"Maafkan aku sayang. Aku telah salah menilaimu. Seharusnya aku harus percaya padamu tapi …"
"Aku sungguh menyesal. Kumohon maafkan aku." Rama duduk bersila menatap punggung mulus Alice yang masih setia memunggunginya.
Perasaan benci, amarah, dan kesal yang mendiami hati Rama kini telah melebur tergantikan dengan rasa puas dan senang namun juga bercampur menyesal. Bagaimana tidak, hari ini tepat perselingkuhannya terciduk Alice nyatanya dia baru menyingkap kebenaran dengan mendapatkan mahkota Alice.
Ya, sekarang Rama telah menjadi laki-laki pertama yang melakukan itu pada Alice, yang ia kira telah melakukan itu dengan Panji. Masih jelas gambaran pergulatan panas dirinya dengan Alice, melebur jadi satu menikmati keintiman bersama mengarungi surganya dunia. Menjadi tanda diawal penyatuan mereka.
Alice masih diam, namun pikirannya berkelana menatap lurus foto figura disamping ranjang ia tidur. Tubuhnya lemah, remuk bagai tak bertulang setelah Rama menggempurnya tadi. Sungguh ia tidak menyangka kalau hari ini dia dan Rama … Ah sudahlah dia hanya bisa memejamkan mata. Jujur dia senang karena telah melaksanakan kewajibannya sebagai istri. Namun dia juga tak memungkiri ada perasaan sakit sekali di benaknya, kala teringat perselingkuhan Rama yang menurutnya tidak bisa diampuni.
"Jujur ini pertama kalinya aku menyentuh perempuan. Mengenai wanita tadi, aku …"
"Apa? Kamu memang jahat!" Alice membalikkan badan, dengan wajah sembab dan di sisa tenaganya langsung melayangkan pukulan pada tubuh telanjang Rama. Jangan lupakan dengan luka lebam di sudut bibirnya bekas tamparan keras Rama tadi.
Rama membiarkan Alice memukulinya berharap perasaan kesal dan benci istrinya hilang,"Aku benci kamu. Hatiku hancur … gara-gara hinaanmu itu." teriak Alice melampiaskan rasa sesak hatinya kala teringat hinaan dan cacian Rama padanya tadi. Namun dengan seenaknya sendiri tanpa bersalah malah menikmati tubuhnya yang jelas-jelas telah dihina itu.
Rama memeluk Alice kemudian meneteskan air mata tak kuasa melihat kemarahan Alice padanya, segitu bencinya Alice padanya yang memang jelas-jelas dirinya salah itu. Dengen tenganya menghina dan tidak percaya pada istrinya sendiri."Maaf. Maaf."
Alice tersentak kaget kemudian diam kala merasakan pundaknya basah namun terasa hangat juga. Suaminya kenapa, apakah sedang menangis, tanya Alice dalam hati.
"Hikss. Hikss. Maafkan aku." ini kali pertamanya seorang Rama Adiwijaya menangis karena wanita.
Alice masih diam, bingung hendak apa, marah namun juga kasihan sulit dibedakan. Namun kalau ingat perselingkuhan suaminya, rasanya dia ingin mengusir rasa kasihan di hatinya. Apakah tangisan itu menandakan suaminya menyesal, kalaupun iya kenapa setelah semuanya terjadi dan dia terlanjur merasa dikecewakan.
"Rama! Keluar kamu. Dimana kau sembunyikan Alice!" teriak seseorang dengan lantang menggema memenuhi ruangan rapid an hening itu.
Deg
Rama terlonjak kaget merasa tidak asing dengan suara lantang tersebut, begitupula dengan Alice membelalak kaget,"Papah,"
Rama membenarkan dugaan Alice tersebut dan buru-buru turun dari ranjang, terkejut melihat beberapa pakaian tergeletak mengenaskan di lantai. "Astaga, gue brutal banget." Rama menatap dress Alice yang terkoyak robek di lantai karena ulah tidak sabarnya bermain tadi.
Rama mengambil boxer kemudian dikenakannya disusul celana panjangnya."Ahh. Aww." Rintih Alice kala merasa sakit di bagian selangkangannya ketika bergerak hendak turun.
Rama menghampiri Alice dengan telanjang dada,"Kenapa? Apa yang sakit?" Alice menggigit bibir bawahnya, bingung menjelaskannya. Sedangkan tangannya masih memegang erat selimut untuk membungkus tubuh polosnya.
Ceklek
Brakkk
Tiba-tiba pintu dibuka dengan kasar hingga menimbulkan kegaduhan membuat dua anak manusia masih diatas ranjang kaget, menoleh ke sumber suara. Tepat di ambang pintu, berdiri seorang laki-laki tinggi dan gagah melotot tidak percaya dengan apa yang dilihat.
Deg
"Papah?"
"Pah?"
Salim yang tadinya menatap Alice penuh tanya, walau sudah tahu akan apa yang telah terjadi diantara mereka disana buru-buru mengalihkan pandangannya menatap tajam penuh amarah pada Rama yang duduk di sebelah Alice.
"Keparat! Kau apakan anakku?" Salim mendekat kea rah ranjang langsung menarik Rama kasar.
Brughhh
Rama terhempas ke lantai,"Papah, jangan." Pinta Alice dengan menangis. Jujur hatinya masih sakit pada Rama, namun hatinya juga masih memiliki nurani tidak tega Rama yang masih menjadi suaminya dikasari oleh Salim.
