Chereads / Toy For You / Chapter 37 - Resentment

Chapter 37 - Resentment

Agatha duduk di mobil dengan kepala yang terasa seperti lubang menganga yang dalam dan gelap. Ia merasakan nadinya berdetak pelan dan jantungnya berdegup teredam di dalam dadanya. Rasanya begitu sesak. Dirinya itu. Hidupnya saat ini. Menyesakkan.

Permainan ini begitu menyesakkan. Permainan perasaan yang Agatha mulai karena ia menginginkan sebuah gejolak di hidupnya yang begitu senyap dan aman di rumah ayahnya yang begitu luas nan menghimpit. Sebenarnya dari sejak kapan ia mulai melakukan hal ini dan apa sebenarnya yang ia ingin dapatkan dari semua ini?

Ia menghela napas dan memejamkan matanya dalam-dalam lalu kemudian mulai membawa dirinya kembali kala ketika ibunya masih bersamanya. Sebuah fatamorgana yang selalu Agatha simpan di dalam kepalanya dengan baik meski semakin kesini ia mulai lupa banyak hal dari semua hal yang telah ia lakukan. Ia paling suka dengan ingatan saat ia dibawa ibunya ke sebuah padang bunga matahari di tempat yang sangat jauh dari rumah mereka. Agatha dibelikan es krim stroberi dan ibunya membeli es loli rasa mangga untuk dirinya sendiri. Hari itu cerah dan Agatha banyak mendengar ibunya bercerita dengan antusias tentang masa kecilnya di ladang bunga matahari itu.

Agatha kemudian mengetahui sebuah kenyataan saat ia berumur dua belas, bahwa pada hari itu ibunya sama sekali tidak memberitahu idenya membawa Agatha pergi jauh dan ayahnya mengira ia dan Agatha telah diculik karena tidak kelihatan sampai malam hari.

Wanita gila; ibunya itu. Begitu kata ayahnya dan segenap kakak pembantu yang tak sengaja bergosip, mengira Agatha sedang tidak duduk di balik rak buku di perpustakaan keluarga. Semua orang memperlakukannya seperti orang aneh. Seperti seorang pasien sakit jiwa yang harus makan obat yang membuatnya begitu lemah dan kurus.

Orang-orang ini menyiksanya, pikira Agatha. Pelayan, penjaga, teman sosialita, ayah Agatha, dan bahkan keluarga besar Ivy melihat ibu Agatha sebagai seorang buangan yang punya banyak uang. Pelan-pelan Agatha menyaksikan hidup ibunya dibuang sia-sia.

Tapi Agatha melihat lebih dalam daripada kelakuan-kelakuan impulsif ibunya. Ia melihat sebuah enigma dari wanita yang seharusnya ceria dan hidup sepenuhnya pada masa kini. Dengan uang, kekuasaan dan semua orang yang bisa membantunya itu ia seharusnya tidak perlu memikirkan apa-apa lagi dan berfokus pada keinginan tanpa batas yang bisa ia penuhi. Lalu kemudian Agatha mengingat kala terakhir ibunya mengatakan sesuatu padanya.

Ingatan itu sangat buram dan suara ibunya menggema kencang ketika Agatha mendengarkannya. Ibunya akhirnya benar-benar jatuh sakit dan perlu melewati masa-masa berbaring di rumah sakit. Agatha tidak diperbolehkan untuk menjenguk ibunya selama berbulan-bulan dan pada masa itu juga yang Agatha lakukan hanyalah merindukan ibunya dan menyaipkan semua hal yang bisa ia siapkan sebagai hadiah ketika Agatha akhirnya bisa kembali bertemu dengannya. Agatha yang kecil tidak akan pernah bisa menyangka ketika ibunya dikembalikan ke rumah bukan karena ia sepenuhnya telah sembuh. Gadis kecil itu mengalami syok berat melihat ibunya selemah itu setelah berbulan-bulan tidak bisa melihatnya sampai ia melupakan semua hadiah yang sudah ia siapkan.

Ibunya jatuh begitu dalam di dalam ranjau penyakitnya sampai dokter merasa tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan.

