Seketika itu juga paman dan bibi langsung sibuk mempersiapkan semua keperluan untuk prosesi pernikahan, termasuk Kirana yang langsung dimandikan dengan air bunga, begitu juga dengan Raden Sastra.
Apa yang harus aku lakukan....
Bisik Kirana dalam hati, kakinya ingin sekali bergerak lari sekencang-kencangnya menjauh dari semua itu, tapi dia tidak tau mau pergi dan kabur kemana. Kirana menitikkan air mata, dan mengalir bersamaan dengan air kembang yang mengguyur kepalanya.
"Ayah. Kenapa kau malah mendukung pasangan bedebah itu!" ucap Tarjo sambil menatap benci pada pasangan calon pengantin.
"Aku ingin tau. Apakah laki-laki itu benar akan menikahi Sekar atau hanya ingin berpura-pura saja. Setelah pendeta datang nanti, mereka akan mengucapkan perjanjian suci. Aku ingin tau apa benar dia memiliki keberanian untuk berucap sumpah sehidup semati" jawab kepala desa menatap tajam.
"Tapi bagaimana jika memang semua terjadi dan mereka benar-benar mengucapkan janji itu ayah!" protes Tarjo lagi dengan gusar.
"Kenapa kau mesti pusing memikirkan semuanya! Aku bisa mencarikan mu wanita yang lebih cantik dari gadis itu!" jawab kepala desa mulai kesal.
"Tapi aku mencintai Sekar!"
"Dasar tidak berguna! Beginikah anak kepala desa? Lemah! Jangan bersikap seperti anak kecil Tarjo, memalukan!" ucap kepala desa mengangkat tangannya. Tapi ia sendiri tidak tega memukul anak kesayangannya itu.
"Pendeta sudah tiba" ucap anak buah kepala desa.
Raden Sastra memandang Kirana yang tertunduk dan diam dari tadi, ia tau kalau Kirana akan keberatan dengan semua ini. Raden menyambut tangan Kirana untuk menggenggamnya. Kemudian merekapun bersama menuju ke hadapan Pendeta.
"Anak muda, siapa namamu?" Tanya sang pendeta.
Pangeran terdiam lalu menoleh ke arah Kirana. "Raka" jawab Raden lugas. Wajahnya terlihat begitu tenang.
Pendeta itu kemudian meminta untuk menjulurkan tangan mereka berdua diatas asap kemenyan yang mengepul, dengan ragu dan gemetar Kirana mengikuti dengan pasrah.
Pendeta mulai melaksanakan pernikahan di depan seluruh penduduk, paman, bibi, dan juga kepala desa yang menyimak dengan senyum sinisnya. Dalam ritual itu Raden dan Kirana saling mengikat janji dan bersumpah satu sama lain, sehidup semati, untuk menjadi suami istri.
Airmata Kirana mengalir deras, bimbang, takut dan sedih. Kedepannya apa ia bisa kembali atau selamanya terjebak disini, ini semua adalah satu kebohongan. Menurutnya Kirana telah melakukan sebuah kebohongan besar, ia bukan Nyimas Sekar tapi Kirana... Seorang wanita yang datang dari dunia nyata, dunia asing bagi orang-orang itu.
"Kalian telah resmi menjadi suami dan istri, Dewata memberkati kalian. Aku merasakan kalian adalah pasangan abadi, apapun yang terjadi, sejauh apapun kalian terpisah, kalian akan tetap terikat satu sama lain dari jiwa, rasa, dan juga raga" ucap pendeta setelah usah memanjatkan doa.
"Tetap terikat satu sama lain? Apa maksudnya?" gumam Kirana dalam hati.
Setelah prosesi janji suci itu selesai, Kirana melihat Tarjo yang kesal kemudian pergi begitu saja. Sedangkan ayahnya masih bersama kami mencoba untuk terus tersenyum ramah di hadapan semua orang meskipun sebenarnya ia juga kesal dengan pernikahan itu.
Kirana mengalihkan pandangannya ke arah paman dan bibi, mereka mengangguk pelan dengan senyum di iringi linangan air mata.
Tapi Kirana tidak berani menatap wajah Raden Sastra yang kini namanya adalah Raka, wajah suaminya...
"Berbahagialah nak..." ucap bibi membelai pipi Raden dan Kirana. Setelah berpamitan pada semua orang, merekapun berjalan menuju rumah.
