Amel duduk di bangku taman yang dia kunjungi. Hatinya sedang tidak baik, yang dia inginkan hanya menenangkan pikirannya. Amel menutup matanya untuk menghilangkan penat.
"Astagfirullah," gumam Amel. Untuk membantu menenagkan pikirannya Amel memilih mendengarkan musik sambil memejamkan matanya.
Amel membuka kelopak matanya ketika ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Amel melirik kearah orang itu dengan wajah was was, takut takut kalau itu Akbar.
"Hai!" Amel hampir saja terjungkal karena sangking terkejutnya. Orang itu menyapa Amel dengan wajah ceria tanpa dosa. Amel menghembuskan nafasnya sambil menyelipkan rambut pendeknya ke telinga.
"Emmm hai," jawab Amel.
"Orang Indonesia? Atau...."
"Asli Indonesia," jawab Amel buru buru. Orang itu terlihat tersenyum lebar.
"KYAAAAA!!!" Amel melototkan matany terkejut.
"HEI!!!" Dengan spontan Amel memekik. Orang didepannya menutup mulutnya.
"Maaf," jawabnya.
"Nama gua Celine, lo?" Tiba tiba perempuan yang duduk disebelah Amel ini mengulurkan tangannya.
"Gua Amel," balas Amel. Perempuan itu tampak mengangguk anggukan kepalanya.
"Maap ya, gua terlalu bersemangat ketemu temen dari Indonesia." Amel menoleh sekilas lalu mengangguk.
"By the way, kenapa lo ngelirik ke gue? Ada yang salah?" Amel langsung menggaruk pipinya dengan wajah salting.
"Emmm hehehe, gapapa ko." Amel memperlihatkan giginya dengan wajah ga enak.
"Ohhh...." Amel melirik buku yang dipegang Celine. Amel tersenyum kecil melihat.
"Ini karyaa..."
"Iya karyanya secret mel." Amel tertawa dalam hati.
"Lo sula baca karya karyanya?" Tanya Amel.
"Lo gila?" Amel mengerutkan keningnya saat Celine bermimik tidak percaya.
"GUA PASTI SUKALAH!!!" Jawab Celine. Amel terkekeh kecil.
"Hahahaha, ko bisa suka sih?" Tanya Amel.
"Gimana ya? Dia selalu buat karya yang berbeda dari penulis penulis yang lain, banyak banget pelajaran hidup yang bisa gua ambil, keren banget sih, gua sempet ikut ke acara pameran bukunya, dia secret author terkeren yang pernah gua kenal." Jelas Celine.
Amel memang setiap tahunnya selalu menggelar pameran buku khusus karyanya, dan pastinya di barengi diskon besar besaran. Amel tidak menulis novel novel percintaan saja, semua genre sudah dia buat. Amel juga menulis cerpen dan quotes quotes yang bisa membuat orang termotivasi.
"Gua cuman tau bukunya aja sih, pembuatnya ga tau." Jawaban Amel membuat Celine menoleh.
"Serius? Buset dah, lu bener bener." Amel tertawa, senang rasanya bisa mengobrol akrab dengan pengemarnya.
"Kapan kapan ajak gua dong..." Celine mengangguk anggukan kepalanya dengan semangat.
"Nih, ketik nomor ponsel lo." Celine memberikan ponselnya kepada Amel dengan semangat.
"Oke, done." Amel benar benar menuliskan nomor pribadinya kepada Celine. Amel rasa, ini saatnya dia menemukan teman yang benar benar bisa mengenal dirinya.
***
"Kamu kenapa Mel,"
Hari ini, Gavin merasa aneh dengan Amel. Semenjak mereka bertabrakan oleh sepasang kekasih, Amel semakin Aneh. Gavin pikir, ini pengaruh dari kandungan yang di kandung Amel yang tak lain adalah Ana.
"Emmm gapapa ko," jawab Ana. Gavin mengangguk anggukan kepalanya.
"Ohh oke. Baby? Baik baik ajakan hari ini?" Tanya Gavin sambil mengelus perut rata Ana. Dengan refleks Ana ikut memegang perutnya.
"Em-em iya," jawab Ana.
Gavin sibuk mengelus perut Ana, sedangkan Ana memikirkan pertemuannya dengan Amel. Muncul berbagai macam pertanyaan di kepalanya, apakah itu benar Amel? Bukannya Amel sudah meninggal? Lalu bagaimana bisa kembali?
"Gavin," panggil Ana.
"Kenapa?" Tanya Gavin.
"Kamu mau janji buat aku dan baby?" Tanya Ana kembali.
"Iya... Kamu mau apa? Ngidam?" Tanya Gavin beruntun. Ana menggeleng gelengkan kepalanya.
"Janji sama aku, apapun yang terjadi, kalau pun aku bukan Amel, jangan tinggalin aku." Gavin menyernyit bingung.
"Emang kamu bukan Amel?" Tanya Gavin bingung.
"Ihhh, janji dulu," jawab Ana. Gavin menghembuskan nafasnya.
"Iya janji sayang...." ucao Gavin. Ana memeluk tubuh Gavin dengan erat.
"Makasih sayang," ucap Ana.
"Iyaa sama sama sayang," balas Gavin sambil mencium kepala Ana.
***
"Amel."
Amel menatap Akbar yang sedang duduk di tempat duduk yang berada di kamar hotelnya. Akbar segera berdiri dan berjalan ke arah Amel.
