Hanya menangis dan menangis itulah yang dilakukan Alice selama tiga hari ini tinggal di rumah Rama. tak ada yang bisa ia lakukan selain meratapi nasibnya yang sudah di ujung tanduk. Hingga sekarang tepat dua minggu sudah dirinya dan Rama berpisah sembari menunggu surat dari pengadilan agama yang telah dilayangkan Rama.
Selama itu pula dirinya terus berjuang didampingi kedua orangtuanya menemui keluarga Rama guna menjelaskan akan kesalahpahaman yang terjadi. Namun usahanya sia-sia. Dimana kediaman keluarga Rama telah tertutup rapat, tak berpenghuni. Seperti pertanda sudah tidak ada lagi yang bisa dibicarakan diantara mereka.
Semarah-marah dan kecewanya orangtua Alice, anak tetaplah anak. Apalag anaknya telah menjelaskan akan kejadian sebenarnya. Bagi Salim dan Zubaidah, Alice dikenal sebagai anak yang jujur dan penurut, tentu percaya akan penjelasan puterinya yang mengaku kalau pertemuannya dengan Panji hanya semata-mata untuk menebus kesalahannya sekaligus mengakhiri hubungan mereka. Maka dari itu Salim tak gentar membantu sang puteri untuk mempertahankan rumah tangganya.
Tidak mau berlarut-larut dalam masalah, Alice memutuskan untuk pergi ke Jakarta menyusul Rama tentunya didampingi Salim dan Zubaidah yang selalu bersedia membantunya sampai kapanpun. Kasih sayang orangtua memang sepanjang masa.
"Hiks … hiks." Alice menangis di dalam mobil yang kini tengah melaju membelah jalanan menuju ibokota Jakarta.
Apakah begini rasanya mencintai seseorang yang nyatanya telah pergi meninggalkan kita, pikirnya kala mengingat perasaan Panji sekarang.
"Sayang tenangkan pikiranmu. Semua ada jalan. Kurang sebentar lagi kita bisa bertemu dengan Rama. Kalian bisa memperbaiki semuanya." Zubaidah menenangkan Alice yang masih murung. Tentu sebagai orangtua tidak tega membiarkan puterinya berlarut dalam kesedihan bukan dengan
"Aku takut mah, kalau mas Rama tidak mau memaafkanku dan tetap mencerai … hikss. Aku nggak mau mah."
Zubaidah juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh puterinya. Sebagai orangtua jelas dia ingin membantu menyelesaikan permasalahan anaknya, namun apalah daya usahanya dengan Salim menghubungi keluarga Rama ternyata bertepuk sebelah tangan. Seperti ditelan bumi, keluarga Rama tidak bisa diketahui keberadaannya.
Dan kini yang bisa dilakukan Alice adalah menunggu dengan cemas surat dari pengadilan sesuai titah Rama sebelum mengakhiri hubungannya pergi dari rumahnya kemarin. Dia belum siap berpisah dengan Rama. Apalagi harus menyandang status sebagai janda di usianya yang masih muda. Bukan karena status, tapi perasaannya yang sudah mulai tertaut pada Rama kini tak bisa ditahannya untuk berjuang bertahan memertahankan bahtera rumah tangga mereka. Sesuai perjuangan Rama dulu. kali ini giliran dia yang berusaha bukan.
Perjalanan berjam-jam tak menyurutkan perjuangan mereka hingga kini mobil mereka telah sampai di perusahaan Rama. Alice tak sabar bertemu dengan Rama, meluapkan emosi yang telah ia tahan beberapa minggu ini dengan pikiran dan perasaan kalut.
"Ayo kita turun pah mah." Alice tidak sabar untuk segera masuk ke dalam perusahaan Rama yang nampak ramai karena waktu istirahat kantor tiba.
Deg
Alice diam memaku ditempat menatap dua sejoli bergendengan tangan mesra keluar dari perusahaan. hatinya bagai teriris merasakan perih. Sedari kemarin dirinya telah menantikan pertemuannya dengan Rama hingga rela-rela pergi ke Jakarta, tapi apa yang ia dapat sekarang? sungguh diluar dugaan yang sangat tak pernah ia harapkan.
"Rama!" teriak Salim melangkah membiarkan Alice tetap di tempat untuk ditenangkan istrinya, Zubaidah.
"Sayang." Zubadiah mengusap lengan Alice yang sudah mulai nampak bergetar.
"Kamu apa-apaan, Rama! Begini cara sebagai suami, belum bercerai sudah menggandeng wanita lain." tegur Salim mengahdap tepat di depan Rama yang ternyata bergandengan tangan dengan Kimora.
Rama kaget reflek melepas tautan tangannya pada Kimora dan menatap tak percaya akan kehadiran mertuanya dan Alice disana. Raut sedih dan kecewa terpancar jelas dari wajah Alice yang kini tengah menatapnya.
"Mas Rama, siapa wanita itu?"
"Kamu … Kamu wanita yang di rumah Panji itu ?" tunjuk Alice mengenali Kimora ketika berkunjung di rumah Panji. Kimora diam namun melempar tatapan sinis kearah Alice.
"Kalau begini jadinya, lebih baik memang perceraian jadi jawabannya. Tak kan kubiarkan puteriku, Alice menderita melihat suaminya selingkuh. Dasar tak punya hati. Seharusnya kamu pikir panjang dan memberikan kesempatan Alice menjelaskan kejadian sebenarnya sebelum kamu memutuskan berpisah dan … selingkuh. Dasar laki-laki brengsek …" sudah terbawa emosi, Salim melayangkan tangannya tepat kearah Rama.
"Papah stop. Hikss." Alice menahan Salim agar tidak memukul Rama.
