin karuan mengikuti tempo tangan Isaac. Gadis itu benar-benar akan meledak dan meleleh di tangan Isaac kalau pria itu terus memperlakukannya seperti ini.

Untuk beberapa saat dua jari Isaac masuk kedalam milik Agatha dengan sepenuhnya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan kuat lalu membuka mulutnya ketika merasakan tekanan-tekanan kecil di sisi enak di dalam miliknya. Agatha menggeleng sambil berusaha untuk mengatur napasnya sebaik mungkin. Tapi kemudian berhenti ketika desahan harus keluar dari mulutnya saat Isaac mulai memaju mundurkan tangannya dari milik Agatha yang mulai meneteskan lendir yang banyak. Isaac melihat itu dan ia juga tidak bisa lama-lama menahan dirinya. Ia menuntuk tangan Agatha kepada miliknya yang ia keluarkan. Agatha menggenggam dan memaju mundurkan tangannya di milik Isaac yang sudah membesar dan berdiri tegak.

Desahan mereka bergabung dan kadang saling berkejar-kejaran. Isaac memperkuat tekanan-tekanan pada sisi vagina Agatha yang berada tepat dibawah perutnya ketika Agatha mempercepat gerakan tangannya di milik Isaac. Pria itu berlomba dengan kekuatan Agatha dan sialnya ia barusan hampir kalah cepat dari Agatha, ia sampai harus menghentikan gerakan tangan Agatha di miliknya.

"Kamu mau apa, Aggie?" Tanya Isaac yang menghentikan tangannya, menelan ludahnya sambil mengatur napasnya yang tersengal karena barusan menahan dirinya dari mencapai puncak karena tangan Agatha. "Aku mau kamu mengatakannya." Kata Isaac sambil menarik rambut Agatha pelan, mengangkat wajah Agatha dan memperlihatkan leher jenjang gadis itu. "Agatha, cepat katakan." Katanya sambil memperkuat tarikannya di rambut Agatha. Agatha menatap Isaac sambil tersengal-sengal dan menelan ludahnya di sela-sela.

"Aku mau kamu."