vote komen dulu
sebelum baca yaa
•☆•
Aku rasa pertemuan pertama kita tidak terlalu bagus dikenang
olp
.
.
.
Dihukum buat bantuin pak John malah ujung-ujungnya jadi tukang sapu betulan. Ochi menyeka keringat di dahinya dengan nafas yang ngos-ngosan sambil mendesah pelan.
''Ini sekolah gak bisa dikecilin dikit apa? Besar banget bikin capek orang aja!'' dumel Ochi sambil ngambil sapu lidinya.
''Ini lagi, pohon ditanam dari depan sekolah sampe belakang sekolah ini biar apa? Teduh enggak sumpek iya!'' dumel Ochi lagi.
Dia berjalan bersama sapu lidinya ke pinggir lapangan dekat kantin yang persis disamping ruang kosong, bekas ruang musik yang gak kepake lagi. Dibelakangnya ada Aurora yang setia mengikuti dia.
''AIGO!'' teriak Ochi dengan mata melotot. ''Ini sekolah apa tempat pembuangan sampah sih? Banyak banget sampahnya kayak dosa bang Zi.''
Ochi menggeleng-gelengkan kepalanya, kedua matanya menatap satu persatu daun-daun yang jatuh berguguran ke paving block. Mulutnya kembali berdecak dan bersiap untuk mengomel lagi.
''Pantes aja pak John sehat bugar gitu, orang kerjaannya nyapu taman neraka gini.'' ujar Ochi lagi dan tetap diabaikan Aurora.
Kedua perempuan yang sudah bersahabat sejak kecil itu tadi ditugaskan oleh pak John--kepala petugas kebersihan sekolah mereka untuk membersihkan bagian belakang sekolah. Keduanya pun langsung pergi kebelakang sekolah tanpa banyak protes ke pak John, tapi selama dijalan si Ochi selalu mengomel bikin kepala Aurora sakit jadinya.
''Udahlah Ci, mending langsung kerjain daripada ngebacot.'' kata Aurora pada akhirnya buka suara juga.
Ochi mendengus, ''Kalau tadi sedikit gue mah gak masalah. Ini? Astaga!''
''Andai aja tadi tiga abang kurang ajar gue ngangkat telpon gue, pasti gak bakal sesusah ini hidup gue!''
''Arghhh! Kenapa sih gue harus punya abang? Yang hobinya ngerusuhin dan nyusahi hidup gue mulu tapi gak pernah berguna buat gue! Kenapa gue gak jadi anak tunggal aja gitu atau enggak punya abang yang baik?''
''Ini punya abang berasa melihara kerbau, masih mending kerbo. Bisa dipotong kalo udah gede. Ini? Apalagi itu si Bang Sat, pasti sengaja tuh gak ngangkat telpon gue biar gue kena hukum. Hapal banget gue kelakuannya, paling seneng ngeliat adeknya menderita.'' omel Ochie meledak-ledak sambil menyapu daun sembarangan.
Aurora menutup telinganya seraya berjalan menjauhi Ochi. Mendingan dia langsung ngerjain tugas nya aja biar cepat selesai daripada mendengar omelan Ochi yang gak ada guna nya sama sekali. Yang ada bikin pecah gendang telinga.
''Ini lagi daun, disapu kagak nurut. Terbang mulu!'' Ochie menyeka keringatnya. ''Angin juga kampret nih! Pas nyapu tiup-tiup gak jelas bikin gue capek, pas keringat gini ilang kek abang gue. Gak guna!''
Aurora mendengus, ''Ci bisa diem gak?! Lo kalo nyapu ya nyapu aja, gak usah konser solo disitu! Berasa blekping lo, iye?''
Ochie menggumam tak jelas, kemudian membelakangi Aurora. Dia mencebikan mulutnya mengejek Aurora sambil bergumam pelan mengikuti gaya bicara Aurora tadi.
''Ci bisi diim gik? Li kili nyipi yi nyipi iji, gik isih kinsir sili disiti. Birisi blikping li, iyi?''
''Alah! Karena dia gak punya abang yang dajjal kek abang gue aja itu.'' dengus Ochie menyapu daun-daun.
Beberapa menit kemudian, belakang sekolah berubah menjadi tentram setelah Ochi berhenti mengomel dan ikut kerja juga. Kedua anak manusia itu mulai menyapu daun-daun kering yang berjatuhan dan mengumpulkannya.