Ingatan Agatha berhenti sejenak sampai pada masa itu. Kepalanya berdenyut ketika ia kembali membuka ingatan-ingatan itu. Seperti ada sebuah kekuatan dari dalam dirinya yang membendung keinginan Agatha untuk mengingat satu-satunya masa yang ia miliki tentang ibunya. Agatha sejujurnya telah sepenuhnya melupakan apa yang dikatakan ibunya terakhir kali padanya. Ia menghela napasnya dan mengatur dirinya untuk kembali ke masa sekarang, sendirian di dalam mobil. Lagipula, kata-kata itu mungkin tidak begitu penting. Begitu pikir Agatha ketika ia akhirnya memalingkan wajah dan menemukan sebuah notifikasi di layar handphone-nya.

Lucas : 11:00 Aku sudah di kafe ;) aku duduk di tempat kita biasa duduk. Take your time. Miss you lots!

Agatha kembali menghela napasnya dan mengehentakkan kepalanya ke kemudi dengan pelan. Isaac pokoknya tidak boleh tahu ia datang ke kafe ini karena akan bertemu dengan Lucas. Tapi ada kemungkinan kalau Isaac akan menyadarinya cepat atau lambat ketika menyadari salah satu mobilnya tidak ada di garasi karena Agatha meminjamnya sebentar. Jadi sebaiknya Agatha cepat-cepat menyelesaikan apapun percakapan yang ingin Lucas lakukan dengannya lalu mengembalikan mobil itu ketempat semula.

Lucas melihat Agatha berjalan ke arahnya dengan dua mata yang berbinar dan mulut yang berkedut seakan hendak menangis lalu berlari ke dalam pelukan Agatha. Tapi ia mengurungkan niatnya karena tahu ia harus tegas dengan posisinya saat ini sebagai orang yang telah menjahati Agatha selama ini, ia harus tahu batasannya. Ini demi mengembalikan kepercayaan Agatha sepenuhnya padanya.

Agatha menggeser kursi dan duduk tanpa memalingkan tatapannya pada Lucas yang kelihatan acuh tak acuh padanya. Gadis itu tidak punya maksud untuk memesan terlebih dahulu dan segera membuka mulutnya.

"Dimana dia?"

Lucas mengangkat wajahnya yang penuh dengan kekagetan namun ia kembali menahan dirinya yang sebenarnya ingin jatuh tersungkur dan meraung memohon kepada Agatha untuk kembali padanya. "Tidur."

"Bohong."

"Aku sedang jujur." Lucas tersenyum sambil menghidupkan rokok yang dia apit di dua jemarinya. "Hari yang cerah." Kata Lucas.

"Tidak usah basa-basi. Aku tidak mau kau melukai Miracle."

Lucas mendelik kepada Agatha dan seketika bulu kuduk gadis itu naik. Tatapan itu yang selama ini membuat Agatha ciut dan tunduk. Tatapan kesal Lucas jika Agatha bertingkah terlalu menjengkelkan untuknya. Tapi gadis itu memantapkan dirinya dan kembali menatap Lucas serius. Ia tidak lemah dan tidak pernah lemah. Dulu ketika Lucas melakukan itu padanya lalu kemudian ia ciut, saat itu ia hanya kaget dan tidak tahu harus melakukan apa. Ia hanya perlu kepercayaan dirinya kembali dan rasa itu sepenuhnya ia genggam saat ini.

"Cepat ngomong."

"Kau tidak pernah menyukainya." Lucas tergelak. "Bukankah sebaiknya ia tidak perlu muncul lagi?"

"Kau tidak pernah benar-benar meluangkan waktumu untuk mengenalku." Kata Agatha. Ia muak dengan mulut sok milik Lucas itu. Pria itu tidak pernah peduli dulu. Kemudia ia kembali dan bertingkah kalau selama ini ia telah memberikan seluruh dunia untuk Agatha? Yang benar saja.

