Begini rasanya rupanya, pikir Agatha. Rasanya mengangkat kepala dengan mata tajam yang sayu melihat kepada semua pandangan yang selama ini Agatha tidak lihat.
Dulu Agatha kira pandangan itu adalah pandangan menindas yang berusaha mencari kelemahannya. Sekarang Agatha sadar kalau semua pandangan itu adalah pandangan kagum, takut, terkesima, kaget dan Agatha tidak menemukan pandangan yang selama ini ia kira pandangan menjatuhkan yang diberikan orang kepadanya. Malah sebaliknya. Mereka malah takut melihat Agatha tepat di matanya. Karena mereka tahu Agatha-lah yang bisa menjatuhkan mereka.
Agatha sudah bangun dari mimpi-mimpi buruknya. Ia telah kembali mengingat seberapa besar kuasa dari namanya.
Agatha Ivy.
Nama itu bukan hanya nama biasa. Atau nama di sertifikat lahir dan kartu identitasnya.
Nama itu panjang sejarahnya. Nama itu adalah nama yang membangun desa ilalang jadi kota cemerlang seperti sekarang.
Agatha Ivy.
Nama itu adalah nama yang dipuja. Nama yang disebutkan di berita jadi anak pemilik perusahaan terbesar di negara itu. Nama Ivy-nya itu selalu bersaing di permainan besar dengan taruhan yang besar. Ia lahir ke nama yang begitu dipuja itu. Tapi selama ini ia tidak pernah merasa ia lahir untuk mengemban nama itu.
Ia tersungkur lemah selama ini. Takut ditekan dan takut dipukuli oleh orang-orang yang namanya tak dipuja. Ia selama ini takut akan hal-hal yang begitu tak relevan. Ia tidak bergerak leluasa karena takut ia akan ditindas. Ia mengemban tanggung jawab yang begitu besar dan tak pernah melihat hak dari namanya itu sepenuhnya miliknya.
Tapi begitu terkekangnya ia di dalam dirinya pun ia tetap dipermainkan. Perasaannya, tubuhnya, jiwanya. Jadi apa gunanya hidup aman?
Agatha melihat Lucas yang begitu binasa di hadapannya. Matanya sembap dan sebentar lagi ia kelihatan akan mulai membanjiri kafe ini dengan air matanya. Dan Agatha tidak ingin berada disana untuk melihat itu. Ia tidak punya waktu lagi untuk hal-hal yang tidak relevan.
"Sampai sini saja hubungan kita. Aku harap kamu tidak berusaha untuk mengangguku lagi. Aku sarankan kau kembali saja ke Jepang dan tidak pernah kembali lagi kesini. Aku akan menginjak-injakmu sama seperti kau membiarkan teman-temanmu menginjak-injakku dulu."
Isakan Lucas meledak mendengar ancaman Agatha yang kedengaran begitu dingin. "Kumohon, Agatha, berikan aku kesempatan. Aku ingin memenangkan perhatianmu lagi. Aku salah dulu. Aku minta maaf." Lucas menangkup tangan Agatha yang ada di meja dengan kedua tangannya yang dingin. "Aku akan melakukan apa saja. Kumohon. Berikan aku kesempatan lagi."
Wajah Agatha memang datar, tapi ia ingin sekali mengernyitkan dahinya karena sekarang ini ia kebingungan dengan ketulusan kata-kata Lucas. Apa-apaan ini? Apa yang ia alami selama ia menghilang dari hadapan Agatha waktu itu? Apakah ini relevan saat ini? Kenapa pria ini menangis seperti bayi? Memangnya apa yang akan terjadi kalau Agatha pergi?
"Bukankah katamu waktu itu kalau aku ini mudah untuk digantikan?"
"Tidak. Kamu tidak tergantikan, Agatha." Lucas menyeka air matanya lalu berusaha untuk tersenyum diatas kehancurannya sendiri. "Kamu adalah satu-satunya dan kamu tidak tergantikan."
Agatha adalah satu-satunya dan Agatha tidak tergantikan katanya? Hah?
Agatha terkekeh lalu menggeleng penuh ketidak percayaan. "Kamu masih saja pintar dengan kata-katamu."
"Aku sedang jujur! Kenapa kamu tidak percaya padaku?"
"Mulai darimana aku harus percaya padamu?"
"Semuanya! Semua yang aku katakan ini tulus!"
Agatha kembali tertawa, lucu rasanya. Ia menggeleng tapi "Baiklah, terserah." Meluncur dari mulutnya. Ia sudah sepenuhnya lelah, dan kali ini ia tidak lagi takut untuk menunjukkannya. "Apapun katamu?" Tanya Agatha. "Kamu mau melakukan apapun, katamu?"
Lucas menarik ingusnya lalu mengangguk. Ia segera menyeka air matanya dan secerca harapan kalau Agatha akan menerimanya kembali muncul di cahaya matanya yang terbit kembali. "Baiklah. Aku ada permintaan kalau begitu."
"Katakan. Aku akan melakukannya."
"Carikan aku tempat aman. Aku may tempat itu tidak bisa disentuh siapapun. Pastikan semuanya disana terputus dari dunia ini."
Lucas segera mengangguk. Ia tidak perlu alasannya. Ia akan melakukannya. Agatha meminta. Ia akan memberikannya.
Agatha berdiri dan memasukkan kedua tangannya ke saku jas yang dikenakannya. "Beritahu aku kalau kau sudah melakukannya. Sampai saat itu, jangan coba-coba untuk mengangguku."
"Baik, Agatha."