"Sekar. Ayo kita pulang" ucap Raden dengan nada yang tenang. Tangannya masih menggandeng tangan Kirana dengan erat.
"Mulai sekarang panggil aku Raka, jangan Raden Sastra lagi" ucap Raden tanpa melihat ke arah Kirana. Kirana pun terdiam disepanjang perjalanan, ia larut dalam pikirannya.
"Ini semua terlalu cepat, tidak ada rasa dari kami. Dia menikahiku hanya karena ingin menyelamatkanku, benarkan? Tidak ada cinta di antara kami. Aku pun berharap sampai kapanpun aku tidak boleh jatuh cinta padanya. Meskipun disini status kami adalah suami istri" bisik Kirana dalam hati.
Pernikahan yang terjadi sangat di luar dugaan, bahkan sedetikpun Kirana sama sekali tidak pernah berfikir ingin menikah dengannya, mau sampai kapan hubungan pura-pura ini.
"Sekar..." panggil Raden.
"Aku bukan Sekar! Namaku Kirana!" jawab Kirana marah. Kondisi hatinya benar-benar sedang tidak baik sekarang.
Raden terdiam menatap dalam, langkah kakinya terhenti.
"Aku ingin pulang, bisakah kamu mengantarku pulang... Raden... Aku mohon" ucap Kirana bergetar, ia tidak mampu menahan air matanya lagi.
Mendengar permohonan Kirana, genggaman tangan Raden semakin kencang, Raden mempercepat langkahnya. Sesampainya di rumah, Raden langsung menghempaskan Kirana ke atas dipan lalu menahan kedua tangannya.
Kini Raden berada tepat di atas Kirana, tatapan matanya menyiratkan kemarahan yang tidak bisa diungkapkan. Raden terdiam, ia menunggu Kirana berbicara terlebih dulu.
"Kamu memiliki keilmuan, kamu bisa bela diri, kamu bisa meringankan tubuh, Kamu sakti. Aku mohon bantu aku untuk keluar dari sini" ucap Kirana mulai terisak.
"Tidak akan!" jawab Raden menggertakkan giginya. "Siapapun yang ada di tubuh ini, tidak akan aku biarkan pergi meninggalkan aku. Baik itu Sekar, atau kau... Kirana"
Raden menatap dalam, ada suatu perasaan bergetar di hati Kirana ketika mendengar jawaban Raden.
"Kenapa? Kenapa aku tidak boleh meninggalkanmu? Kamu akan menjadi seorang raja nantinya, jadi sebelum kau pergi meninggalkan aku lebih baik aku pergi duluan!" ucap Kirana dengan suara seraknya.
"Jadi setelah pernikahan ini, kau masih berniat untuk pergi?" tanya Raden, kini tatapannya mulai berubah sayu.
"Ya! Aku ingin pulang dan tidak mau disini!" jawab Kirana.
Raden bangkit dari posisinya, kemudian ia duduk ditepian dipan. Sejenak Raden terdiam, larut dalam renungannya. Entah apa yang ia pikirkan, tapi sikap Raden yang seperti itu membuat Kirana jadi merasa bersalah.
Tak lama kemudian Raden tersadar dari diamnya, ia menatap gadis yang duduk di ujung tempat tidur.
"Berhentilah menangis, aku akan melindungimu" ucapnya sambil mengusap air mata Kirana dengan lembut. "Aku akan mencarikan mu jalan pulang" ucap Raden dengan wajah dan nada yang tenang, kemudian ia beranjak dari tempat duduknya.
Kirana agak terkejut dengan ucapan Raden yang terakhir barusan, takut kalau ternyata ia salah dengar.
"Tadi dia bilang... Mau mencarikan aku jalan pulang kan? Dia serius?" gumam Kirana yang terdiri dari tangisnya.
Meskipun sekarang status mereka adalah sebagai suami istri, tapi Kirana dan Raden akan menjalani hidup seperti biasa. Tidak ada yang berubah. Tidur masih terpisah, tidak saling sentuh. Hubungan suami istri itu hanya digunakan di depan orang lain saja.
Kirana juga berusaha untuk bersikap lebih baik, karena ia senang, Raden mau membantunya untuk mencari jalan pulang. Tapi mungkin ia harus bersabar, karena pasti tidak mudah untuk bisa membuka portal itu lagi.