Tahun 1957 (flashback)
Mereka anak muda dewasa pada masanya, yang hanyut dalam buaian asmara yang menyesatkan. Menanam bibit yang akan mereka tuai di masa tua, tanpa pernah mereka duga, bahwa apa yang mereka tanam, itulah yang akan mereka tuai.
Seperti berjalan yang tidak sampai keujung, karena akan menikah dengan Evi, Gerry terpaksa tidak menyelesaikan kuliahnya sampai S1, ia hanya sampai jenjang pendidikan sarjana muda. Pada tahun itu, menyandang gelar sarjana muda dengan titel Bachelor of Art (BA), sudah sangat membanggakan.
Padahal setiap langkah yang dilakukan, ada argo yang harus dipertaruhkan. Gerry abai memperhitungkannya. Seharusnya sekali melangkah pantang surut kebelakang, itulah petuah kebanyakan orang tua di Sumatera. Gerry rupanya merasa langkahnya sudah cukup sampai disitu.
Sementara Rony masih melanjutkan kuliah di fakultas pendidikan di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta. Oh ya, Gerry sarjana muda jurusan akuntansi. Gerry pulang ke daerah lebih awal, namun posisi jabatan dan kekasihnya sudah menunggu.
Sebagai pemuda dari kalangan keluarga terpandang, Gerry sangat mudah mendapatkan kedudukan di pemerintahan, terlebih lagi saat itu pemerintah daerah sangat membutuhkan pemuda dengan pendidikan yang memadai, untuk mengisi posisi jabatan penting di pemerintahan.
Pada masa itu hanya kalangan keluarga tertentu, yang mampu menyekolahkan anaknya ke Jakarta, karena di daerah sendiri belum ada perguruan tinggi. Bisa sekolah di Jakarta memiliki Prestigetersendiri, dan menjadi kebanggaan dalam strata pergaulan.
Gerry terbilang beruntung, mendapat posisi jabatan penting sebagai Kepala Bagian Keuangan di Pemda. Dengan jabatan tersebut, secara gengsi pun Gerry menjadi pusat perhatian kalangan elit daerah, sehingga banyak yang ingin menjodohkan anaknya dengan Gerry, terlebih lagi Gerry memang tampan.
Kisah asmara ketiga insan yang berteman sangat akrab ini, mengisi ruang pembicaraan masyarakat, terlebih mereka merupakan bagian dari kalangan elite daerah yang sangat mempunyai pengaruh pada generasi seusianya.
Latar cerita ini, diketahui belakangan hari, berdasakan cerita masyarakat yang memahami latar belakang hubungan mereka bertiga. Inti cerita ini adalah memang tentang hubungan asmara mereka bertiga, dan dinamika kehidupan Gerry, Roni dan Evi di masyarakat.
Sosok Gerry itu gantengnya seperti Richard Burton masih muda, selalu parlente, sementara Rony layak Jack Nicholson, yang gantengnya berbeda denga Richard Burton. Jadi wajar saja kalau keduanya menjadi pujaan wanita.
Pada tahun 1957, Gerry berusia 24 tahun, begitu juga dengan Rony, karena Rony memang sebaya dengan Gerry. Sementara Evi baru berusia 21 tahun.
Pada chapter berikutnya, akan menceritakan lika-liku asmara diantara mereka, juga karir mereka sebagai pejabat eksekutif di daerah, yang sangat mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. Seperti apa perjuangan mereka sebagai pejabat karir di pemerintahan.
Namun penulis tetap merahasiakan nama daerah asal mereka, juga nama mereka sebenarnya. Demi privasi dan nama baik mereka dimata masyarakat, karena cerita ini basic-nya True Story, meskipun ada dibumbui dengan berbagai kisah, dan tragedi sebagai penyedap cerita secara keseluruhannya.
Ada bagian-bagian cerita yang memang penulis sendiri yang menyaksikannya, dan tanpa pernah berpikir kalau pada akhirnya semua yang penulis saksikan tersebut, bisa di tuliskan dalam novel ini. Kalau nama-nama tokoh yang ada dalam cerita ini ada kemiripan dengan cerita di kehidupan nyata, itu semua hanya kebetulan bukan kesengajaan.
Cerita ini tidak menyebutkan nama tokoh, dan tempat yang sebenarnya, itu semua demi nama baik tokoh-tokoh dalam cerita ini. Cerita ini tidaklah semua persis dengan kejadian sebenarnya, di sunting ulang, agar cerita yang di kemas terasa sangat nyata.