Dan benar saja setibanya di dalam kamar, Rama langsung melancarkan aksinya. Direbahkannya tubuh sang istri dengan pelan dan hati-hati takut pecah diibaratkan seperti benda berharga yang bisa jatuh dan pecah.
Alice terpaku menatap netra Rama yang terus menatapnya dengan dalam. Entah kenapa hanya dengan menatap mata hitam itu serasa terhipnotis, diam tak bisa memberontak. Jujur kalau ditanya siap atau belum jelas Alice akan berkata lantang belum siap.
"Sayang kamu cantik." Rama membelai kepala Alice yang kini tepat dibawah kunkungannya.
"Mas … Hmptt." Alice seketika memejamkan mata kala bibir Rama langsung menyumpalnya dengan dalam. Ini sudah dipastikan kejadian tadi akan kembali terulang, pikir Alice.
Rama langsung menarik tangan Alice kemudian dikunci diatas kepala sang istri tanpa melepas tautan bibir mereka yang sudah bergulat. Alice kini sudah bisa mulai membalas sedikit demi sedikit. Namun begitu Rama puas meskipun Alice masih lemah dalam membalas ciumannya setidaknya Alice bisa membalasnya sudah membuat Rama senang.
Ciuman Rama kini semakin menuntut hingga Alice sudah terbuai dan akal pikirannya sudah menikmatinya. Seiring ciuman yang semakin dalam dan menuntut itu, tangan Rama tak berhenti bergerilya kemana-mana menyentuh titik-titik sensitic pada tubuh Alice. Hingga terdengar lenguhan dan desahan merdua menguar memenuhi ruangan kamar itu. Bahkan pendingin ruangan bagai tak berfungsi seiring kenikmatan yang mereka lakukan mengalihrkan keringat.
Alice pasrah kala tangan Rama telah membuat kaosnya berantakan. Puas dengan bibir Alice, ciuman Rama mulai turun menjelajahi leher jenjang Alice tanpa lupa menggigitnya hingga meninggalkan jejak kepemilikan disana. '"Eunggh." Lenguh Alice merasakan sensasi yang berbeda namun ini kali pertamanya dia merasakannya dan itu sungguh nikmat.
Dret dret
Kesadaran Alice tertarik kembali kala mendengar suara dering dari ponsel Rama yang nyaring. "Mas ada telepon … Ashhh"
"Biarkan sayang."
Dret dret
"Tapi mas itu kalau penting gimana …" Alice terpaksa mendorong tubuh Rama hingga bergulir ke samping. Alice segera beranjak dari ranjang menghampiri ponsel Rama yang berbunyi sekaligus menyelamatkan diri.
Alice menata kaosnya yang berantakan dan juga rambutnya yang sudah acak-acakan karena ulah Rama tadi,"Kimora?"
Rama mendengarnya reflek beranjak dari ranjang menghampiri Alice kemudian merebut ponselnya dari tangan Alice. Raut amarah dan kesal terpancar jelas pada wajah Rama dan itu membuat Alice bingung dan terkejut tentunya. Kenapa suaminya mendadak berubah begitu ketika ada telepon masuk dari seseorang dari seberang sana, pikir Alice.
"Kamu gila ya Ram. Kemarin kamu baru habisin waktu denganku di club tapi ternyata kamu sudah menikah dengan wanita lain. Aku kira kamu sudah putus dari Intan dan ingin kembali lagi denganku."
"Kim, aku nggak minta kamu buat nemenin aku. Tapi kamu yang nawarin diri sendiri." tegas Rama.
Kim, dialah Kimora, mantan kekasih Rama yang telah menggoreskan rasa sakit hati di hati Rama karena telah berkhianat. Wanita yang pernah menghinggapi hatinya sebelum Intan ada. Banyak kenangan manis telah ia lewati dengan Kimora. Namun hubungan mereka yang hanya bisa bertahan dua bulan karena Kimora telah berselingkuh dengan laki-laki lain. Kimora sadar salah dan harus menerima akibatnya yaitu diputuskan oleh Rama walau sebenarnya dia masih mencintai Rama.
"Kita sama-sama menikmati kemarin, Ram."
Rama dibuat kesal, gara-gara Kimora apa yang seharusnya sudah terjadi setelah penantian lamanya gagal. Di sisi lain dia juga menyesali perbuatannya beberapa hari kemarin bersama Kimora.
Flashback
"Ram, kamu disini? Intan mana?"
Rama terkejut bertemu dengan mantannya yang memakai dress setengah paha menampilkan lekuk tubuhnya yang indah. Wajah cantik tak perlu diragukan lagi dari seorang model bernama Kimora. Mereka tidak sengaja bertemu di kegemerlapan lampu disko di sebuah club. Sudah biasa kalau memiliki masalah hendak mencari ketenangan dan hiburan, Rama selalu pergi ke club.
