Chereads / AKHIRNYA CINTA / Chapter 33 - Part 33

Chapter 33 - Part 33

Sesapan Rama yang begitu menggila tanpa kenal waktu membuat Alice kewalahan. Pasokan oksigen menipis telah membuat tubuhnya lemas.

Buggh buggh

Dengan amat terpaksa Rama melepaskan tautan bibirnya yang asyik menggeluti hingga meninggalkan sisa saliva di bibir Alice yang bengkak disaat tangan Alice memukuli dadanya dengan brutal. Nafas memburu saling menerpa wajah mereka yang sayu diselimuti hasrat.

"Hahh hahhh huhh." Nafas Alice tersengal-sengal berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

Rama yang sudah pengalaman akan hal itu bahkan lebih hanya bisa memandangi wajah seksi Alice dengan bibir membengkak dan warna lipstick belepotan karena ulahnya. Ibu jarinya terulur mengusap bibir Alice dari sisa saliva yang tertinggal disana. Ingin sekali dia mengulang dan bahkan melakukan sesuatu yang lebih namun ia urungkan tidak tega melihat Alice yang sudah kewalahan mengimbangi hasratnya yang menggebu itu.

"Aku nggak suka kamu dandan kayak begini diluar rumah. Ingat kamu boleh dandan seperti ini tapi hanya di rumah , di depan mataku saja bukan di depan mata laki-laki lain selain aku." titah Rama dengan serius didengar Alice segera dianggukinya.

Grepp

Rama memeluk tubuh Alice mengelus punggung dan surai rambut Alice dengan sayang. Sungguh dia tidak rela ada orang lain terutama laki-laki hidung belang melihat keindahan yang ada pada tubuh Alice. Apa yang sudah menjadi miliknya tak akan ia relakan direbut orang lain. Dia merasa kecolongan atas kejadian tadi, kemudian berjanji pada diri sendiri kejadian ini tak akan terulang lagi.

"Apa ini?" Rama mengambil bekal yang berada dipangkuan Alice.

Rama dan Alice duduk bersebelahan di sofa panjang yang tersedia di ruangan kerja Rama. Tepat didekat sofa terdapat kaca lebar dan besar menampilkan pemandangan luar yang memukau menampilkan dunia luar yang indah akan padatnya ibukota dikelilingi gedung-gedung tinggi disana.

Perusahaan Rama yang terbilang besar dan maju tidak heran bila memiliki gedung yang menjulang tinggi terdiri dari beberapa lantai disana. Alice merasa kagum dan kadang masih tidak percaya kalau laki-laki yang dulunya teman kecilnya sekarang telah menjelma menjadi orang sukses di ibukota dan sekarang telah resmi menjadi suaminya.

"Itu bekal yang aku bawa dari rumah. Mamah sama papah serta Melisa tadi pagi datang memintaku kesini membawa bekal."

Rama mengangguk paham. Sudah biasa keluarganya mendatangi rumahnya bila ada kunjungan kerja di Jakarta, katanya sekalian mampir untuk memastikan keadaannya. Dia sudah terbiasa hidup sendiri dan mandiri tentunya.

Jujur Rama merasa senang melihat Alice berkunjung ke kantornya hanya untuk membawakan bekal padanya. Ini yang dibilang enaknya menikah, merasa diperhatikan. Apalagi diperhatikan oleh wanita yang sangat dicintai.

"Kamu senang?"

"Senang banget. Akhirnya aku punya teman di rumah." ucap Alice dengan antusias dan muka berseri.

Rama mengelus pucuk kepala Alice ikut tersenyum melihat senyum merekah istrinya. Selama ini dia jarang melihatnya. Dia tidak tahu bagaimana perasaan Alice yang kesepian di rumah sendirian selepas dia pergi hingga melihat kedatangan orangtuanya memberikan energy positif untuk istrinya.

"Mas makanlah bekalnya. Astaga makanannya sudah dingin." Alice membuka bekal itu namun sudah keburu dingin mungkin kelamaan dirinya di salon tadi. Ah ini semua gara-gara Melisa.

"Tak masalah. Asal kau suapi aku. Kebetulan perutku sudah lapar."

