Muri datang ke kantornya pagi-pagi sekali, ia duduk di kursinya, kemudian meletakan sederetan foto-foto gudang B di cikarang tempat Dilman bekerja, foto-foto itu memperlihatkan gudang itu dari berbagai sisi. Tiba-tiba terdengar suara orang marah-marah dari pintu kaca ruangan bosnya, Pak Permadi.
"Kau panggil Muri kemari!" suara itu terdengar jelas sampai ke meja Muri bosnya bahkan tidak perlu menyuruh orang untuk memanggilnya karena ia bisa mendengar sendiri dari suara bosnya yang keras. Tidak lama kemudian keluar dari pintu kaca seorang wanita berpakaian rapi mengenakan kacamata tampak pucat mendekati meja Muri ..
"Kau di panggil ..." kata wanita itu gugup sambil memperbaiki kacamatanya yang melorot.
"Ke ruangan bos kan? ya terima kasih.."
Muri merapikan foto-foto itu kemudian menuju ruangan Pak Permadi.
Klek! pintu ruangan Pak Permadi terbuka.
"Permisi pak."
"Ya, duduk."
Dari jarak dekat Muri bisa melihat kalau wajah bosnya itu tampak kusut, lemak di bawah dagunya terlihat mengendur akibat kehilangan berat badan secara cepat, sementara kantung matanya tampak membengkak, Bosnya Pak Permadi sepertinya sedang stress berat.
"Bagaimana Muri aku mau dengar laporan tentang kelanjutan kisah horor gudang B. Kau punya apa untuk diterbitkan sore ini? ayo cepat! koran-koran lain juga bersaing ketat untuk menerbitkan beritanya."
"Baik, ehm saya berencana ehmm meneribitkan ini untuk sore nanti." Muri dengan ragu-ragu meletakan serangkaian gambar foto-foto gudang B yang ia sendiri yang mengambil fotonya.
Pak Permadi mengambil satu foto dengan tangannya dan melihatnya dari dekat, kerutan di dahi Pak Permadi tampak berlipat-lipat, kedua matanya tampak memerah.
"Ini apa?" Pak Permadi melemparkan foto itu kembali ke atas meja.
"Untuk sementara kita bisa terbitkan detail bangunan gudang B."
"Detail bangunan Gudang B?"
"Menurut sumber yang bisa dipercaya lahan tempat dimana gudang B sekarang dibangun dulunya adalah ladang pembantaian manusia yang dilakukan ..."
"Detail bangunan gudang B." Pak Permadi mengulangi kata-kata itu dengan nada tinggi. "Siapa yang mau tahu tentang sejatah gudang itu, kau ini wartawan atau bukan Muri? kau tidak bisa melihat minat masyarakat pada kasus pembunuhan horor di gudang B ya? biar ku beritahu masyarakat mau tahu golongan darah yang ditemukan dari sample air liur mahluk aneh yang berkeliaran di gudang B, apakah golongan darahnya A sama dengan golongan darah yang ditemukan di dekat kasus kematian Permana atau tidak ! Karena ciri-ciri mahluk yang berada di dekat Permana dan di gudang B sama, sama-sama memiliki bulu hitam panjang. Ngerti kamu hah !!"
Rasanya telinga Muri panas seperti ada dua buah lilin yang menyala di bahunya, mendengarkan kata-kata Pak Permadi bosnya itu. Muri bukan wartawan amatir (walaupun ya secara penampilan ia mirip dengan wartawan amatir) yang tidak tahu minat pasar pada berita yang beredar, mengenai golongan darah mahluk itu, itu adalah hal pertama yang ditanyakan Muri pada Detektif Heron saat pertama kali berada di lokasi kejadian, tapi informasi mengenai golongan darah itu tersimpan di tangan petugas polisi bagian laboratorium kriminal dan tangan detektif sombong Heron sendiri, yang tidak pernah mau berbagi informasi dengan wartawan. Dan ide mengenai detail gudang B sendiri sebenarnya hanyalah taktik putus asa Muri untuk mengulur waktu.
"Saya .."
"Sudah keluar ! panggil Yono suruh kesini, kita tidak menerbitkan berita horor di gudang B untuk hari ini !"
"Ba .. baik pak." Muri merapikan foto-foto diatas meja dengan gugup, kemudian keluar dari ruangan Pak Permadi dengan lemas seperti sehabis pulang dari mendonorkan darahnya ke PMI ..
Detektif Heron sedang berada di ruang kerja bersama dengan timnya yang melacak pembunuhan kasus horor di gudang B, anggota timnya yang lain sedang sibuk memeriksa berkas tebal diatas meja mereka masing-masing sementara Heron sendiri sibuk bolak-balik di ruangan itu sambil menatap papan white board besar yang berisi foto close up Dilman semasa baru pertama kali melamar bekerja, kemudian ada foto bangunan gudang B dari potongan koran, lalu ada foto mengerikan dua mayat satpam jaga di gudang B dan foto lainnya adalah foto Permana korban kasus pembunuhan sadis di Salemba.
Salah satu anak buah Heron meletak gagang telepon dengan wajah gembira ia mulai berteriak.
"Pak laporan hasil lab gudang B sudah keluar."
Heron membalikan badannya, sepasang matanya tampak menyipit dari balik kacamata bingkai tipisnya yang buram karena kotor.
"Apa hasilnya?"
"Golongan darah B dan O .." anak buah Heron berkata sambil menunduk membaca catatannya di secarik kertas. "... adalah milik dua satpam yang tewas."
"Bagaimana golongan darah sampel air liur yang ditemukan di dekat gudang B ?"
"Golongan darahnya A..."
"Golongan darah A? mirip dengan golongan darah yang ditemukan di kasus pembunuhan Permana di Salemba." Gumam Heron pelan. "Siapa yang bertugas melacak Dilman?"
"Saya pak." anggota tim Heron yang duduk dekat pintu keluar, berdiri dari mejanya.
"Ya, ya bagaimana sudah ada petunjuk?"
"Ehmmm uhhmm .." polisi muda itu mencari-cari sesuatu diantara berkas-berkas yang menumpuk diatas mejanya.
"Ahh .." katanya sambil mengenggam secarik kertas yang baru saja ia temukan."Dari laporan polisi lalu lintas kemarin mereka melihat orang dengan ciri-ciri seperti Dilman sedang berjalan di dekat pantai Banten.
"Banten?" Gumam Heron. "Siapkan mobil kita menuju Banten."