Gavin memijit keningnya dengan wajah lelah, dia kini disibukan sebagai gurudan tugas kuliahnya, itu membuat Gavin tersiksa, belum lagi permasalah cintanya yang tidak ada ujungnya ini.
Gavin mengingat kalimat yang sudah Amel tutur didepan Ana. Segitu cintanya Amel kepada dirinya? Paldahal mereka baru kenal. Apa mungkin Amel ingin membiarkan cintanya tumbuh tanpa harus melupakan perasaanya demi persahabatan Amel dengan Ana.
Hal ini membuat Gavin ingin mati berdiri, sangat menyiksa. Gavin akui kalau dirinya menyayangi keduanya, tapi kepada Ana sudah sampai tahan cinta.
Tok Tok Tok
"Masuk," ucap Gavin dengan letih. Gavin menatap siswi yang bediri dengan cengiran khasnya. Amel.
"Halo Pak!" Sapaan Amel membuat Gavin mengehela nafas lelah.
"Ada apa?" Pertanyaan dari Gavin membuat Amel masuk dan menutup pintu buru buru. Amel duduk didepan Gavin dengan tangan di lipat di atas meja dengan senyum menjengkelkan miliknya.
"Dipanggil," ucap Amel. Gavin meyernyit bingung.
"Sama siapa?" Tanya Gavin.
"Samaaaaaaa....." Amel menatap Gavin jahil, Gavin benar benar sudah penasaran, tapi nyatanya? Amel hanya tersenyum yang membuat Gavin jengkel.
"Sama siapa?" Tanya ulang Gavin.
"Samaa.... Nungguin yaaaa?" Ucap Amel dengan wajah tanpa dosa.
"Serius, ga bercanda, sama siapa?" Tanya Gavin lagi. Amel tertawa kecil.
"Serius bangettt sih, uh gemes. Bapak ga dipanggil sama siapa siapa," jawab Amel. Gavin sudah ingin memakan Amel dengan cepat.
***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, Amel buru buru menghampiri Gavin diruangannya. Sesekali dia tersenyum senyum membayangkan akan pulang bersama Gavin, karena hari ini mereka akan fitting gaun pengantin Amel dan membeli beberapa pernah pernik untuk souvenir untuk tamu khusus.
Amel masuk kedalam ruangan Gavin. "Pak!" Seru Amel. Gavin menoleh lalu kembali sibuk merapikan mejannya.
"Jadi kan pak?" Tanya Oliv.
"Aku sebenernya nikahin ibu kamu apa kamu?" Gavin berucap sinis, Amel yang bingung menjawa, "Saya lah pak!". Gavin menatap sinis Amel.
"Ini udah pulang, jangan panggil 'Pak' saya risih!" Balas Gavin pedas. Amel mengangguk anggukan kepalanya dengan senyum lebarnya.
"Trus panggil apa?" Tanya Amel lagi.
"Terserah!" Jawab Gavin.
"Mas boleh? Soalnya kata Ibu aku kalau punya suam-"
"Udah udah, terserah kamu mau panggil aku apa," Sela Gavin.
Hari ini, hari dimana Gavin akan dipanggil Mas. Amel senang, setidaknya Gavin tidak menolah kedekatan mereka. Meskipun begitu, rasa khawatir jika sewaktu waktu mereka berjarak, Amel tidak bisa.
***
Amel tersenyum senyum disepanjang jalan dari butik ke arah rumahnya. Ya, Amel sudah membeli beberapa gaun untuk resepsi serta akad. Amel tersenyum sambil melirik Gavin.
"Saya begitu karena ga mau dibilang suami yang ga perhatian sama istinya." Tiba tiba Gavin berucap seperti itu. Tadi sewaktu memilih milih gaun, Gavin tampak ikut andil mengomentari, komentarnya terdengar possesive, maka dari itu Amel baper, sampe senyam senyum disepanjang jalan arah pulang.
"Istri? Suami? Emang kita udah nikah mas?" Tanya Amel dengan suara menggoda.
"Hah? Em-buk-kan begitu, nih udab sampe sono pulang." Gavin berucap seraya memalingkan wajahnya yang memerah sampai telinga.
"Hahahahaha, malu nih yeee, aww aku dibilang istri, sampai ketemu Mas suami," ledek Amel.
Amel keluar dengan senyum menggodanya dan menatap Gavin dengan alis dinaik turunkan. Gavin rasanya ingin menenggelamkan kepalanya segera. Jujur, dia memang ga ikhlas, kalau apa yang nanti akan jadi miliknya malah di lihat juga sama orang lain.
***
Gavin sampai dirumah, dia menatap orang tuanya yang tertawa tawa tidak jelas. "Assalammualaikum," salam Gavin. Gavin duduk di dekat orang tuanya.
"Kenaoa sih pa?" Tanya Gavin. Ando menatap anaknya dengan kekehan kecilnya, lalu dengan segera dia merangkul anaknya yang kebetulan di sebelahnya.
