Latihan seluruh pasukan adalah latihan berbahaya. Mereka harus saling menyerang antar pasukan. Dengan resiko terluka parah demi peningkatan kekuatan.
Di sisi selatan di dekat tembok benteng, Aryan berdiri berdampingan dengan Zargo. Tangan kanannya bergerak membangun sesuatu. Dua kursi besar dari bayangan untuk keduanya. Berseberangan dengan mereka, seluruh pasukan berdiri, berbaris dengan rapi. Membentuk barisan sesuai urutan pack masing-masing.
"Untuk membangun semangat latihan kalian, mari panggil contoh pertama." Zargo bicara di depan mereka. "Dari pack utama,"
"Zargo," panggil Aryan yang duduk di salah satu kursi di sana. "Bagaimana dengan empat petinggi?"
"Baik, em-" Zargo berhenti sejenak. Menoleh sekali lagi ke samping untuk memastikan.
Senyuman miring di wajah Aryan, tampak mengerikan.
"Empat petinggi-" dengan ragu, Zargo memanggil keempat nama pertama.
"Mulailah!"
Empat orang dari pasukan pertama melangkah memasuki arena. Rka dan Taraka melawan Dexvan dan Dethan. Dua kubu dengan masing-masing kombinasi mematikan. Pertarungan antar petinggi pasukan itu sangat dinantikan.
Latihan dimulai.
Keempatnya sudah berdiri di tempat. Saling menatap sambil bersiap menyerang.
"Dua orang itu petinggi penyihir," bisik Taraka pertama membuka pembicaraan. "Apa tandanya?"
"Amarilis." balas Rka berbisik. "Lawan Dexvan, aku dengan satunya."
Di sisi seberang, kedua tangan Dexvan sudah berada di sisi kiri tubuhnya. Tangan kirinya memegang 'Saya'ㅡsarung pedang Jepang katana. Tangan kanannya memegang 'Tsuba' ㅡbagian pegangan atau gagang pedangㅡdengan kuat. Bersiap menyerang.
Selama Dexvan bersiap dengan pedang model Jepang miliknya, Dethan berdiri dengan tegap. Dua tangannya memegang tombak panjang yang di masing-masing kedua ujungnya merupakan mata tombak. Netranya menatap lurus. Mencoba melihat dengan detail apa yang akan di keluarkan dua orang berbahaya di depannya.
"Apa gerakannya?" bisik Dexvan bertanya.
"Tidak terbaca." Jawab Dethan ikut menatap ke depan. "Sihir atau alat?"
Dexvan bisa membaca sihir yang dikeluarkan dan Dethan membaca gerakan yang akan dilakukan. Keduanya petinggi pasukan dengan sihir terbaik.
"Alat."
Pertarungan yang sangat menyenangkan.
Di luar arena, Raizel menyiapkan lapisan pelindung agar kekuatan mereka tidak menyebar. Salahkan saja Alpha mereka yang langsung memilih dua pasang petinggi pasukan untuk memulai latihan.
Di dekat benteng, dua orang duduk santai. Memperhatikan dua pasang yang sudah dipilih untuk memulai. Pemakai jubah putih itu memberikan tatapan waswas. Sementara yang lainnya tersenyum puas.
"Ayo taruhan!" ujar Zargo memecah suasana. Tatapan waswasnya masih ada, namun rasa penasarannya memihak lebih banyak. "Salah satu menang atau seri?"
"Ini latihan-"
"Siapa salah satu yang akan menang?" lanjut Zargo memotong ucapan Aryan cepat.
Aryan memperhatikan tatapan penasaran Zargo, "latihan ini akan seri."
Keduanya terkekeh.
"Aku pikir salah satu dari mereka akan menang. Kau memilih seri? Mari taruhan!"
"Kau serius?"
Ia mengangguk, "jika aku menang berikan aku bebas tugas dua minggu." Zargo memutuskan taruhannya.
Aryan terkekeh mendengarnya. "Kalau kau kalah gantikan aku disemua rapat dengan klien besar."
