Kirana terdiam, ia tidak berani bergerak ketika berada di atas pangkuan Raden Sastra. Kirana baru teringat, kalau terjadi sesuatu tadi malam. Terakhir yang diingat, Kirana mencoba untuk mengendalikan amarah Sekar. Selanjutnya Kirana tidak ingat apa-apa lagi.
"Sebenarnya apa yang terjadi padaku semalam, apakah aku menyakitimu? Maafkan aku Raden, aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diri sendiri" ucap Kirana menghela nafas panjang.
"Kau tidak menyakitiku, justru kamu membuka mataku yang selama ini telah tertutup" ucap Raden dengan nada tenang. Kirana mengerutkan alisnya.
"Aku sudah tau semuanya dan aku bersumpah akan membalaskan dendammu pada Birok Ireng yang telah membunuh orang tuamu" jawab Raden lagi.
"Bukan orang tuaku... Tapi kedua orang tua Sekar" sahut Kirana dengan nada lirih. "Sejak aku menggantikan posisinya, aku jadi tau banyak tentang perasaannya. Tapi sepertinya gadis ini mengalami banyak penderitaan" ucap Kirana menguakkan perasaannya.
"Raden, sudah terlalu lama aku berada di atas pangkuanmu. Boleh aku turun sekarang?" ucap Kirana mendongak menatap wajah Raden.
"Jika kamu masih merasa nyaman aku tidak keberatan. Kirana..." Raden menunduk membalas tatapannya.
Jantung Kirana tersentak, melihat wajah tampan itu ia kembali berdebar. Sepasang manusia itu saling bertatapan, diam dan larut dalam perasaannya masing-masing.
Perlahan, wajah Raden semakin mendekat ke arah wajah Kirana. Semakin dekat hingga nafasnya membelai wajahnya, mata Kirana dengan sendirinya terpejam hingga akhirnya ia merasakan bibir lembut mencumbunya.
Beberapa lama kemudian Kirana merasa terbang bersamanya, sentuhan lembut, nafas yang kian menderu, pangeran mencumbu seperti tidak ada celah untuknya melawan. Tangannya mulai membelai tak tentu arah, membuat Kirana semakin larut dengan tubuh yang semakin terasa panas.
Namun, tiba-tiba saja kesadarannya berontak. "Tidak... aku tidak boleh melakukan ini" bisiknya dalam hati. Ini bukan dunianya, jika terjadi sesuatu padanya, maka Kirana tidak akan tau bagaimana dia akan menghadapinya nanti.
"Pangeran... Ah... pangeran saya mohon cukup" ucapnya sambil menahan geli di titik sensitifnya.
Ciumannya semakin ganas menyeka leher Kirana. "Pangeran hentikan! Saya mohon!" ucapnya lagi dengan nafas yang tersengal.
Raden Sastra tersentak kemudian menghentikan aktivitasnya, ia mengangkat wajahnya dari tubuh Kirana. Kirana langsung bangun dan kemudian membetulkan kain yang dikenakannya, hampir saja, jika ia tidak sadar... Mungkin hal itu akan terjadi.
"Maaf" ucap Raden kemudian mengalihkan pandangannya. Ia sendiri pun tidak tau, kenapa tidak bisa mengendalikan dirinya. Menatap Kirana, selalu membuat ingin menyentuh jauh.
Raden bergegas pergi meninggalkan Kirana yang masih syok diatas dipan.
*****
Pagi yang begitu cerah, embun terlihat berkilauan saat terpapar sinar mentari yang lembut. Setelah kejadian itu Kirana menjaga jarak dari Raden, setelah kejadian itu juga Raden Sastra memilih untuk bermeditasi selama berhari-hari untuk mengusir semua nafsu yang hampir saja menjebaknya.
Terkadang Kirana merasa tidak enak hati, tapi ia rasa Raden juga mengerti. Mungkin ini lebih baik agar mereka jauh dari hal yang tidak diinginkan, bagaimanapun juga Kirana sadar diri, Raden Sastra adalah seorang calon raja, hubungan mereka saat ini hanyalah drama, hanyalah penyamaran.
Kirana sering juga menahan hati dan perasaannya, karena ia tahu... Esok Raden akan pergi, untuk memerintah kerajaan Negaran dan akan melupakannya. Karena dia di negeri itu hanyalah sebagai rakyat jelata, perbedaan bagai langit dan bumi.
Hari ini Kirana pergi kerumah paman, beruntung mereka sedang tidak di ladang jadi ia bisa main sejenak di rumah paman dan bibi supaya lebih tenang.
"Sekar... Sejak kapan kamu duduk di sini? Kenapa kamu tidak masuk menemui kami?" tanya Bibi terkejut ketika melihat Kirana sedang duduk merenung di depan rumahnya.