Agatha berjalan menuju mobilnya dan ia duduk di dalam sana sebentar lalu segera menghidupkan mesinnya. Tidak ada pikiran hang ribut di pikirannya sekarang. Ia melihat Lucas yang masih duduk disana. Pria itu menatap kepada mobil Agatha yang jendelanya gelap. Entah apa yang sedang ada di pikirsn pria itu selama ia melihat mobil Agatha yanh tidak bergerak.
Lalu kemudian Lucas mengeluarkan handphone-nya dan mulai membuat panggilan telepon. Agatha mengasumsikan pria itu sudah mulai mencari yang Agatha minta. Bagus. Ini semua berjalan sesuai rencana rupanya.
Agatha memutar setir dan mulai berkendara dengan senyum puas di wajahnya. Ia kira rencana ini akan gagal karena Lucas yang menghilang dan situasinya yang berubah ruwet ketika ia mengetahui kalau ia diberikan kepada seorang Hilton. Ia kira rencana ini hanya akan berhasil kalau ia tidak menemukan nama besar lainnya di sekitarnya. Tapi sepertinya sejauh ini masih dirinya yang menggerakkn pion-pion di papan catur hidupnya itu. Ia masih mengenggam kendali.
Agatha berkendara ke tempat yang di bagikan oleh Kay. Selama ia berbincang dengan Lucas di kafe itu, ia meminta Kay untuk membantunya mencari Miracle.
Pria itu tahu bahwa ini situasi genting dan ia bersedia atas permintaan Agatha untuk tidak memberitahu Isaac dahulu. Agatha berjanji padanya kalau gadis itulah yang akan menjelaskan situasinya itu kepada Isaac.
Kay melakukan semuanya sesuai instruksi Agatha dan membantunya dalam diam. Agatha meminta Kay untuk tidak melaporkan apapun pada polisi dan memintanya untuk mengirimkan orang-orang Hilton untuk mengamankan tempat itu karena Agatha yakin Lucas pasti meminta orang-orangnya untuk menjaga Miracle selama pria itu pergi menemui Agatha.
Dan gadis itu benar.
Ia memarkirkan mobilnya tidak jauh dan melihat bahwa lokasi yang diberikan Kay adalah sebuah gudang terbengkalai di pinggir kota. Agatha menunggu di dalam mobil sambil mencari posisi Kay.
Ia mendapat Kay sedang berdiri, merokok di dekat gedung itu. Ia terlihat santai. Itu artinya ia sudah melakukan tugasnya untuk mengamankan tempat itu.
Kay langsung berjalan menuju mobil Agatha ketika ia melihat gadis itu membuka pintu mobil. "Miracle di dalam. Dia kelihatan terguncang."
"Aku tahu. Terima kasih, Kay." Kata Agatha sambil menepuk Kay di lengan atasnya dan kembali berjalan menuju pintu masuk gudang itu.
Kay membukakan pintu untuknya. "Orang-orang ini sepertinya mengenalmu." Kata Kay ketika pintu terbuka dan melihat orang-orang Hilton yang duduk santai segera berdiri tegap dan orang-orang milik Lucas yang terikat menggantung terbalik mulai menggeram dan mengelukan ketidak bersalahan perbuatan mereka.
Lalu salah satu dari mereka berhenti berteriak ketika menyadari ada seorang perempuan yang masuk bersama Kay. "Agatha! Lepaskan aku!" Pekiknya. "Kau mengenalku kan?! Lepaskan aku!" Serunya lagi sebelum ditendang oleh orang-orang Hilton.
Agatha menoleh kepada Kay lalu mengangguk. Kay menjentikkan jarinya lalu hantaman yang dilayangkan pada pria itu berhenti.
Bunyi sepatu hak Agatha menggema dan terdengar mendekat kearahnya. Ia membuka matanya dan melihat Agatha berjongkok di hadapannya, berhadapan dengannya.
"Gus bukan?" Tanya Agatha.
"Agatha, lepaskan aku. Aku disuruh oleh Lucas."
"Kau jadi bawahannya karena banyak hutang kan? Kalah taruhan lagi?" Agatha tersenyum ketika melihat reaksi Gus yang kaget tapi kemudian diselubungi oleh penyesalan dan rasa takut. Mungkin karena mendengar suara Agatha yang tidak lagi ciut dan bergetar. Ia sedang terintimidasi dengan kepercayaan diri yang diperlihatkan Agatha saat ini.
"Dulu Gus, apakah kamu tahu kalau aku ini Ivy?" Tanya Agatha.
"Apa?" Tanya Gus dengan kedua matanya yang melebar, "Ivy? Kau seorang Ivy?"
Kay menampar Gus di pipinya yang paling bengkak, "jawab saja." katanya.
"Tidak! Aku tidak tahu!" Kata Gus sambil meringis kesakitan. "Kumohon maafkan aku."
Agatha melayangkan pandangannya pada setiap orang yang digantung terbalik seperti ikan yang akan dikeringkan. Ia mengenal semua wajah-wajah mereka meski babak belur dan berusaha untuk mengalihkan pandang karena malu. Semua wajah malu mereka saat ini tidak sama seperti saat mereka menginjak, menendang dan menggunakan Agatha untuk melepaskan stres mereka dulu.
"Ya sudah. Kita kenalan dulu." Kata Agatha sambil mundur dan berdiri di hadapan mereka. "Namaku Agatha Ivy. Dan aku bukan anak ibuku." Katanya sambil memberikan senyuman yang melekatkan rasa ngeri kepada orang-orang di hadapannya.
"Aku adalah anak ayahku."