Gila.
Kembali ke arena, Rka menyiapkan busur panahnya. Menebarkan sepuluh anak panah ke tanah. Taraka mengeluarkan pedangnya. Bersiap maju melawan pemain lain dihadapannya.
"Menit pertama." Bisik Rka.
Tangan kanannya menarik tali busur mengarahkan anak panahnya ke atas membuat sudut tujuh puluh derajat. Panah itu melesat. Bersiap mendarat hampir menancap sebelum ditebas Dethan dengan putaran sebelah tombaknya.
Dethan melesat maju menyisakan jarak sepuluh meter antara keduanya. Rka mengambil dua panah di tanah, melepaskannya bersamaan dengan cepat. Sayangnya dua panah itu juga ikut ditebas seketika oleh lawannya.
Pergerakannya berhasil dibaca.
"Jangan membaca sihir, saya tidak mengeluarkannya." Taraka memberikan satu tebasan ke atas.
Dexvan menghindar. Sialan sekali perlawanan ini. Ia menyiapkan kuda-kuda dengan sikap rendah. Tangannya terangkat berusaha menebas.
Pedang itu ditangkis. Taraka kembali mengayunkan pedangnya cepat, kaki Dexvan berusaha menangkis. Katana panjangnya kembali diangkat tinggi berusaha menebas namun lawannya kembali menghindar.
"Teknik kuno," ujar Taraka kemudian terkekeh perlahan.
Mata Dexvan membulat. Apa-apaan? Tidak mungkin teknik itu terbaca.
"Kuda-kuda sikap rendah, kaki yang mencoba menangkis, dan tebasan tinggi." Jelas Taraka kembali lalu menunjukkan senyum miring. "Itu semua teknik kuno, kan Kak?"
Tiga panah selanjutnya melesat. Tubuh ringan Dethan berayun memutar diantara dua tombak panjang menghindari satu panah lurus ke arahnya. Tepat saat ia kembali menjejakkan kaki di tanah, dua tombaknya langsung menyingkirkan dua panah lainnya dengan cepat.
"Hanya itu?" Tantang Dethan.
Dethan menancapkan satu tombaknya. Ia kembali maju mempertipis jarak antara keduanya dengan membawa satu tombak lainnya. Serangan jarak sedang melawan serangan jarak jauh.
Siapa yang akan menang?
Tepat satu menit.
Rka mengeluarkan senyum jahilnya. Tak butuh waktu lama, sebuah dinding api berdiri membagi panggung pertarungan itu menjadi dua. Membuat takjub seluruh anggota pasukan lainnya yang sedang menonton keempatnya.
"Ah, seharusnya Dexvan yang melawanmu." Dethan melompat mundur, mengambil satu tombak lainnya.
Rka menyampirkan busurnya di punggung. Dethan ikut membiarkan dua tombaknya tertancap di tanah. Membiarkan tangannya bebas melawan dengan sihir. Saatnya untuk lawannya mengeluarkan sihirnya.
Sama dengan sisi satunya. Taraka melepaskan pedang miliknya diikuti Dexvan yang kembali memasukkan katana miliknya kedalam sarungnya.
"Menurutmu untuk apa dipisah?" Tanya Xyla pada Gatra di sampingnya.
"Memutus kombinasi sihir mematikan, sepertinya." Jawab Gatra ragu.
"Ah, menonton para petinggi bertarung itu menegangkan." Xyla merenggangkan otot tangannya.
Kembali pada dua pasang yang saling melempar kekuatan. Dethan yang pertama mengeluarkan kekuatan psikisnya. Membiarkan angin mengamuk membabi buta. Membuat pusaran besar antara rumput dengan tangkai tajam yang siap menghancurkan tubuh lawan.
Berbanding terbalik, Rka kembali mengambil busurnya. Melepaskan dua anak panah pertama ke arah angin. Salah. Salah langkah. Dua panah tadi langsung ikut berputar di pusaran. Sedetik kemudian hancur tak bersisa.
