Alice terpaku menatap lurus ke depan terdapat seorang laki-laki tengah berdiri seorang diri membelakaginya. Dilihat dari postur tubuhnya, Alice merasa kenal. Namun tiba-tiba perasaan kasihan melihat laki-laki itu sedang berjalan pelan di halaman belakang rumah seorang iri, entah apa yang terjadi pada orang tersebut. Semakin dilihat dengan lekat tiba-tiba ada perasan membuncah mulai mengenali siapa laki-laki itu. Matanya mulai berkaca-kaca merasakan dilema antara rasa bahagia dan sedih.
Deg
Laki-laki tersebut membalikkan badan menatap lurus kearah Alice.
"Alice?"
Laki-laki yang telah hilang kabar kini kembali muncul disaat tak terduga. Bola matanya memanas kala teringat kehilangan sosok laki-laki itu menjadi alasan utama dirinya harus menerima pinangan dari laki-laki lain yang kini telah menjadi suainya. Padahal sudah jelas perasaannya masih tertaut pada laki-laki di depannya. Dan kini niatannya yang sudah mantap untuk menerima Rama di kehudupannya mulai goyah dengan hadirnya Panji.
Alice memaku di tempat antara percaya dan tidak akhirnya dia dan Panji dipertemukan kembali. Detak jantungya mulai tak karuan. Ya dihadapannya telah hadir Panji, kekasihnya. Plastik yang membungkus obat jatuh ke lantai.
Grep
Panji berlari sedikit kesusahan menghambur memeluk tubuh Alice dengan erat. Seketika tubuh Alice terguncang seiring air mata jatuh membasahi pipi mulusnya. Tubuh Alice kaku tak bisa digerakkan.
"Ini kamu, Alice? Aku gungguh merindukanmu." Suara haru Panji masuk ke telinga Alice. Semakin membuat air matanya kembali jatuh dengan deras.
"Syukurlah kita dipertemukan kembali. Aku sangat mencintaimu, sayang." Panji mengecup kepala Alice berkali-kali sembari melampiaskan kerinduannya karena lama telah tidak bertemu.
Panji melerai pelukannya kemudian menatap netra Alice dengan tatapan penuh kerinduan. Begitupula dengan Alice tak bisa menutupinya walau bola matanya harus tergenang cairan air mata.
"Kenapa baru muncul sekarang? Kamu kemana saja?" Alice memukul dada Panji menahan kekecewaannya karena Panji hilang kabar dan kini baru muncul di hadapannya.
"Kamu jahat. Jahat. Hikss … hiks."
Panji membiarkan tubuhnya kena sasaran amukan Alice, maklum dia sudah membuat kekasihnya khawatir karena tak memberi kabar sedikuitpun. Padahal tubuhnya baru sembuh justru harus rasa nyeri.
"Maaf, pasien tidak boleh mendapatkan perlakuan kasar karena baru sembuh." seorang laki-laki parubaya menghentikan Alice.
Alice terkejut mengalihkan pandangannya meminta penjelasan pada laki-laki asing itu,"Sembuh?"
Panji menarik tangan Alice kemudian digenggamnya. Ini waktunya dia harus menjelaskan.
"Dia kekasih Panji, Dokter." Ucap sedikit keras dari seorang wanita yang telah ditabrak Alice dan membawanya ke rumah asing yang tak ia ketahui siapa pemiliknya Telah menolak diajak wanita itu namun ia tetap dipaska dengan alasan ingin mempertemukannya dengan Panji. Jelas Alice mau dan mengiyakan tentunya, hingga sekarang dirinya bisa bertemu dengan Panji.
"Kak Natasya yang membawa Alice kesini?" Panji meminta penjelasan pada Natasya yang menghampiri mereka.
"Ya, kakak nggak sengaja ketemu dia pas di apotek tadi."jelas perempuan yang bernama Natasnya, kakak Panji.
"Siapa yang sakit, sayang? Kamu?" Panji panik sambil memperhatikan tubuh Alice apakah ada luka disana.
Alice menggeleng, hatinya berdenyut sakit tidak kuasa menjelaskan akan siapa yang sedang sakit sekarang. Kalau Panji sampai tahu pasti akan sakit hati. Padahal dia baru saja tahu Panji baru sembuh, entah sakit apa namun ketika melihat tubuh Panji terlihat sedang berlatih berjalan.
Dokter itu menatap Alice baru tahu,"Pasien selalu menyebut kekasihnya untuk semangat sembuh karena ingin melamarnya. Ternyata anda, Nona kekasihnya. Semoga kalian lancar sampai pelaminan."
Hati Alice bagai teriris. Hubungannya dengan Panji sudah tak dapat dilanjutkan apalagi sampai ke pelaminan karena dirinya telah menjadi milik laki-laki lain sekarang.
Alice duduk di sofa bersebelahan dengan Panji. Alice masih terdiam, raganya ada disana namun jiawanya bagai terbang entah kemana. Pikirannya kosong bingung mencerna apa yang sedang terjadi. Raasanya seperti mimpi bisa bertemu kembali dengan Panji, dia kira Panji telah meninggalkannya dan memiliki wanita pengganti selain dirinya karena tak pernah memberikannya kabar.
Alice bersama keluarga Panji hanya saja sang ayah tak berada di rumah karena sedang bekerja. Panji menjelaskan keadaan yang telah menimpanya hingga tak bisa bertemu dengan Alice, yang sesekali dibantu Rina, ibu parubaya yang duduk berhadapan dengan Alice tidak lain adalah ibu dari Panji.
" Kenalin, tante Rina. Oh ini ya yang namanya Alice. Cantik. Pantas Panji sangat mencintaimu Nak." ucap ibu parubaya yang diyakini Alice adalah ibu dari kekasihnya itu.
