"Oh ini ada temen lama aku," ucap Ana dengan gugup. Gavin tampak melihat Amel, dan Amel membalas tatapan itu lalu tersenyum. "Halo, pak Gavin!" Panggil Amel dengan semangat. Gavin mengkerutkan keningnya heran.
"Dih bapam pura pura lupa, ini saya Ana sahabatnya Amel." Akbar dan Ana melotorkan matanya bulat bulat. Amel mengaku sebagai Ana hanya karena Ana mengaku sebagai Amel? Amel benar benar nyari masalah rupanya.
"Ohh... Ana?" Tanya Gavin dengan raut herannya.
"Iya pak, ah si bapak lupaan benerr," balas Amel dengan candaan.
Gavin mengangguk anggukan kepalanya setelah ingat kalau istrinya—Amel memilili teman bernama Ana, walaupun dia lupa dengan wajahnya. Akbar mencubit kecil lengan Amel dan berbisik dengan pelan.
"Goblok," bisik Akbar. Amel tersenyum kecil dan berbisik kepada Akbar.
"Balik kita ngepet yu," ucap Amel dengan nada candaan. Akbar hampir menyemburkan ketawanya. "Ekhem, jadi? Ayo kita masuk," ajak Gavin.
Amel, Ana dan Akbar mengikuti Gavin kedalam. Di dalam Amel bisa melihat saudara saudara Gavin yang sedang kumpul. "Ma, Pa ada tamu." Suara Gavin mengalihkan tatapan saudara saudara Gavin.
Mora, terkejut melihat Amel didepannya. Ana tentu menduduk dalam karena pasti dia akan disingkirkan. 'Gua ga mau Amel gantiin posisi gua, gua ga mau," ucap batin Ana.
"Amel!!" Pekikan Mora membuat Gavin menyernyit.
Amel mengerjapkan matanya, menghampiri Mora lalu menyalami Mora dengan sopan. "Ini Ana tante, tante suka kebiasaan ih." Mora tentu terkejut ketika Amel mengaku ngaku dirinya Ana. Mora melirik Ana yang sedang menunduk.
"O-oh, iya maaf tante ketuker mulu." Gavin tambah mengkerutkan keningnya ketika Amel menatap mamanya memohon dan setelah itu mamanya baru mengakui kalau dirinya lupa memanggil orang.
Saudara saudara Gavin tau Amel dan Ana yang mana, mereka hanya mengikuti isyarata dari Mora dan Amel. Papanya sendiri pun begitu, namun matanya tak bisa dibohongi.
Mora maupun Ando tentu merindukan Amel. Amel adalah menantu yang benar benar membuat Mora dan Ando merasa memiliki anak perempuan. Amel bukan sekedar menantunya tapi anak perempuan bagi mereka.
"Aku kesini ada kerjaan, dan kebetulan kangen sama Amel." Amel sedang mengobrol dengan keluarga Gavin. Gavin tentu merasa janggal, mengapa keluarganya tak seakbrab itu dengan istrinya. Mengapa lebih dekat dengan sahabat istrinya?.
'Ga beres nih, gua harus cari tau." Batin Gavin.
"Tante sama Om, aku mau ngomong sesuatu sama Om dan tante." Tiba tiba Amel berucap demikian, Ana tentu langsung membulatkan matanya. Akbar tersenyum sinis dan Gavin tambah mengkerutkan keningnya dengan heran.
Mora dan Ando mengangguk dan berdiri. Amel ikut berdiri dan mengikuti Mora dan Ando.
***
"Mama, Papa." Amel langsung memeluk keduanya dengan air mata yang sedari awal dia tahan. Mora dan Ando membalas pelukan Amel.
"Mamaa..." Amel beralih memeluk Mora dengan erat. Ando duduk di kursi yang ada ditaman belakang rumahnya dengan menutup wajahnya.
"Sakittt...." Mora menangis mendengar suara Amel yang terdengar lirih.
"Ak-aku aku gatau status aku apa masih istrinya Gavin atau bukan. Ak-aku selalu menyebut aku dan Gavin sudah bercerai maa...Mas Gavin udah ada Ana," ungkap Amel.
"Maaf sayang, maafin mama yaa nak..." Amel menggelengkan kepalanya. "Aku yang minta maaf, muncul tiba tiba." Mora melepaskan pelukan mereka dan menarik Amel untuk duduk.
