Chereads / Sang Raden / Chapter 21 - Pohon Kehidupan Tumbang

Chapter 21 - Pohon Kehidupan Tumbang

Raden berdiri menatap marah pada Kirana, mengetahui gadis itu itu berasal dari dunia asing. Tangannya bergetar terangkat di atas kepalanya, saat itu juga cahaya kuning keemasan muncul di telapak tangan Raden membentuk benda panjang mengkilat.

Dalam hitungan detik cahaya itu berubah menjadi pedang panjang, pedang sakti milik Raden, kekuatannya bisa menebang 7 pohon dalam sekali ayunan.

Kirana tersimpuh menatap Raden tajam, kemarahannya pun seimbang dengan amarah Raden. Sedikitpun Kirana tak gentar meskipun ia melihat pedang sakti yang dikeluarkan Raden.

Raden menatapnya sebagai penyelinap di Negaran, sedangkan Kirana menatap Raden sebagai penghalang untuk pulang. Kirana berdiri di hadapan Raden, sedikitpun ia tak berkedip menatap Raden karena amarah di hatinya.

"Kenapa? Kamu ingin membunuhku? Hahaha" Kirana berbicara dengan suara serak dan berat. "Bunuh! Lebih baik aku mati dari pada harus terjebak disini selamanya!" ucapnya dengan nada keras.

Raden masih tidak bergeming, ia terdiam menatap gadis yang sekarang terlihat bukan Kirana yang lemah. Raden merasakan ada suatu kekuatan dahsyat dari dalam diri Kirana ketika marah, meskipun Raden hanya terdiam, ia mencoba untuk menerobos masuk ke dalam batin Kirana dan melihat, sebenarnya kekuatan apa yang gadis itu miliki. Yang selama ini tertutup oleh sikap polos dan lugunya.

"Ayo... Tunggu apa lagi?! Jika kamu ingin memenggal kepalaku, penggal sekarang!!!" Bentak Kirana pada Raden, ia benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya.

Tanpa menjawab, tanpa mengeluarkan kata apapun lagi. Raden mulai bergerak, tangan dan kakinya dengan lihai bergerak dan mengayunkan pedang dengan sangat tegas dan cepat. Kirana merasakan angin berhembus yang keluar dari gerakan Raden dan pedang saktinya, namun meskipun jantungnya mulai berdegup kencang, Kirana masih tidak gentar sedikitpun.

"Jadi... Dia benar ingin memenggalku..." bisik Kirana dalam hati.

Mata Kirana terpejam, ia tidak ingin melihat malaikat mautnya memenggal kepalanya. Setidaknya, ketika ia membuka mata nanti, Kirana sudah berada di akhirat dan tidak akan bertemu dengan pria angkuh itu lagi.

"Hiiyyaa!!!!" suara Raden menggelar di hutan yang sunyi.

Kirana tersentak mendengar suara itu yang diiringi dengan tiupan angin kencang yang menerpa tubuhnya, matanya terpejam, tubuhnya gemetar. Namun... Meskipun Raden sudah mengibaskan pedangnya, Kirana masih belum merasakan apa-apa.

Tidak ada rasa sakit di tubuhnya, tidak ada darah mengucur dari lehernya. Penasaran... Perlahan Kirana membuka matanya dan masih mendapati pria itu berdiri memegang pedang dengan nafas yang terengah.

Dalam hitungan detik, pedang itu kembali menjadi cahaya kemudian menghilang. "Apa yang terjadi... Dia tidak membunuhku..." dalam hati bertanya-tanya.

Krengkeeeetttt..... Tiba-tiba terdengar suara decitan kencang dari belakang Kirana, sontak ia langsung berbalik dan melihat pohon portal yang besar itu bergerak.

Greekkk.... Bllaaarrrr..... Suara hempasan pohon yang sangat besar roboh ke permukaan tanah, hingga membuat suasana di sekitarnya bergetar.

"Tidak..." pekik Kirana.

Pohon portal itu roboh... Jalan satu-satunya Kirana menuju dunianya kini sudah tumbang. "Tidaaakk!!!! Apa yang kau lakukan!" teriak Kirana berbalik menatap Raden.

Nafasnya menderu, darah ditubuhnya semakin mengalir cepat dan panas. Kirana mengepal erat menatap benci pada Raden Sastra. "Kau... Memang brengsek!" ucap Kirana bergetar.

Gadis itu langsung berlari menghampiri Raden dan memukulinya berkali-kali. "Seharusnya aku bunuh kamu saja waktu itu! Seharusnya kau mati saja supaya kamu tidak menghalangiku pulang!" umpatnya sambil terus memukul tubuh Raden yang kekar.

Raden Sastra hanya terdiam mendengarkan ocehan dan makian dari Kirana, ia membiarkan gadis itu menangis dan memukulinya sampai puas. Namun... Tak lama setelah itu, mata Raden melihat ada sinar obor yang bergerak.