Tapi kemudian wajah Lucas meleleh lalu tubuhnya mulai bergetar. "Aku tahu." Katanya ketika air matanya mulai menggenang di pelupuk mata. "Dan aku menyesal." Lanjutnya ketika segaris air meluncur dari matanya. Satu demi satu tetesan meluncur hingga akhirnya setetes berubah menjadi seratus tetes dalam dua detakan jantung. Lucas terisak dan mulai meluncur kedalam kesedihan yang dibawa penyesalannya. Tubuhnya berguncang ketika ia menarik napas dengan tersengal dan ia saat ini tidak berani melihat kearah Agatha lagi. Lucas akhirnya tidak lagi bisa membendung dirinya dan semua kesedihannya

Entah apa yang disesali Lucas ini, Agatha pikir. Apakah Lucas mengira dengan ia menahan napasnya lama dan ia menangis sampai air matanya memenuhi laut, semua derita sengsara yang Agatha rasakan bersamanya akan hilang begitu saja? Agatha tidak memahami konsep maaf dan penyesalan yang muncul di akhir. Kalau ia disuruh untuk melompat dari tebing oleh mafia, Agatha tidak yakin hidupnya akan selamat hanya karena ia tersungkur ke tanah dan meminta maaf. Hidupnya hanya akan terampuni kalau ia meloncat dari tebing itu. Dan dari metafora itu, Agatha sedang menjadi mafia yang menyuruh Lucas untuk melompat dari tebing. Dan alih-alih melompat, Lucas malah tersungkur ke tanah dan meminta maaf karena penyesalan. Lucas menyesal pada bagian yang mana memangnya? Lucas menyesal sampai sejauh mana memangnya?

Pada saat yang genting itu, untaian demi untaian kembali terikat di kepala Agatha. Kenangan dengan ibunya semuanya kembali sepenuhnya. Termasuk kata-kata terakhir ibunya yang akhirnya tidak lagi keruh dan muncul di permukaan pikirannya.

"Agatha. Permohonan orang yang telah dalam disakiti didengar oleh langit. Penuh ampunlah meski kamu telah terluka, bunga matahariku. Langit tidak akan meninggalkan orang yang menderita."

Agatha menghela napasnya dan bersandar pada bangku. Itu rupanya yang dikatakan ibunya yang begitu baik itu. Berikanlah ampun meski lukanya dalam.

Untaian demi untaian terus terikat kembali di dalam kepala Agatha dan saat itu juga ia menyadari bahwa ia telah menyaksikan semuanya. Seluruh hidup ibunya yang menderita dalam kesahajaannya itu. Ibunya yang baik. Ibunya yang ramah. Wanita itu baik, dermawan, bijak, dan penuh ampun. Semuanya. Agatha telah kembali mengingat semuanya.

Tapi mata Agatha menggelap. Ia memang anak ibunya, tapi ia bukan ibunya.

Agatha bukan seseorang yang penuh ampun. Ia bukan orang suci yang memberkati semua orang di hidupnya. Ia mengumpat, mengutuk, dan membawa derita. Ia sejatinya adalah murka yang ibunya tidak pernah tunjukkan. Agatha sepenuhnya adalah balas dendam dari kebaikan ibunya yang diinjak-injak semua orang.

Ia memang anak ibunya, tapi ia bukan ibunya. Ia telah melihat bagaimana akhir hidup seorang lemah lembut yang bersahaja. Hidupnya tidak terampuni juga pada akhirnya dan ia terpaksa tetap melompat dari tebing dan mati. Ibunya yang ia maksud. Wanita itu tetap mati juga meski ia hidup begitu suci. Lalu apa gunanya mengampuni?

"Lalu apa?" Kata Agatha datar. "Kau menyesal. Lalu apa? Aku memaafkanmu?" Tanya Agatha.

"Maafkan aku."

Agatha tergelak kencang. Maaf katanya. Maaf mintanya. "Kau ini lucu juga." Kata Agatha ketika mendengar sebuah notifikasi masuk ke kotak pesan di handphone-nya.

Kay : 11:20 Kami sudah menemukannya.

Agatha tersenyum sambil memasukkan handphone-nya kembali ke tas.

"Maafmu itu telat dua tahun." Kata Agatha. "Jadi sebaiknya kau menghilang saja saat ini juga. Karena aku bukan hanya punya Ivy di namaku." Agatha tersenyum sambil memperlihatkan kunci mobil dengan huruf H terukir di kepalanya. "Aku juga punya seorang Hilton di tanganku."