"Bi maaf, aku datang ke sini tanpa memberitahumu atau masuk ke dalam rumah. Aku hanya sedang merasa bosan, Akhir-akhir ini aku merasa kacau" jawab Kirana dengan nada lesu.
"Apa yang terjadi? apa Raden menyakitimu?" bibi menatap khawatir dan memeriksa wajah dan lengan Kirana.
"Tidak, dia tidak menyakitiku" jawab Kirana tersenyum.
"Kau datang sendiri? dimana Raden? apa yang sedang terjadi pada kalian?" Bibi benar-benar khawatir.
"Raden sedang meditasi, mungkin sedang memulihkan kekuatannya. Jika aku di rumah, aku takut nanti mengganggu konsentrasinya. Makanya aku pergi ke sini" jawab Kirana.
Mendengar jawaban Kirana, Bibi merasa lega. Ia kemudian tersenyum dan membelai pipi Kirana dengan penuh kasih sayang. Bibi adalah orang yang begitu hangat, Kirana berharap paman dan bibi bisa selalu ada di sisinya selama ia berada di negeri itu.
Kirana dan bibi berbincang sambil membersihkan beras yang baru saja di tumbuk, jaman dulu belum ada penggilingan padi, semua cara masih di lakukan dengan sangat tradisional termasuk menumbuk padi yang kering supaya menjadi beras. Sedangkan paman sedang membelah kayu bakar di halaman rumah, sungguh suasana pedesaan yang damai.
Di tengah suasana yang damai dan perbincangan hangat tiba-tiba seseorang datang dengan marah lalu menarik tangan Kirana dengan kasar.
"Kau memang wanita murahan!" bentaknya sambil menyeret Kirana ke halaman rumah, beras yang ada di pangkuannya tumpah berserakan.
"Hey. Lepaskan aku!" Kirana balik membentak dan menghempaskan cengkraman tangan pria itu. "Memangnya siapa kamu! Beraninya kamu memakiku!" Kirana marah.
"Siapa aku? Hahaha. Apa kau lupa? Aku adalah calon suamimu! Beraninya kamu menghianatiku dan menikah dengan orang lain!" ucap pria itu memelototi Kirana.
"Tarjo, Hentikan! Kau menyakitinya!" teriak paman mencoba membela.
Kirana benar-benar tidak mengerti, masalah baru lagi menimpanya. Dan kali ini ada seorang pria yang mengaku-ngaku sebagai calon suaminya, posisi dia di negeri itu semakin ribet saja.
Sedangkan di sisi lain Kirana sama sekali tidak mengerti apa permasalahan sebelumnya. Kirana mencoba untuk berkomunikasi pada Sekar lewat batinnya, semoga Sekar datang dan membantunya untuk menjawab.
"Jadi laki-laki ini bernama Tarjo? Apa benar dia adalah calon suamimu Sekar?" bisik Kirana dalam batin.
"Tidak, hanya saja dari dulu dia selalu memaksaku untuk menikah dengannya. Namun aku tidak sudi, Tarjo orang yang suka bermain wanita dan semena-mena" syukurlah Sekar menjawab pertanyaannya.
"Siapa dia sebenarnya?"
"Dia adalah anak kepala desa, setelah ayahku meninggal ayah Tarjo menggantikan posisinya. Dia bahkan pernah mencoba memperkosa aku, tapi beruntung paman datang tepat waktu"
Mendengar jawaban batin dari Sekar, Kirana jadi paham. Ia terdiam menatap pria itu.
"Heh aku sedang berbicara padamu Sekar!" ucap Tarjo menggertakkan giginya.
"Tarjo lepaskan aku!" Kirana berontak karena lagi-lagi Tarjo mencengkram lengannya dengan kuat.
"Tidak akan! kamu harus menjadi istriku"
"Aku tidak akan sudi menjadi istri laki-laki bejat sepertimu!" jawab Kirana terus berontak dan melepaskan diri dari laki-laki kasar itu.
Kirana benar-benar tidak menyangka, apa yang terjadi pada kehidupan Sekar sebelumnya pastilah banyak tekanan dan penderitaan. Buktinya, ia bahkan memiliki calon suami kasar seperti itu. Namun Kirana dan Sekar adalah orang yang berbeda meskipun mereka memiliki wajah dan tubuh yang sama.
Sekar adalah wanita pendiam, lembut, dan juga penakut. Bahkan untuk membela dirinya saja dia tidak pernah mampu. Tapi Kirana, ia memiliki keberanian, apalagi jika ada yang menindasnya. Ia pasti akan melawan semampu yang ia bisa.