"Ini foto foto kamu jaman bayi, mama sama papa lagi ngenang aja, kamu kan mau nikah otomatis kamu akan jauh sama kita, ya kan sayang?" Jelas Ando. Mamanya hanya tersenyum.
"Apasih? Aku masih tetep jadi pipinnya mama dan apinnya papa, setelah nikah aku bakal disini, samoe lulus kuliah," jelas Gavin.
"Tapi kam-"
"Plis pah, setelah lulus aku bakal cari rumah buat aku sama keluarga ku nanti," sela Gavin ketika Ando ingin menyangkalnya.
"Yasudah kalo itu mau kamu," ucap Ando. Gavin tersenyum, segera Gavin memeluk mama papanya dan bergumama terima kasih, setelah itu Gavin ke atas untuk ganti baju.
Gavin tersenyum "Itupun kalo pernikahan aku masih lanjut pa," gumam Gavin.
***
"SAH!!!"
Suara itu menggema di seluruh gedung yang keluarga Amel dan keluarga Gavin sewa. Amel meneteskan air matanya seolah mendengar kata kata yang haru, memang haru sih.
Amel mencium punggung tangan Amel dan Gavin mencium ubun ubun Amel sambil membaca doa. Gavin mulai mengikhlaskan dan memfokuskan kepada seseorang yang ada didepannya yang statusnya adalah istrinya.
Setelah beberapa tahap acara yang mereka lalukan, sekarang adalah waktunya mereka untuk ganti pakaian mereka dan acara resepsi akan segera digelar.
Amel tampak jalan bersama Gavin sambil bergandengan, tentu dengan senyum merekah, Gavin disampingnya terlihat kaku banget, tapi disaat itu juga, matanya bersitatap dengan Ana. Gavin tersenyum kaku kepada Ana, karena ga kuat liat tatapan kecewa Ana, Gavin memilih melihat Amel yang sedang tersenyum sangat lebar.
Gavin terkekeh kecil, sebegitu senangnya kah Amel nikah denganya? Terlihat dari mat yang bebinar binar dengan senyum lebar yang tidak dia lepas. Gavin merasa ikut senang.
***
Resepsi berjalan lancar, tanpa hambatan. Amel tersenyum ketika Gavin mulai melihat ke arahnya. Amel yakin kok, suatu saat hal ini akan terjadi. Amel menikmati angin di balkon kamarnya dengan senyum lebarnya.
Setelah resepsi, Amel dan Gavin sepakat langsung pulang ke rumah Amel. Mereka akan menetap selama seminggu. Lalu setelahnya mereka akan pindah kerumah baru mereka.
Ya, Gavin ga jadi tinggal sama mama papanya, tapi rumahnya depan depanan sama mama papanya. Gavin juga bilang, dia akan menjadi tetangga yang baik untuk ibunya. Amel sih setuju aja, kan Gavin suaminya, Amel akan selalu mengikuti Gavin.
Amel terkejut ketika lengan dingin Gavin bersentuhan dengan kulit Amel. Amel nyaris lompat karena terlalu terkejut. Tapi, Gavin aneh sekali, tidak biasanya dia bersikap seperti ini.
"Kenapa mas?" Pertanyaan Amel akhirnya keluar.
"Aku ga kenapa napa, cuman takut kamu kabur aja," balas Gavin. Amel tampak melotot.
"APAAAA!!!" Gavin hanya terkekeh mendengar suara Amel yang terkejut.
"Biasa aja sih," ucap Gavin. Amel hanya mendelik, apa apaan Gavin ini. Amel tentu terkejut, Gavin kan belum suka padanya. Eh? apa udah suka? Amel memutar tubuhnya dan memeluk Gavin dengan erat, Gavin tersenyum.
"Aku sayang sama Kak Gavin," ucap Amel tiba tiba.
"Kok kamu beda manggilnya?" Tanya Gavin. Sebenarnya itu hanya alasan untuk menghindari jawaban dari ungkapan Amel.
"Gapapa. Kalo Mas kamu keliatan tua, suami aku kan masih muda." Amel berucap sambil mengerjapkan matanya menatap Gavin.
"Jadi manggilnya pake Kak aja ya?" Lanjut Amel.
"Terserah Amel," respon Gavin. Gavin mengeratkan pelukannya dan mencium kepala Amel ketika Amel menubrukan kepalanya di dada bidang Gavin.
"Masuk, terus bobo, besok kita lari pagi." Gavin menarik tangan Amel untuk berbaring sambil memeluk gadis itu erat. Rasanya masih seperti mimpi, dia masih jadi serang mahasiswi yang harus menikahi muridnya karena perjodohan konyol itu.
Malam ini adalah malam yang menghangatkan bagi mereka, tidak ada dram drama tidur sofa dan memperebutkan tempat tidur. Mereka harus tau, pernikahan yang mereka jalani bukan permainan belaka. Meski Gavin terpaksa, tapi dia tau, tujuan orang tuanya untuk apa, tentunya Gavin ikhlas dengan perjodohan ini, walaupun awalnya nolak.
***