"Alice, sayang." Zubaidah baru datang dan menghampiri Alice, ditenangkan.
Reza yang menyusul di akhir, terkejut dengan pemandangan kacau di ruangan tertutup milik Rama.
"Berani sekali kau menyentuh puteriku setelah perbuatan bejatmu itu."
Bugh Bugh
"Papah, sudah. Hikss "
"Pah, udah!"teriak Zubaidah berusaha menghentikan, tidak mau terjadi perselisihan apalagi pengeroyokan melibatkan suami dan menantu. Biargimanapun juga semua masalah bisa diselesaikan dengan pikiran dingin. Walau dia tahu masalah yang sedang terjadi terlalu rumit.
"Tidak bisa. dia harus diberi pelajaran karena telah menyakiti puteriku satu-satunya." Seru Salim disusul bogeman menjurus pada tubuh Rama.
Rama tak menghindar dan lebih memilih pasrah karena mengaku salah. Reza melihatnya tidak tega,"Sudah Om, semua tidak harus diselesaikan dengan kekerasan." Reza menari Salim menjauh dari Rama.
Rama terbatuk-batuk, sedikit mengeluarkan darah akibat pukulan maut sang mertua. Alice melihatnya tak tega hanya bisa merintih menangis.
"Maafkan aku, pah." Rama memohon ampun atas kesalahannya pada sang mertua atas kelakuannya yang telah menyakiti Alice dan juga mengecewakan mertuanya itu.
"Cihh. Simpan maafmu itu, saya tak sudi menerimanya." Salim muak dengan Rama, menoleh ke ranjang. Hatinya teriris melihat wajah sembab Alice apalagi luka lebam di sudut bibir.
"Kau berani mengari Alice hingga berdarah seperti itu. Brengsek!" Salim hendak melayangkan pukulan pada Rama namun ditahan Alice,"Papah stop. Hikss. Ayo pulang."
Suara tangis dan lemah Alice masih terdengar Salim,"Hahhh." Salim menarik nafas panjang berusaha meredam emosinya demi puterinya.
"Hari ini, saya mengambil alih tanggung jawab Alice darimu. Segera akhiri semuanya."
"Aku tidak akan menceraikan Alice,"
Bola mata Salim membulat sempurna, menantunya mengajaknya bermain drama, bukankah kemarin Rama sendiri yang meminta bercerai, lantas sekarang? Salim mendekat,"Kalau begitu saya yang akan menyelesaikan semuanya. Tak kubiarkan Alice memiliki suami sebrengsek kamu." titah Salim mendekat kearah Rama berusaha menahan pukulan yang siap melayang dari tangannya.
Segera Salim membalikkan badan menghampiri Alice dan istrinya kemudian dibawa pulang. Rama hendak mencegah namun tubuhnya sudah sakit semua, tersisalah rintihan dan permohonan di sisa tenaganya menahan Alice, namun sayangnya tidak bisa.
Akhirnya Alice pergi sambil dibopong Salim setelah dipakaikan kemeja oleh Zubaidah. Sebelum benar-benar pergi, Alice menoleh sekilas kearah Rama. Mungkin perjumpaan tuk terakhirnya dengan Rama, matanya sendu beradu dengan wajah penuh lebam Rama yang memelas padanya,"Alice maafkan aku." lirih Rama namun masih bisa didengar Alice.
"Mah, maafkan Rama." lirih Rama gentian menatap sang ibu mertua dengan penuh rasa bersalah.
Deg
Zubaidah terhenti langkahnya kala menangkap suara penuh penyesalan, entahlah anggapannya itu benar atau tidak tapi perasaannya berkata seperti itu. Dia menuruti kata hatinya, membalik badan menatap Rama yang lemah menatapnya.
"Mah, maafkan Rama. Rama masih dan sangat mencintai Alice. Uhuk."
Zubaidah memejamkan mata, jujur berat harus mendekat pada orang yang sudah diberi kepercayaan namun nyatanya dikecewakan. Ibu mana yang rela dan tidak marah bila puterinya disakiti terlebih itu diselingkuhi dan dikasari, jelas hatinya sakit sekali melihatnya. Rasanya sulit untuk memaafkan, namun percayalah dia masih memiliki hati seluas samudera yang masih memiliki rasa kasihan.
"Mamah kecewa. Mamah tidak bisa melakukan apapun, semua ada di tangan Alice. Kalau kalian memang berjodoh, pasti bisa bersatu. Berusahalah selagi kamu masih mencintai anak mamah." Ucap Zubaidah dengan nada lembut namun tersirat kegetiran disana.
Deg
Rama tersentuh akan perlakuan lemah lembut sang ibu mertua yang kini telah pergi menyusul Alice dan Salim. Jujur rasanya dia mendapatkan angina segar akan kata semangat yang menyejukkan hati dar Zubaidah untuk meperjuangakn Alice.
"Aku harus berusaha, demi Alice."
"Semangat bro." Reza menguatkan Rama
Akankah keduanya kembali bersatu setelah semuanya terbukti, walau harus melibatkan perselisahan dan kekerasan melukai semua orang? Entahlah semua sekarang berada di tangan Rama, berani berusaha mengakui kesalahan demi mendapatkan maaf serta yang paling utama cinta dan kepercayaan Alice.