Tidak ada yang membuka suara, Ochi sibuk dengan sapunya dan daun-daun sedangkan Aurora sibuk dengan sampah yang sudah masuk ke keranjang. Tinggal dibuang ke got besar yang menjadi tempat sampah.
Lama keduanya serius dengan perkerjaan masing-masing tanpa ribut kayak biasanya. Suasana benar-benar adem ditambah hembusan angin pelan yang membuat anak-anak rambut keduanya berterbangan.
''Woi!''
Teriakan super nyaring yang hampir bersamaan itu mengagetkan Ochi dan Aurora yang sedang serius menjalankan hukuman mereka. Aurora bahkan sampai gak sengaja bikin jatuh keranjang plastik berisi daun-daunan yang sudah dikutipnya tadi.
''Teriak aja! Punya temen hobinya teriak-teriak mulu kayak kejambret jamet!'' omel Aurora sebal, kerjaannya bukan berkurang malah jadi bertambah.
Tiga orang cewek dengan sapu lidi dan perlengkapan yang sama seperti mereka pun terkikik geli.
''Ngapain lo disini?'' tanya Ochi menatap tiga sahabatnya itu dengan curiga. ''Ngintilin kita berdua ya? Kenapa? Kangen ya lo?''
Tiga cewek yang baru saja datang pun mendengus sebal, tingkat kepedean Ochi tuh emang udah mencapai level tak terkatakan kurang ajarnya. Sabar mereka ngadepin Ochi yang kadang pengen digotong ke neraka.
''Emang paling epic kalau ngeliat temen nistain diri sendiri. Gak bikin capek haters buat nistain dia.'' balas cewek berambut pendek yang sama seperti Ochi, Giandara namanya. Biasa dipanggil Dara tapi kalau sama Ochi beda lagi panggilannya. Gigi--itu nama kesayangan yang Ochi buat untuk Dara.
''Dia mah nafas aja udah nista, ngedip nista. Pokoknya emang ternistakan.'' sambung Alyiandri, gadis berambut sebahu.
Aurora--gadis cantik itu juga tidak mau kalah. Ikutan menistakan sahabatnya. ''Udah-udah, masih pagi gak boleh nistain dia. Kalau perlu usir aja dari sini.''
Muka Ochi jadi pias mendengarnya, tangannya menyentuh dadanya sambil mengusap-usap.
''Aku tuh gak mau marah-marah. Aku tuh...'' Ochi menjeda ucapannya. ''Anyink nih!'' sambungnya yang malah direspon tawa jahat empat sahabatnya.
''Korban tiktok jiah.'' ejek Silvana, tubuhnya sedikit lebih tinggi dari empat temannya. Ilva mendorong pelan bahu Ochi yang semakin membuat Ochi kesal.
''Dah ah males.'' kata Ochi lemas.
''Korban stiker watsap! Dasar alay.'' maki Aurora gak berakhlak.
Dikata-katain kayak begitu udah jadi makanan sehari-hari nya buat Ochie, semua sahabatnya emang paling demen buat membully dia. Ochi sendiri dibuat bingung, kenapa bisa dia dibully padahal dikelas dia pembully besar.
Heran jadinya.
Karena ketawa jahat empat temannya yang sangat kuat dan nyaring tersebut, Ochi memutuskan untuk pergi menjauh darisana.
''Lah, kabur anaknya.'' kata Dara tertawa.
''Merajuk lah tuh dia.'' timpal Lya mengejek.
Ilva tertawa mendengarnya, namun pandangannya tetap mengikuti punggung Ochi yang semakin menjauh. Tawanya juga berhenti seketika. ''Gimana kalau dia betulan ngambek?'' tanya nya.
''Gak mungkin, dah kebal dia di bully.'' kata Aurora santai, tapi sebenarnya rada was-was juga.
''Tapi dia pergi loh.'' kata Ilva lagi.
Keempatnya jadi berhenti tertawa dan saling bertukar pandang. Iya juga, ini pertama kalinya Ochi pergi ketika mereka ejek. Biasanya dia gak pergi dan malah ikutan ketawa bareng mereka. Apa Ochi tersinggung sama ucapan mereka?
''Mati kita!''
.
.
Sudah setengah jam lamanya dia terkurung didalam ruangan yang gelap ini. Kedua matanya terus menelisik jauh kedalam ruangan gelap yang baru dia masuki tadi. Matanya menjelajah ke sudut ruangan, namun dia tidak menemukan siapa-siapa.