"Sorry." Amel melepas menghempaskan tasnya dan berlari ke arah Akbar.
"Sorry Mel, gua ga bisa memahami lo." Amel memeluk Akbar dengan erat, tangis yang selalu dia sembunyikan ruah di pelukan Akbar. Akbar membalas pelukan Amel tak kalah erat, rasa sayangnya terhadap Amel masih besar.
"Ma-af," ucap Amel dengan nafas tersendatnya. Akbar menepuk nepuk punggung Amel.
"Udah ah, status lo udah janda, kurang kurangin cengeng," ledek Akbar. Amel memukul pundak Akbar kesal sambil melepaskan pelukannya.
"Janda janda, gua janda tapi masih gadis dongo." Akbar menunjukan mimik terkejut yang membuat Amel memukul wajah Akbar.
"Anjir, dih tangan lo!" Amel tertawa meledek Akbar.
"Jelek lu begitu, ga ada bagus bagusnya," balas Amel.
"Yeh ngelunjak." Amel hanya tersenyum.
"Eh Mel," panggil Akbar. Amel menatap Akbar sambil mengangkat alisnya sebelah.
"Emang lo masih gadis?"
PLAK!
"Astagfirullah junaeb!"
"Gua masih gadis ya allah, mas Gavin belom ngapa ngapain gua," ucap Amel.
"MANA SEMPAT KEBURU DIAMBIL!" Ledek Akbar.
"Apanya?" Tanya Amel.
"Lo keburu gua ambil, gua culik, gua kardusin, gua karungin, gua jadiin paket sampe ke jerman!" Balas Akbar dengan pedenya.
Amel memutar bola matanya dengan malas. Amel menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya dengan air hangat. Hari ini, tenaga Amel benar benar terkuras habis.
***
"Haloo?"
"Haloo sayang." Amel tersenyum mendengar suara seoeang wanita di sebrang sana.
"Kenapa maa?" Tanya Amel.
"Kamu kapan pulang? Katanya mau nemuin oma, eh besoknya udah kabur sama Akbar." Amel terlihat menunjukan giginya dengan wajah tak enak.
"Maaf maa, Amel ada urusan di Singapur, Amel pulang secepatnya ko," Balas Amel.
Mamanya terlihat mengangguk anggukan kepalanya. "Yaudah, kamu lagi ngetik kan? Semangat sayang, love you!" Amel tersenyum lalu mengangguk "Love you too maa." Lalu dengan sendirinya telfon mati, karena mamanya yang mematikan panggilan vidio itu.
Amel menatap laptop dengan pandangan memikir.
"Gimana kalau identitas gua dibuka?"
Amel mulai memikirkan hal hal kalau dia mengungkap wajahnya secara publik. Dia sebenarnya kirang suka kalau orang orang tau siapa dirinya, karena dia menulis, berkarya bukan untuk mencari ketenaran.
Amel menulis dan berkarua di bidang ini karena dia ingin berbagi pengalaman hidup lewat ceritanya, apa yang dia pelari di dunia nyata dia tuangkan lewat kata.
"Hah... Ga perlu kayaknya." Jawab Amel.
Amel mulai kembali fokus pada laptopnya.
***
"Sebenernya kalau lo ga siap juga gapapa sih." Amel mendorong kepala Akbar dengan rasa kesal.
"Gua siap lahir batin!" Balas Amel.
Hari ini, Amel ingin menemui mantan mertuanya dengan jantung berdebar. Memang Amel dan Gavin sudah bercerai. Namun secara hukum, Amel masih sah suami istri dengan Gavin. Amel dan Gavin cerai secara agama karena berpisah dengan Gavin, dan Amel memang ada niatan untuk bercerai dengan Gavin secara hukum.
"Asli ye, kalo ga siap jangan dah." Akbar memegang tangan Amel.
"Duh tangan apa kulkas bund, dingin banget kayak sikap doi," ledek Akbar. Amel memukul pundak Akbar dengan pelan.
"Tai lu!" Amel memilih fokus pada ponselnya, membiarkan Akbar menyetir dengan tenang.
***
Mereka sudah di rumah milik keluar Al-Agam. Sepertinya sedang ramai, terbukti dengan banyaknya mobil terpakir di halaman besar keluarga Agam.
"Masukin juga mobilnya?" Tanya Akbar.
"Akbar, buat sampe sono aja kita harus jalan dulu, langsung aja pake mobil." Akbar tidak habis pikir, kemana akhlak dari seorang Amel?
"Okee!"
Akbar masuk ke dalam sana dengan izin satpam yang menjaga. Akbat tentu mengenalkan dirinya kalau dirinya adalah teman Gavin yang ingin berkujung menemuinya.
"Oh udah pak, saya memang janjianya sama Gavin dirumah tante Mora." Akbar bohong dengan mulus.
"Sekarang, siapa yamg keliatan ga ada akhlak?" Tanya Amel saat mobil mereka berjalan di pelataran luas dari rumah orang tua Gavin. Amel cukup terkejut melihat rumah mewah ini, Gavin sekaya itu? Amel benar benar speechles.
"Ayo turun," ajak Akbar.
Mereka turun dan berjalan menuju pintu utama. Baru akan memencet Bell, pintu terbuka yang menampilkan Ana sedang mengelus perutnya. Ana dan Amel saling tatap.
"Halo Amel!" Sapa Amel. Amel seolah olah bertingkah layaknya Ana bertemu dengan Amel.
"Sayang?" Panggilan suara dari arah belakang Ana.
***