Kirana menoleh ke arah bibi sebentar, memastikan kalau bibi masih sibuk dan masih lama selesai. Setelah itu, ia mencoba mengikuti si kakek dari seberang sungai yang sedang mencari pijakan tepat untuk ia menggapai air.
"Sekian lama menunggu, akhirnya aku bisa menemukan kakek tua itu!" gumam Kirana tanpa mengalihkan pandangannya.
Kakek mulai berbijak pada bebatuan dan mulai mengambil air minum, Kirana semakin gemas tidak sabar ingin menghampiri sang kakek. Ia tidak mau kehilangan kesempatan dan jejaknya lagi.
"Tetapi gimana caranya aku bisa ke seberang sungai? Nggak mungkin kan jika harus menyebrang begitu saja, sungai terlalu besar dan deras" Kirana berfikir keras.
Gadis itu menoleh kesana kemari, mencoba menemukan jembatan atau sejenisnya yang bisa membuatnya ke seberang. Tapi tetap tidak ada apapun di area itu.
"Oooyyy Kakeeekkk!" teriak Kirana sekencang-kencangnya. Hanya cara itu yang bisa ia lakukan.
Dari seberang sungai itu terlihat si Kakek bingung dan mencari-cari suara yang berteriak memanggilnya.
"Kakeeekkk aku di sini, di seberang sungai!" teriak Kirana sambil melambai-lambaikan tangannya.
Tenggorokan Kirana sampai mau kering rasanya, nafasnya juga terengah. Dan kakek itu baru bisa melihatnya beberapa saat kemudian, kakek itu tersenyum ketika melihat Kirana.
"Lihat... Dia malah tersenyum seperti orang yang tidak memiliki rasa bersalah padaku!" gumam Kirana kesal.
Kakek membalas lambaian tangan Kirana, mengisyaratkan dengan ekspresi dan gerakkan tangannya seakan ia bertanya, ada apa dan siapa dia?
"Kakek tua! Aku harus buat perhitungan dengamu. Cepatlah kemari atau aku akan menarik janggutmu jika aku berhasil menemukanmu lagi!" teriak Kirana dengan sisa suaranya.
Namun ketika Kirana membuka mata kembali setelah berteriak, ia sudah tidak mendapati kakek itu di sana. Kirana mencari-cari dengan pandangannya, tapi sosok tua itu benar-benar sudah hilang tanpa jejak.
"Kurang ajar! Kakek itu benar-benar sudah mempermainkan aku, liat aja nanti aku pasti akan..."
"Akan apa?"
Tiba-tiba terdengar jawaban dari belakang Kirana.
"Aaaaaaaaa" Kirana terkejut kemudian tersandar di batu besar yang ada di sampingnya.
"Kamu.... Kamu.... Bagaimana bisa..." ucap Kirana terbata ketika melihat kakek tua itu sudah berdiri di hadapannya sekarang.
Kakek tua itu tertawa melihat Kirana keheranan dan bingung.
"Memanggil orang tua dengan cara berteriak itu tidak sopan!" ucap si kakek menatap Kirana kesal.
"Aku... Aku... Baiklah... Aku minta maaf" Kirana menghela nafas panjang.
"Hemm... Sekarang katakan, kenapa kamu begitu kesal bahkan mau menarik jenggotku?!" tanya kakek itu sambil mengelus jenggot putihnya seperti benda berharga.
"Tentu saja aku kesal, Kakek telah menipuku!" jawab Kirana memberanikan diri.
"Menipu?" ucap kakek sambil berlagak bingung dan berfikir dengan keras masih dengan mengelus jenggotnya.
"Jangan mencari alasan Kek, atau mau pura-pura lupa? Kakek sudah menjebakku dan menipuku sehingga aku terjebak disini!" Kirana mengungkapkan isi hatinya.
Kakek terdiam menatap Kirana seksama, namun sesekali kakek juga menahan senyumnya. Orang tua itu seperti sedang mendengarkan cucu perempuan yang mengomel tanpa titik koma.
"Sekarang jelaskan padaku, bagaimana caraku supaya bisa pulang? Aku ingin pulang ke asalku, aku tidak ingin tinggal disini lebih lama bersama dengan orang yang menyebalkan!" ucap Kirana di akhir kalimatnya.
"Apa orang yang kau maksud menyebalkan itu... Suamimu? Kenapa bisa menyebalkan?" Kakek merenyitkan alisnya.
"Bagaimana kakek bisa tau kalau dia sudah menjadi suamiku?" Kirana terkejut, padahal sejak menghilang waktu itu mereka baru bertemu lagi kali ini.
