Paman, bibi dan Raden kini sudah ada di samping Kirana. Bibi merangkul lengan Kirana, wajah mereka cemas dan takut, tapi mereka berusaha untuk tenang saat menghadapi para prajurit songong itu.
Prajurit menatap Raden seksama, melihat dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Kirana agak cemas, takut jika para prajurit itu akan mengenali Raden Sastra.
"Siapa laki-laki ini?!" pemimpin prajurit itu bertanya lagi mengamati Raden Sastra.
Gawat! Semoga para prajurit ini tidak mengenali Raden Sastra. Bisik Kirana dalam hati.
"Jawab!" Bentakannya membuat paman dan bibi terkejut gemetar, sedangkan Raden masih pada posisinya dengan tenang, tangannya mengepal erat.
"Dia... Dia suami saya Tuan" jawab Kirana dengan cepat. Merinding rasanya dengan jawabannya sendiri.
"Bohong! Jika dia suamimu kenapa pada saat kami menggeledah rumahmu dia tidak ada!" salah satu prajurit mencoba menyelidiki.
"Pada... saat itu... Suami saya sedang berada di hutan mencari kayu bakar, Tuan" ucap Kirana sambil menahan debar jantungnya.
"Tuan, keponakan saya berkata apa adanya, mohon untuk Tuan mengampuninya" ucap paman mencoba untuk mengalihkan.
"Beraninya kau!" ketua Prajurit itu menendang paman hingga terpental ke belakang.
"Paman..." teriak Kirana langsung berlari ke arah paman dan memapahnya duduk.
Di sisi lain Kirana juga melihat kepalan Raden yang semakin gemetar kuat, kondisinya benar-benar semakin buruk, Kirana takut jika Raden Sastra tidak bisa mengendalikan dirinya. Setelah membantu paman, Kirana kembali berdiri di samping Raden.
"Raden kendalikan dirimu" Kirana berbisik sambil menggenggam tangan Raden dan berusaha menyembunyikan kepalan tangan Raden dengan genggaman tangan Kirana. Tidak mungkin kan, jika Raden menyerang prajurit-prajurit itu? Selain kondisinya yang belum begitu pulih, akan berbahaya juga karena dirinya sedang dalam penyamaran sekarang.
"Kau kenapa? Marah? Gara-gara aki tua itu aku tendang! Tidak terima? Ha?! Lawan aku kalau berani!" ucap prajurit dengan penuh keangkuhan, kemudian ia mendekat lalu mencengkram erat baju bagian leher Raden Sastra.
"Tidak tuan tolong jangan ganggu dia" ucap Kirana mencoba untuk melepaskan cengkraman prajurit itu dari leher Raden. Ya Tuhan, bagaimana ini... Keadaan semakin kacau. Keluh Kirana dalam hati.
Bukannya melepaskan cengkramannya, prajurit itu malah mendorong Kirana hingga ia tersungkur di tanah. Melihat Kirana yang tersungkur, Raden Sastra menatap dengan tajam, Kirana membalas tatapan tajam Raden dengan berharap jangan melakukan apapun.
Tapi tatapan Raden tidak dapat menjawab harapan Kirana, membuat Kirana semakin khawatir, kalau Raden akan menghajar para prajurit itu. Setelah itu Raden Sastra pun melakukan sesuatu hal yang tidak terduga.
"Ampun tuan, huhuhu. Ampun tuan, saya tidak berani melawan tuan yang gagah perkasa ini. Maafkan aku tuan" ucap Raden dengan suara yang benar-benar terdengar ketakutan, meraung seperti anak kecil yang meminta permen pada ibunya. Yang lebih menggelikan lagi, Raden Sastra memeluk prajurit itu sambil memohon.
Kirana,paman, dan bibi saling lempar pandang, merasa heran dengan tingkah Raden Sastra. Tidak menyangka kalau pria galak itu bisa bertingkah sekonyol itu.
"Lepaskan! Lepaskan. Kau menjijikkan!" prajurit itu berusaha melepaskan pelukan Raden Sastra dari tubuhnya. tapi pelukan Raden malah semakin kuat, prajurit itu tidak bisa melepaskan diri dari pelukan maut sang Raden.
"Tidak tuan, saya tidak akan berhenti memelukmu jika tuan tidak mengampuni kami. Huhuhuhu" ucap Raden Sastra dengan cara menangis Yang tersedu-sedu.
Aku menahan tawa melihat pemandangan menggelikan itu, Raden Sastra benar-benar menghayati perannya seperti orang yang bodoh. Haha. Meskipun prajurit itu berusaha melepas pelukan Raden, tetap saja dia masih sangat merasa kesulitan melepas lengan kekar itu.