Akhirnya Alice menyuapi Rama dengan telaten dan sabar. Terlihat kecaggungan dari diri Alice saat menyuapi Rama karena ini kali pertamanya dia menyuapi laki-laki..

"Mas, aku minta maaf atas kesalahan yang aku perbuat kemarin hingga membuat mas marah. Aku sadar aku salah tapi malah gengsi untuk meminta maaf." Alice memberanikan diri sambil menatap netra Rama.

Rama terdiam sejenak memandangi mimik bicara Alice, terlihat keseriusan dan sungguh-sungguh disana. Dari hati kecilnya, Rama jelas tidak kuat harus mendiamkan istrinya apalagi sampai berhari-hari. Namun dia juga harus tegas sekaligus memberikan peringatan pada Alice untuk melupakan masa lalu demi keharmonisan rumah tangga mereka. Kalau tidak begitu jelas yang akan menjadi dampaknya adalah rumah tangganya yang bisa saja hancur. Dan dia tidak mau itu terjadi.

Alice menunggu respon Rama dengan harap-harap dirinya dimaafkan. Bukannya segera dimaaskan ini malah Rama menatapnya dengan intens seolah sedang membaca isi pikirannya. Bukankah dia sudah serius untuk meminta maaf, pikirnya. Alice memilih menunduk ketimbang ditatap terus oleh Rama.

"A … aku sadar aku salah. Tidak seharusnya aku mengingat Kak Pan … Hmmptt …" Rama langsung menarik tengkuk Alice kemudian membungkam bibir Alice dengan sesapan yang dalam. Baru saja Alice memejamkan mata, Rama melepaskan tautan bibi mereka.

Kedua mata Alice terbuka kembali kemudian merasakan sapuan jemari kokoh Rama memegangi bibirnya yang terasa kebas. "Jangan sebut nama itu. Aku mau hanya ada kita saja, aku dan kamu saja tidak ada yang lain. Kalaupun ada hanya untuk anak-anak kita nanti."

"A … anak ?"

"Ya. Bukankah kehadiran anak akan menjadi pelengkap kebahagiaan dalam berumah tangga. Aku tak akan memaksa meminta hakku sebagai suami kalau kamu belum siap. Tapi kamu perlu ingat aku sudah menjadi suamimu dan berhak meminta hakku nanti." Alice menunduk memilih tak bersuara karena apa yang diucapkan Rama memang wajar.

Rama mengangkat dagu Alice hingga pandangan mereka bertemu kembali,"Bukan pekara memaafkan dan meminta maaf, disini aku hanya ingin kita fokus dan sadar kalau kita telah menikah. Bagiku menikah itu sakral, sekali seumur hidup. Aku rasa kamu juga berpikiran seperti itu." lanjutnya masih dengan nada penuh keseriusan.

"Tidak perlu kamu minta maaf, aku mengerti. Aku juga minta maaf telah mendiamkanmu kemarin."Alice terharu, diikuti kedua matanya berkaca-kaca.

Grepp

Rama mendekap tubuh Alice seketika air mata istrinya tumpah ruah dalam dekapan sang suami.

"Oh ya mas, mengenai rumah baru …" Alice melepas pelukan itu setelah dirasa hatinya sedikit lega. Rama mengernyit menangkap singnal tidak beres.

"Papah mamah udah cerita?" Alice mengangguk.

Rama mendengus sebal."Kenapa mas tidak memberitahuku kalau sedang membuatkan rumah baru ?"

"Tidak perlu dibahas. Nanti kalau sudah siap ditinggali, kita langsung kesana." Rama terlihat tidak mau membahas rumah baru itu, membuat Alice menepis keingintahuannya."

"Monik, aku pamit pulang. Kalau ada urusan mendadak beritahu segera lewat email." Rama berpamitan dengan sekretarisnya yang bernama Monika. Terlihat jelas di meja wanita itu terdapat keterangan sekretaris.

Wanita yang memakai kemeja ketat bername tag Monika Larasati berdiri dan merunduk sopan pada Rama.