Kekuatan Dethan, membuat semua benda bergerak sesuai kemauannya. Tergantung besarnya kemampuan sang pemilik kekuatan. Berada di orang yang tepat, kemampuan psikis itu berubah mematikan.
Rka menyiapkan dua panah selanjutnya. Melesat dengan cepat, kedua panah itu berubah terbakar api menyala membuat angin itu sirna dengan cepat.
Dexvan mengeluarkan apinya besar. Berkobar cepat hampir membakar habis seluruh arena. Taraka mengeluarkan angin besar. Bodoh. Angin itu menambah kobaran api itu semakin besar. Merutuki kesalahan, Taraka dengan cepat mengambil pedangnya memotong api itu habis dengan delapan tebasan.
Cepat, sebuah lubang besar terbuka di dinding api itu. Membiarkan Rka dan Taraka saling melempar sesuatu. Dua buah bunga amarilis dalam bentuk sesuatu berwarna merah pekat dan sebuah cahaya biru menyala.
Dinding api lenyap. Menyisakan nyala biru terang dan merah menyala menyorot terang sampai ke atas. Kedua amarilis itu menyatu. Pendar cahayanya memblokir seluruh arena.
"Apa-apaan itu?!" Teriak Dexvan terkejut.
Sihir lanjutan yang sangat tidak terbaca.
"Kekuatan itu, memang aku yang baru melihatnya, atau mereka yang menyembunyikannya?" Dethan ikut menggumam terheran.
"Sejak kapan mereka berdua menyembunyikan kekuatan mereka?" Ujar Aryan bingung.
Zargo ikut menatap bingung. "Jadi ini kombinasi si kembar?"
Sebuah rahasia terungkap.
"Undique Gladiis Impeteretur."
Entah sejak kapan perban di tangan Rka itu lepas, memperlihatkan luka sayatannya yang dalam dan menganga. Membuat orang-orang meringis melihatnya. Detik berikutnya, sebuah pedang besar merah menyala muncul. Tergenggam dengan sangat pas di tangan kanannya.
Dethan dan Dexvan ikut membangun kekuatan mereka. Perpaduan air dan api, menghasilkan sebuah burung Phoenix dengan nyala api dan air yang besar. Siap menghantam banyak hal dan menghabiskannya dalam sekejap mata.
"Cassiopeia," sebuah anak panah muncul di sela jari tengah dan telunjuk tangan kanan Taraka. Diikuti sebuah busur yang muncul dengan sendirinya diantara genggaman tangan kirinya. "Stella."
"Phoenix!" Teriak Dethan dan Dexvan bersamaan. Membiarkan burung besar itu terbang menuju lawan di depannya.
Rka melemparkan pedangnya tepat menuju arah burung besar itu. Pedang yang tadinya hanya satu, lanjut berubah menjadi lima. Serangan seperti itu, satu orang saja bisa mati lenyap tanpa wujud.
Dua panah dengan api putih menyalaㅡtingkatan api yang sangat panasㅡmelesat cepat dari busurnya.
"Kira-kira secepat apa tiga puluh dua juta kilometer per jam itu?" Tanya Taraka dengan nada meremehkan.
Dethan dan Dexvan masih menatap dua panah yang melesat cepat dan lima pedang merah menyala yang sedang menuju ke arah Phoenix besar yang mulai membabi buta.
Semua anggota pasukan menatap arena antusias. Menikmati permainan gila empat anggota petinggi yang tidak pernah dilihat sebelumnya.
"Kaboom."
Ledakan besar menggema.
Halaman belakang istana, arena latihan itu kini dipenuhi cahaya-cahaya terang yang menyorot. Serangannya benar-benar dapat meledakkan seisi Voreia kalau saja barrier shieldㅡyang dibangun Raizelㅡtadi tidak ada.
Phoenix air-api raksasa beserta lima pedang berdarah ditambah dua panah berkekuatan bintang tadi meledak tepat saat mereka bertemu di tengah-tengah arena.
Hasil akhir latihan pertama...
Seri.