Sepi, itulah yang terjadi saat ini. Dalam hati nya, gadis itu merutuki dirinya akan kebodohannya yang membuat dia sampai ada didalam gudang sekarang ini. Ochi memastikan lagi ruangan tersebut dan benar-benar tidak ada siapapun didalam sana kecuali dirinya.
Seulas senyum sendu terbit diwajahnya, ''Emang betul kata Bang Sat, gue ini bego nya gak ketulungan.'' gumamnya.
Sejak tadi, Ochi sudah berusaha mencari jalan keluar untuk bebas dari ruangan itu. Namun otaknya tidak bisa diajak kompromi disaat-saat seperti ini dan malah blank.
Ochi duduk ditengah-tengah gudang dengan wajah yang tertunduk, dirinya sudah putus asa untuk mencari jalan keluar. Mungkin memang nasibnya akan terus sial sampai dia mati nanti. Ia ingin menelpon empat sahabat laknat nya, namun telepon nya sedang nangkring cantik dikelas.
Benar-benar sial.
Srett
Brak!
Ochi semakin memeluk erat dirinya saat bunyi benda jatuh terdengar nyaring di indera pendengarnnya. Gadis tersebut menutup wajahnya dan suara isakan tangis pelan pun terdengar diruangan tersebut.
''Please jangan ganggu gue...'' ucapnya nya pelan.
Sretttt
''Ya Tuhan, tolongin Oci... Oci takut....''
Pshhhh
''Mami... papi... bang Kai...Bang Kei... Lima abang-abang huahhh!'' cicit Ochi kuat ketika suara-suara asing tersebut semakin memenuhi ruangan gelap.
Seluruh badan nya gemetar tatkala suara menyeramkan semakin terdengar, suaranya seperti mendekati Ochi yang tengah berjongkok. Aura gudang sekolah berubah menjadi menegangkan, rasanya seperti sedang bermain di film horror yang sering ditonton bang Zi.
''Jangan mendekat please... Gue masih mau hidup, masih mau nafas.'' cicit Ochi ketakutan.
Namun suara tersebut semakin mendekat, bunyi nya seperti suara langkah seseorang tapi tidak ada siapa-siapa disini.
''Astaga... Jangan deket-deket gue, mau gue tampol lo!'' ancamnya dengan suara bergetar, berusaha terlihat berani padahal dirinya sedang ketakutan saat ini.
Suara itu semakin mendekat, bahkan jarak nya sangat dekat. Sampai akhirnya Ochi merasa ada seseorang yang berdiri disampingnya, bulu kuduk nya langsung berdiri tegak.
''Jangan ganggu gue... Gue ada salah apa sama lo?'' tanya Ochi gemetar.
Namun orang itu tidak menjawab, justru dia berjongkok disebelah Ochi kemudian menatap Ochi diremang-remang cahaya gudang. Ochi memberanikan diri mengangkat kepalanya, kemudian matanya bertemu dengan mata tajam milik seseorang.
Mata orang itu menelisik wajah Ochi yang tidak terlalu jelas dipenglihatannya, namun dia masih bisa melihat mata Ochi yang memerah karena menangis.
''Lo siapa?'' tanya Ochi ketakutan, sambil memundurkan badannya kebelakang.
Tapi orang itu tetap tidak bergeming ditempatnya, kedua mata elangnya terus memperhatikan Ochi. Tak pernah lepas menatap Ochi yang kini menghentikan tangisannya.
Orang asing itu perlahan mendekatkan tubuhnya ke Ochi sementara Ochi memundurkan tubuhnya. Semakin orang aneh itu memajukan tubuhnya kearah Ochi, bersamaan pula dengan dirinya yang ikut menjauh mundur.
''Jangan deket-deket!'' teriak Ochi.
Dan orang itu berhenti.
Lama mereka saling bertatapan satu sama lain, seolah-olah menyampaikan pesan dari tatapan. Sampai akhirnya orang itu memutuskan kontak mata dan bangkit berdiri, kemudian berjalan jauh dari sana.
''Lo mau kemana?'' tanya Ochi ragu-ragu.
Tapi orang itu tidak menjawab, justru semakin melangkah jauh. Lalu sedetik kemudian bunyi pintu terbuka terdengar, perlahan sinar matahari masuk kedalam gudang yang
gelap.
Orang itu tidak langsung keluar, dia membalikan tubuhnya menatap Ochi.
''Cengeng!'' katanya dan pergi berlalu keluar dari gudang.
•
•
•
HELLOWWWWHHH YEOROBUN!
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN SHARE CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN YAA!
OKE DEH, LOVE YOU GUYSSSS🌺🖤❣❤