"Astaga, dia cantik sekali ditambah lagi penampilannya yang sangat menggoda. Mas Rama ternyata memperkerjakan sekretaris yang kayak begitu." Alice menatap penampilan Monika kaget ada wanita sangat cantik bekerja di perusahaan suaminya. Mungkin bisa dibilang Rama dikelilingi wanita cantik-cantik dan seksi tentunya, contohnya Intan.

Monika terkejut mendapati Rama menghampiri ruangannya ditemani seorang wanita cantik dan seksi namun sayangnya terdapat jas hitam melekat di kedua bahunya. "Siap Pak."

"Ayo sayang." Rama berlalu sambil merengkuh pinggang Alice. Dan itu tak lepas dari pandangan Monika yang tengah kecewa. Entahlah sepertinya sekretaris itu memiliki perasaan terpendam pada Rama jadi ada rasa tidak suka melihat Rama berdekatan mesra dengan wanita lain. Tanpa ia ketahui Rama telah menikah dengan wanita disamping direkturnya itu.

Rama mengajak Alice pulang padahal Alice sudah menolaknya mengingat ini masih di jam kerja tidak seharusnya pulang duluan. Tapi usahanya tak berbuah hasil, Rama tak menggubrisnya lagipula suaminya itu memiliki kekuasaan penuh disana. Kedatangan orangtuanya menjadi alasan kepulangannya itu.

Banyak karyawan memperhatikan mereka yang tengah berjalan beriringan dengan tangan kekar Rama posesif merengkuh pinggang Alice. Alice melirik sekilas kearah karyawan suaminya dengan perasaan aneh canggung pasalnya dari tatapan mereka terlihat curi-curi pandang bercampur sinis kearahnya. Alice sendiri juga merasa kurang nyaman dengan keberadaan tangan Rama di pinggangnya namun mau bagaimana lagi tidak mau dibantah.

"Siang Pak." Sapa beberapa karyawan secara bersamaan seraya menundukkan kepala yang tak sengaja berpas-pasan dengan Rama dan Alice.

"Siang Pak." Salah satu karyawan laki-laki disana melirik dengan tatapan kagum pada Alice. Seketika karyawan tersebut mendapatkan pelototan mengerikan Rama dan memilih menunduk. Ingin sekali Rama bangku hantam dengan karyawannya yang berani menatap Alice namun dia sadar ini di kantor dan harus menjaga imagenya. Rama mengeratkan rengkuhannya di pinggang Alice berniat menunjukkan kepada semua karyawannya kalau Alice adalah miliknya.

Rama mengangguk pelan dengan aura dingin tak berekspresi sedikitpun. Alice melihatnya bergidik ngeri, betapa dinginnya suaminya itu bila di kantor. Sungguh berbeda dari sikapnya ketika bersamanya di rumah. Tak ada aura ramah dan manis, lemah lembut sedikitpun seperti yang dilakukan ketika di rumah bersamanya.

Sudah dipastikan kantornya akan digemparkan dengan gosip dan berita mengenai dirinya dan Alice. Tapi mau bagaimana lagi, Alice sudah menampakkan dirinya disana. Itu berarti hubungannya dengan Alice akan terkuak. Mungkin kalau mereka sampai tahu kalau pemilik perusahaan yang banyak digandrungi sebagaian besar karyawan perempuan mengalami patah hati bersama. Terbukti dengan tatapan mereka yang nampak kecewa dan marah akan kebersamaan pasangan itu.

"Lain kali tak usah datang ke kantorku lagi. Lihat tatapan lapar mata keranjang laki-laki tadi."

"Ya mas. Tapi aku juga ingin jalan-jalan, tahu kantor mas juga."

"Ada waktunya buat kita jalan-jalan. Mau jalan-jalan kemana, kapan? Kasih tahu saja ke Mas."

Alice mendengus sebal sungguh suaminya itu posesif sekali,"kita jadi tontonan terus, mas."

"Siapa yang berani menggangu kita akan aku pecat …"

"Ssst. Nggak ada. Udah ayo kita pulang." Alice tidak mau menimbulkan masalah memilih mengajak Rama pulang saja. Mereka pulang tanpa peduli dengan tatapan karyawan yang masih fokus kearah mereka.

"Ahh. Hari patah hati sekantor ini." teriak frustasi karyawan wanita disana bersama-sama.