Alice hanya menampilkan senyum tersipu malunya kala dipuji. "Dulu dia nggak secantik ini mah. Tapi sekarang jauh lebih cantik. Dan Aku suka," ucap Panji sembari menggenggam tangan Alice.
Alice menegang, sudah lama tangannya tidak pegang oleh Panji. Dulu ketika masih menjalin kasih, Panji tidak pernah absen menggenggam dan mengelus sayang punggung tangannya. Dan sekarang dia serasa flashback pada masa lalu.
Ibu Panji bernama Rina merasa senang akhirnya dipertemukan dengan kekasih puteranya. Dilihat dari sikap dan penampilan, Rina menganggap Alice adalah anak baik.
Rina menjelaskan kalau Panji mengalami kecelakaan tiga bulan lalu hingga membuat Panji lumpuh. Alice jadi teringat tiga bulan lalu itu adalah dirinya dilamar Rama. Saat itu Panji harus mendapatkan pengobatan serius karena luka yang dialaminya hingga menderita kelumpuhan pada kedua kakinya. Alice mendengarnya iba dan tak kuasa menahan emosinya untuk menangis. Jadi Panji menghilang tanpa kabar itu karena kecelekaan. Betapa bersalah dan jahatnya Alice malah pergi meninggalkan Panji dan memilih menerima pinangan Rama disaat sang kekasih berjuang antara hidup dan mati.
"Maafin aku sayang tidak memberitahumu, karena ponselku hilang saat kecelakaan itu." Panji melihat Alice terisak menangis. Dia sadar seharusnya memberitahu kabar Alice kalau dirinya kecelakaan agar tidak khawatir.
Alice semakin terisak sungguh dirinya merasa orang yang paling jahat. Panji mendekap tubuh Alice yang menangis. ini kali pertama Alice dipeluk Panji membuatnya tenang juga sedih. Dirinya sudah tidak menjadi milik Panji lagi dan bisa dibilang apa yang dilakukannya dengan membiarkan Panii memeluknya itu adalah kesalahan. Ya semuanya telah terlambat.
Mulut Alice kelu tak bisa mengungkapkan statusnya sekarang yang telah berubah pada Panji. Apalagi Panji baru sembuh takutnya mentalnya terguncang.
"Kamu maafin aku kan sayang?"
Alice hanya bisa menangguk pelan bagaimana bisa Panji meminta maaf padanya, justru ebaliknya dirinyalah yang meminta maaf bukan karena mengambil keputusan sepihak tanpa menyelidiki apa yang telah terjadi pada kekasihnya hingga hilang tanpa kabar.
"A … aku yang harusnya meminta maaf karena …"
"Sstt jangan menangis lagi. Aku nggak kuat melihat air mata jatuh dari perempuan yang sangat aku cintai."
Deg
Alice tersentuh lagi bagai dihantam palu godam, dia masih ingat selama berpacaran dengan panji tak sekalipun kekasihnya itu membuatnya sedih hingga menangis.
"Eh berhenti dong menangisnya. Kan sudah bertemu." Natasya terharu melihat pasangan muda baru bertemu setelah lama bertemu itu.
Alice dan Panji menoleh kearah Natasya yang sedang menenteng plastic. Alice baru sadar tujuannya tadi keluar dari rumah untuk membelikan obat Rama.
"Astaga Mas Rama." batin Alice menatap plastic yang berisi obat.
"Alice ini obat kamu tadi jatuh."
"Hmm. Ya Kak makasih." Alice beranjak sambil mengambil plastic itu.
"Obat apa itu, yang?" Alice menoleh bingung harus menjelaskan apa pada Panji.
"Hmm. Itu keponakanku sakit, aku tadi beliin obat." Alice terpaksa berbohong.
"Aku pamit pulang dulu ya. Keponakanku pasti sudah menunggu di rumah."
"Aku antar ya …" tawar Panji.
"Eh nggak usah. Kamu baru sembuh. Aku bisa naik ojek online." Tolak Alice dengan cepat.
"Nggak papa, rumah kamu dimana? Bukannya kamu tinggal di Bandung ya?"
"Aku sedang bermain di rumah saudara. Lain kali main ke rumah tanteku ya." bohong Alice berharap Panji percaya.
Hingga terjadilah perselisihan diantara mereka hanya untuk menghantarnya pulang saja. Namun Panji harus mengalah karena Alice tetap tidak mau diantarnya pulang.
"Alice?" lirih seorang perempuan yang hendak masuk kedaam rumah Panji tepat berpas-pasan dengan Alice hendak keluar dibarengi Panji disampingnya sambil diikuti Natasya di belakang mereka.
Alice menunduk sambil melempar senyum pada wanita yang berpas-pasan dengannya. Langkahnya terus menuju luar rumah.
"Kimora?" Natasya menghampiri seorang wanita yang berdiri di ambang pintu yang menatap Alice lekat.
Langkah Alice terhenti sejenak kala mendengar nama yang menurutnya tidak asing." Kimora?" liih Alice kembali mengingat nama itu seperti pernah ia dengar sebelumnya, tapi dimana dan kapan dia lupa.
"Kenapa sayang?" Panji menatap Alice yang terdiam dan berhenti.
Alice menggeleng kembali melajutkan lngkahnya untuk pulang. Dia harus segera pulang takutnya Rama mencarinya. Pikirannya menjadi kalut tidak tahu kehidupan selanjutnya akan seperti apa nantinya. Satu sisi dirinya sudah terikat dengan suaminya yang belum diintianya sepenuh hati kini malah dipertemukan kembali dengan laki-laki yang masih berstatus kekasihnya, yang jelas masih dicintainya itu.