Raden menajamkan pandangan menerobos kegelapan, telinganya bergerak untuk mendengar dari jarak jauh. Kekacauan yang terjadi pasti akan mengundang para warga desa, apalagi suara dentuman pohon besar itu sangat kencang, sudah pasti warga desa mendengarnya.

Kini warga desa berbondong-bondong datang ke arahnya, sedangkan Kirana masih belum berhenti teriak dan memukulinya. Jika tidak bertindak, maka warga akan memergoki mereka berdua dan pasti akan ada banyak pertanyaan atau bahkan lebih parah.

Akhirnya Raden terpaksa menotok beberapa titik saraf di bagian leher dan dada Kirana, seketika itu juga Kirana langsung pingsan. Sebelum ketahuan warga, Raden langsung membawa Kirana yang sudah tidak sadarkan diri terbang kembali ke rumah.

"Dasar merepotkan saja!"

Gumam Raden setelah meletakkan Kirana yang masih tidak sadarkan diri ke atas dipan. Kemudian ia melihat ke arah jendela dan mengintip ke luar, benar saja... Warga berbondong-bondong sambil membawa obor pergi ke arah pohon tumbang tadi, untung saja Raden bisa pergi tepat waktu.

Raden Sastra terdiam menatap Kirana. "Dari awal aku memang sudah merasakan kalau gadis ini bukanlah gadis biasa" gumamnya dalam hati.

Apa yang dilakukan Raden pasti memiliki rencana dan alasan, ia tidak akan membiarkan Kirana pergi begitu saja. Raden terpaksa menebang pohon itu supaya Kirana tidak lagi pergi kesana, ia berharap Kirana akan berguna untuknya melawan Birok Ireng nanti.

Meskipun Raden sendiri belum tau apa kelebihan Kirana, tapi ia yakin... Kalau Kirana adalah seseorang yang diutus oleh dewa dan datang dari dunia asing untuk membantunya.

*****

Keesokan harinya....

Kirana melenguh dan mulai mengumpulkan kesadarannya, bekas totokan jari Raden semalam terasa begitu nyeri. Kirana duduk perlahan kemudian meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku.

Matanya menelusuri keseluruh bilik kamar, ia masih di sini... Di rumah kayu yang dingin. Kirana memeluk lututnya kemudian kembali menangis sedih. Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang.

"Sekar... Sekar!"

Terdengar paman yang memanggil sambil mengetuk pintu rumahnya dengan buru-buru, Kirana langsung mengusap air matanya kemudian bergegas menemui paman di luar.

"Ada apa paman?" tanya Kirana mengerutkan kedua alisnya sambil menatap wajah berkeringat pamannya.

"Ada kejadian aneh di kampung kita ini!"

"Kejadian aneh? Kejadian yang bagaimana paman?" Kirana semakin bingung, ada kejadian apa sehingga membuat orang tua ini terlihat begitu panik.

"Sekar... Ada yang menebas pohon kehidupan yang ada di hutan! Paman takut kalau ini adalah pertanda yang buruk" ucap paman kemudian.

"Jadi... Nama pohon besar itu adalah pohon kehidupan?" gumam Kirana dalam hati.

Kirana terdiam, ia ingat betul kejadian semalam dan dia juga tahu bahwa Raden Sastra lah yang menebas pohon besar itu, tapi dia tidak ingat lagi setelah menerima totokan dari pria dingin itu.

Tak berselang lama, Kirana melihat Raden Sastra berjalan dari luar. Pria itu sepertinya sedang bertanya-tanya apa yang sedang Kirana dan paman bicarakan.

"Kau jangan khawatir paman, jika ada terjadi hal buruk, maka laki-laki itulah yang harus bertanggung jawab!" ucap Kirana sambil menunjuk Raden.

Raden terhenti menatap heran kepada keduanya, sedangkan paman langsung berbalik melihat ke arah Raden.

"Kau ini, suka sekali berbicara sembarangan! Bagaimana bisa, Raden Sastra yang harus bertanggung jawab atas tumbangnya pohon itu!" ucap paman tidak terima.

"Bagaimana tidak! Karena memang dia...." tiba-tiba Kirana terdiam. Entah apa yang terjadi pada lidahnya yang tiba-tiba kaku dan membuat Kirana sulit berbicara.

"Jangan kau beri tau Kirana... Jangan..." Tiba-tiba terdengar suara dari arwah Sekar berbisik di telinga Kirana.

"Sekar... Apa yang terjadi padamu?" tanya Paman menatap cemas.

"Itu karena gadis konyol ini banyak sekali bicara paman, dia bahkan ingin menyalahkan aku" ucap Raden kemudian mendekat di samping Kirana dan merangkul pundaknya.