"Hey kalian jangan diam saja! Cepat bantu aku melepas orang tidak waras ini!" ucapnya pada prajurit lain yang masih mematung melihat drama itu. Setelah mereka membantu melepaskan pelukan Raden, akhirnya berhasil lepas juga.
"Dasar gila!" ucap prajurit bergidik geli. "Kalian dalam pengawasanku, jika berani macam-macam aku
tidak akan segan lagi!" Prajurit itu mengusap tubuhnya seakan menghilangkan bekas pelukan Raden tadi, merekapun berlalu dengan angkuhnya.
"Paman, paman tidak apa-apa?" tanyaku cemas.
"Tidak apa-apa Kirana, syukurlah para prajurit itu telah pergi. Lebih baik sekarang kalian masuk dan jangan kemana-mana untuk sementara waktu" Kirana dan Raden mengangguk bersamaan.
__________***_________
Hujan rintik turun dengan lembut, cuaca sore ini terasa sangat dingin. Kirana tidak bisa membayangkan jika paman dan bibi terluka karena membantu menyembunyikan Raden Sastra, namun jika mereka tidak melakukan kebohongan itu bagaimana bisa kerajaan Negaran akan kembali seperti semula? Pasti akan banyak rakyat yang tersiksa dan banyak korban tidak bersalah mati sia-sia karena kepemimpinan yang kejam.
"Apa yang kau lamunkan" Raden membuyarkan lamunan Kirana, entah sudah berapa lama dia berdiri mengawasi.
"Tidak ada, Aku hanya sedang melihat hujan, Raden" jawab Kirana.
"Benarkah? Istriku" ucapnya. Ucapan Raden barusan langsung membuat seluruh bulu kuduk yang ada di tubuh Kirana merinding.
"I... Istri?" ucap Kirana gugup.
"Bukankah kau tadi mengakui aku adalah suamimu di depan para prajurit itu?" Ekspresi pangeran mulai menindas dengan seringainya.
"Itu... itu, terpaksa!"
"Terpaksa katamu" Raden berjalan mendekat kearahnya, Kirana berjalan mundur hingga terpojok di depan jendela kayu yang masih terbuka.
"Kamu... Kamu tidak akan menyakitiku bukan?" Kirana mulai takut. Tatapan Raden begitu lurus dengan wajah tanpa ekspresi.
"Tidak" Blaakkk, tangan Raden terhentak pada tepian jendela menghalangi Kirana.
"Apa. Apa yang akan kau lakukan!" Kirana mulai takut karena mata Raden mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Apalagi memangnya? Bukankah kita adalah suami istri? Sudah sewajibnya istri melayani suami, kau pasti paham maksudku bukan? Jangan khawatir, aku akan melakukannya dengan lembut, jadi kau tidak akan merasa sakit" jawab Raden dengan nada yang berat.
Drama apalagi yang dia mainkan sekarang! Dia benar-benar mengerikan, bisik Kirana dalam hati. "Raden, tolong jangan macam-macam! jika tidak aku akan teriak!" ancam Kirana.
"Teriak? Jika kamu teriak maka akan mempermalukan dirimu sendiri" seringainya mulai terlihat jelas.
Bagaimana ini, seringainya semakin menyebalkan dan wajahnya semakin dekat ke arahku. "Hentikan Raden! Jangan mendekat lagi!" ucap Kirana waspada.
Tiba-tiba DUAARRRRRR... Guntur menyambar keras dengan cahaya kilatnya yang mengerikan, membuat Kirana kaget dan teriak ketakutan.
"Aaaaaaa...." teriak Kirana kemudian ia melompat dan langsung memeluk Raden menyembunyikan wajahnya. Matanya terpejam, nafasnya sesak karena terkejut dan ketakutan.
Dari kecil Kirana paling takut dengan petir. Entah berapa lama Kirana terhanyut dalam kenyamanan dalam pekukannya, namun setelah kondisi mulai tenang, Kirana mulai membuka mata dan tersadar saat mendengar detak jantung Raden Sastra.
"Ma... Maaf Raden, saya, saya tidak sengaja" ucap Kirana kemudian melepaskan pelukan dan mundur beberapa langkah.
Raden Sastra hanya terdiam menatap tanpa sepatah kata apapun yang terucap. "Maaf" ucap Kirana sekali lagi, sambil tertunduk menyembunyikan wajahnya. Ia kemudian berlari dan kembali ke bilik kamarnya.