"Amel, bukannya kamu dinyatakan meninggal nak? Maaf, mama bukannya ingin kamu meninggal. Tapi mama bingung, kenapa kamu masih hidup sayang?"
***
"Gapapa maa..."
Amel memegang tangan Mora dan menatap Ando. "Aku bakal ceritain ini, tapi jangan potong omongan aku."
Amel mulai menceritakan dari awal. Awal dia diperlakuakan oleh orang tua angkatnya sampai dia bertemu orang tua kandungnya. Mora dan Ando tentu terkejut mendengarnya.
"Begitu Mah ceritanya..." Mora langsung memeluk Amel erat dan menggerakannya ke kanan dan ke kiri. "Anak Mama kuat banget..." Mora mencium pipi Amel. Amel hanya tertawa.
"Keren, papa bangga!" Ando memberikan dua jempolnya ketika Amel selesai bercerita. Amel membalas memberikan kepalan tangannya kepada Amel, Ando dengan sigap meninju balik kepalan tangan Amel.
"Pah, Mah." Amel, Mora dan Ando menoleh ke arah pintu masuk rumah Ando dan Mora. Amel berdiri dengan cepat. "Tante, Om aku pulang dulu, Assalammualaikum." Amel menyalami Mora dan Ando.
"Waalaikumsalam," balas Mora dan Ando dengan serentak. Gavin tertegun ketika melirik Amel yang lewat di sebelahnya sambil mengelap matanya dengan pelan.
'Wangi parfumnya familiar.' ucap batim Gavin.
"Kenapa sayang?" Tanya Mora. Gavin duduk di ditempat dimana Amel duduk. "Kok kalian kayaknya akrab banget?" Tanya Gavin. Mora dan Ando saling tatap.
"Iyakan dia sahabat dari istri kamu, salah kalau mamah sama papah akrab sama Ana?" Gavin menggelengkan kepalanya. "Makshud aku, kenapa mamah sama papah lebih akrab sama Ana dari pada Amel?" Mora dan Ando langsung berdiri.
"Mamah sudah bilang sampai berkali kali kan kalau Amel istri kamu itu bukan Amel yang asli! Kapan kamu mau paham sama apa yang mamah dan papah kasih, kemana aja kamu? Hari gini kamu baru peduli sama keanehan yang ADA!" Mora segera berlalu meninggalkan Gavin dan Ando. Ando hanya menghela nafas lelah.
"Dengerin apa kata kata mamah kamu 2 minggu yang lalu. Kalau kamu bingung, kamu bisa cari tau sendiri." Ando menepuk nepuk pundak Gavin.
***
"Ngomong apaan aja lo?" Tanya Akbar. Amel menoleh ke arah Akbar. "Banyak." Amel menjawab dengan singkat, lalu menyibukan diri dengan mendengarkan musik.
Akbar mulai menjalankan mobilnya dari pelataran rumah orang tua Gavin. Akbar sesekali menoleh ke arah Amel. Amel sendiri tau kalau dia di perhatikan oleh Akbar.
"Ish! Risih ah, jangan begitu." Akbar hanya terkekeh.
"Gua takut dah," ucap Akbar tiba tiba. Amel menoleh ke arah Akbar. "Takut kenapa?" Tanya Amel balik. Akbar tersenyum melihat wajah penasaran Amel walau hanya sekilas.
"Gua takut banget kehilangan lo, gua takut banget lo kenapa napa, gua takut banget sama apa yang terjadi pada saat ini." Akbar menjelaskan tanpa melihat Amel, namun Amel tau kalau mata Akbar telah berkaca kaca.
"Gua ga kemana mana, lo ga perlu khawatir buat kehilangan gua." Balas Amel. Akbar mengangguk.
"Iya," balas Akbar.
***
Sesampainya di hotel yang mereka tempati. Mereka segera ke kamar masing masing, untuk melepas penat. Namun saat dia membuka pintu masuk ke kamarnya dan masuk, ada orang yang lebih dulu menutup pintunya.
Orang itu ikut masuk dan dengan otomatis pintu terkunci. Amel masih terkejut dengan apa yang terjadi. Namun, dia segera menyadarkan diri kalau di depannha ini ada orang yang benar benar Amel rindukan.
"Gavin? Lo ngapain kesini?"
Ya, orang itu memang Gavin. Gavin tersenyum kecil sambil menggaruk garuk tenguknya dengan canggung.
"Ada waktu buat ngobrol?"
***