Perhatian semua orang tertuju pada Alice dan Rama yang ada di halaman perusahaan. Semua orang bertanya-tanya akan kejadian apa sebenarnya yang terjadi.
"Sudah ayo pulang, Alice! Tak ada gunanya kamu perjuangkan laki-laki yang tak tulus mencintaimu daripada kamu makan hati nanti. Kita rela-relakan kesini untuk menjelaskan semuanya , tapi sebaliknya dia menampakkan watak asli bejatnya." Seru Salim dengan kilatan mata merah menatap tajam kearah Rama kemudian menarik paksa Alice menjauh dari Rama.
Rama hanya diam di tempat dengan pandangan tak lepas dari Alice yang terus diseret paksa kedua mertuanya. Jujur hatinya berdenyut sakit melihat Alice menangis yang berusaha ingin dengannya, walau dia telah menyakiti hati Alice.
"Sayang ayo kita …"
"Lepas!" Rama menepis tangan Kimora yang bergelayut manja di lengannya.
Alice diam-diam lari dari jangkauan orangtuanya hendak menemui Rama. Dia tidak mau pulang ke Bandung sebelum menyelesaikan permasalahannya dengan Rama. Terutama pada hubungan Rama dengan wanita baru yang ia temui di perusahaan.
"Pak kumohon izinkan aku bertem"
"Maaf mbak ini siapa. Apa mbak sudah membuat janji dengan Pak Rama sebelumnya?" ragu satpam laki-laki berpakaian serba hitam mencegah Alice untuk tidak masuk.
"Tolong Pak, izinkan saya masuk." Mohon Alice tanpa memperdulikan mendung yang kini telah menitihkan hujan membasahi tanah.
"Tidak bisa mbak. Tolong hormati peraturan yang ada."
"Ini ada apa?" suara baritone tegas terdengar menghampiri mereka.
Alice dan satpam menoleh kearah sumber suara. Kedua bola mata Alice membelak kaget mendapati laki-laki tak asing berdiri didepannya."Kak Reza?" Alice mengusap matanya yang tergenang air mata berusaha memastika apakah yang dilihatnya itu Reza, teman suaminya. Kalau iya, itu akan menjadi penolong untuknya.
"Dia istri Pak Rama, biar saya bawa." Ucap Reza tegas pada satpam yang terlihat takut karena tidak tahu menahu Alice dilarangnya bertemu Rama.
Alice menangis sesenggukan menceritakan kejadian sebenarnya antara dirinya dan Panji di foto yang tersebar itu pada Reza. Di sebuah ruangan hening duduk di sofa berhadapan dengan Reza berharap teman suaminya itu percaya dan tak menyalahkannya serta yang paling penting mau membantunya memperbaiki hubungannya dengan Rama yang goyah di ujung tanduk perceraian.
Semua diceritakan apa adanya, tak ada yang ditambah dan dikurangi murni sama persis dengan apa yang telah terjadi. Sorot mata tajam Reza terus fokus pada sudut pandangnya mendengar semua curahan hati Alice, tanpa mau menghakiminya. Matanya menelisik mencari kebohongan dari gelagat Alice, namun nyatanya tak ia dapatkan sama sekali. Hanya keseriusan dan kejujuran saja disana yang ia dapatkan.
"Tolong percayalah padaku, Kak. AKu nggak tahu lagi harus bagaimana untuk memperbaiki semuanya. Hikss." Alice telah menceritakan semuanya dan kini dia meminta bantuan Reza sebagai penengahnya.
Reza terdiam sejenak, mengambil langkah urusan rumah tangga orang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi dia belum pernah berumah tangga. Namun melihat Alice menangis dengan frustasinya menandakan butuh uluran tangan darinya yang tak tega untuk membiarkannya walau sebelumnya dia telah menyalahkan Alice setelah Rama menceritakan hubungannya dengan Alice bermasalah akibat foto mesra Alice dan Panji.
"Ok aku bantu. Tapi apa kamu siap?" sejenak Reza mendapatkan ide cemerlang yang sedikit absurd tentunya, tapi dia yakin Rama akan takluk nantinya.
Alice mengusap mata menatap penuh harap Reza semoga bisa membantunya,"Siap, aku siap kak. Apa yang harus aku lakukan?"
"Buktikan kalau kamu masih suci pada Rama. Hanya itu kuncinya."
Deg
"Dengan cara apa aku bisa membuktikannya kak?"
"Bersiaplah, ikuti caraku. Tapi sebelumnya kamu harus mempersiapkan mental dengan apa yang terjadi nantinya bila berhadapan dengan Rama yang pastinya masih kecewa dan marah padamu."
"Termasuk perselingkuhannya?"
Reza terkejut,"Kamu sudah tahu?" Alice mengangguk lemah menahan getir dan kekecewaan mendalam.
"Pasti ini sangat berat untuk kamu lalui. Tapi percayalah kalau cintanya masih tulus untukmu, Alice. Mungkin sekarang hatinya tengah kacau dan dia tak bisa berpikir jernih sekarang, terkait masalah rumah tangganya ditambah pekara bisnis yang mengalami guncangan. Maka dari itu bantu Rama bangkit kembali ke kehidupannya yang baik ketika bersama kamu. Rama yang sekarang bukan Rama yang aku kenal ketika masih bersamamu."
Sebagai istri memang terasa begitu menyakitkan bila dihadapkan dengan perselingkuhan, namun disini dia juga merasa bersalah. Sikap Rama yang berubah tentu tidak luput dari akibat dari foto kebersamaannya dengan Panji. Maka dari itu Alice ingin meluruskan semuanya berharap Rama kembali ke jalan yang benar dan rumah tangganya dapat diperbaiki.