Atau berita tentang pernikahan Kirana dan Raden benar-benar sudah menyebar ke seluruh penjuru??? Kirana terkejut dengan tebakannya sendiri.
"Gadis muda!" ucap kakek membuyarkan lamunan Kirana. "Aku selalu mengawasi gerak gerikmu, aku tau semua yang terjadi akhir-akhir ini dan aku juga tau apa saja yang kalian lakukan!"
Kakek itu melirik Kirana dengan senyum aneh. "Tetapi... Satu hal yang tidak aku mengerti. Bagaimana bisa aku menipumu?!" Kakek itu memandang Kirana dengan penuh tanda tanya.
Kakek tua itu benar-benar membuat Kirana ingin meledak, tapi ia mencoba untuk sabar dan mengendalikan diri. Kirana maklum, mungkin karena sudah terlalu pikun makanya kakek itu lupa. Kirana menghela nafas panjang.
"Kakek ingat waktu kita bertemu dibelakang PT? Kau hujan-hujanan dan ingin pulang sambil membawa obat. Kau ingat?" Kirana mencoba untuk menjelaskan dari kejadian awal.
"Iya... Kakek masih ingat dengan jelas" ucap si kakek dengan yakin.
"Nah, waktu itu kau bilang ingin pulang mengobati cucumu yang terluka parah. Tapi kau malah menjebakku disini! Aku jadi tidak bisa pulang kan?! Kau menipuku" Kirana kesal pada kakek itu.
"Ya... Aku memang menjebakmu. Tapi aku tidak menipumu Nak" jawab kakek, seketika itu juga tatapannya berubah menjadi sangat serius.
Kirana terdiam, keberanian untuk mengomel jadi berkurang karena aura kakek misterius itu mulai dingin dan menakutkan untuk Kirana.
"Obat yang aku bawa waktu itu, adalah obat ramuan untuk Raden Sastra. Aku membawamu kesini karena kami tidak bisa melanjutkan tugas untuk merawatnya, Nyimas Sekar telah tewas. Dan disaat yang tepat aku menemukanmu. Wajah yang sama, keberanian, keteguhan, sebab itulah kau bisa berada di sini dan menggantikan tugasnya"
"Tu... Tugas?" tanya Kirana tidak mengerti.
"Tugas... Sekar juga membisikkan hal yang sama waktu itu, alasannya karena tugas!" gumam Kirana dalam hati. Ia kembali mengalihkan pandangannya ke si kakek.
"Tugasku merawat Raden sudah selesai kan? Dia juga sudah sembuh sekarang"
Kakek itu terdiam menatap Kirana dalam.
"Aku ingin pulang kek" ucap Kirana dengan nada yang bergetar.
Kakek masih terdiam, mereka saling menatap. Kirana berlinang... Menyiratkan betapa ingin ia pulang, tapi kakek terlihat bimbang. Seperti belum merelakan jika Kirana pergi saat itu juga.
"Sekar!" ucap bibi mengejutkan Kirana.
"Bibi mencarimu dari tadi ternyata kamu ada di sini. Apa yang kau lakukan? ayo pulang!" ucap bibi langsung menarik tangan Kirana.
"Sebentar bi, aku sedang bicara dengan...." Kirana menoleh lagi ke arah si kakek, tapi dia sudah tidak ada di sana.
"Hah... Dimana kakek tua itu???" Kirana bingung mencari ke seluruh arah dengan pandangannya.
"Kakek? Siapa yang kau maksud? Dari tadi bibi melihatmu di sini sendirian!" jawab bibi memandang gadis itu dengan penuh tanda tanya.
"Tapi Bi... Tadi ada kakek itu di sini" ucap Kirana dengan yakin.
"Sekar, apa kamu demam?" tanya bibi sambil memegang kening Kirana dengan punggung tangannya. "Tapi tidak panas" ucap bibi lagi.
"Bi, aku serius. Tadi ada kakek tua itu di sini dan aku juga bicara sama dia" Kirana mencoba menjelaskan.
"Hmm... Sudah, sudah, lebih baik kita pulang sekarang, sebentar lagi paman dan Rakamu mau pergi ke ladang. Kita harus siapkan sarapan"
"Tapi aku belum selesai bicara dengannya!" Kirana masih kekeh.
"Sekar, bibi benar-benar tidak mengerti dengan sikapmu. Akhir-akhir ini kau bertingkah aneh. Sudah ayo cepat pulang!" bibi kembali menarik tangan Kirana kemudian membawanya pulang.