"Hmm." Rama kembali dingin dan meneguk air bening di gelis kecilnya. Minuman beralkohol sudah biasa di minum oleh Rama bila berada di club.
Ya, akibat suntuk di rumah akan perselisihannya dengan Alice membuatnya lari dari rumah hendak mencari hiburan. Hingga akhirnya dia memilih ke club yang lama tidak ia kunjungi semenjak putus dari Intan dan hadir Alice dalam kehidupannya.
"Aku temenin ya Ram." Kimora langsung duduk dan memeluk Rama duduk disebelah mantan kekasihnya yang masih dicintainya itu.
Rama yang sudah lelah dan tidak mau banyak bicara membiarkan Kimora bergelayut manja di lengannya. Ingin ia menolak namun tubuhnya memilih diam lebih meilih meneguk minuman yang membuatnya sejenak malayang melupakan permasalahan rumah tangganya dengan Alice. Kesadarannya sudah mulai berkurang seiring minuman alkohol yang masuk kedalam tubuhnya.
"Kamu sedang ada masalah dengan Intan? Apa Intan tidak bisa memuaskanmu?"
"Minggir." Rama menepis pelukan Kimora mulai merasa risih kala tangan Kimora sudah aktif hingga menyentuh titip sensitivnya sebaga laki-laki.
"Aku bisa buat kamu lupain masalah. Lihat aku." Kimora tidak mau berhenti dan lebih agresif menangkup wajah Rama menatapnya.
Tanpa meminta izin, Kimora langsung mendaratkan ciuman tepat di bibir Rama. Rama masih diam tanpa membalas ataupun menolak. Sedangkan Kimora mulai melumat dan menyesap dengan brutal bibir mantan kekasihnya itu. Merasa hatinya hampa apalagi bermasalah, Rama menyambutnya dengan membalas ciuman itu. Tentu Rama tak membiarkan kesempatan itu menganggur.
Hingga keduanya saling menikmati ciuman yang semakin dalam dan panas itu. Mereka saling bertukar saliva tanpa peduli suara dentuman music memekakkan telinga mereka. Justru mereka sangat menikmati aktivitas mereka tanpa peduli hubungan keduanya yang tidak ada ikatan sama sekali.Tangan Rama juga sudah tidak bisa dikondisikan untuk tidak menyentuh bagian tubuh berisi Kimora yang sungguh menggoda kelaki-lakiannya. Dia masih hafal bagian mana titik sensitive Kimora karena dulu mereka sering melakukan adegan panas tentunya. Kimora membiarkannya dan lebih memilih menikmati.
"Eits bro. Ram."dorongan keras mengenai tubuh Rama membuat ciuman panas itu tererai.
"Woi sadar. Apa yang kamu lakuin, Ram!" bentak Reza menatap Rama nyalang yang hanya ditatap Kimora kaget. Penampilan Rama dan Kimora sudah berantakan.
Kesadaran Rama mulai tertarik setelah hempasan dan bentakan Reza tepat di depan matanya. Rama menoleh ke samping menatap Kimora yang tengah berpenampilan kacau. Dia tentu ingat kenapa Kimora bisa seperti itu.
"Arghhh." Teriak frustasi Rama langsung bangkit dari posisinya hendak pulang.
"Makasih bro." Rama menepuk pundak Reza yang telah menghentikan kejadian yang tidak harus terjadi dan sebelum keblablasan.
"Pulang sono ke rumah." peringat Reza yang diangguki Rama sambil berlalu pergi.
"Rama! Kamu mau kemana?" teriak Kimora yang kecewa.
"Kamu tahu, aku sudah memiliki istri. Jadi jangan usik aku lagi."
"Itu nggak mungkin. Aku masih mencintaimu. Buktinya kemarin kita di club …"
"Anggap itu kesalahan. Lupakan."
"Kesalahan?" beo Alice yang berdiri tidak jauh dari tempat berdiri Rama. Dia menyusul Rama karena penasaran.
"Ingat Rama, kamu masih bekerjasama dengan perusahaan ayahku. Aku bisa menyuruh ayahku memutuskan kerjasama kalian."
"Sialan."
"Aku tahu aku salah karena telah mengkhianati kamu, maka dari itu aku rela kamu menjalin kasih dengan sahabatku, Intan. Tapi ketika melihat kamu telah menikah dengan wanita lain itusungguh membuatku hancur."
Tutt
Rama memutuskan telepon itu sepihak.
Keluarga Rama telah pulang, kini tinggal hanya Rama dan Alice saja di rumah. sayangnya sekarang Rama sedang tidak enak badan. Tubuh Rama panas dan tidak bisa beraktivitas seperti biasa mengharuskannya harus libur bekerja. Sementara pekerjaan Rama dilimpahkan pada Reza, asisten pribadinya sekaligus orang kepercayaannya di perusahaan.
"Kamu mau kemana, sayang?" Rama mengeratkan pelukannya pada pinggang Alice yang hendak beranjak dari ranjang.
Alice sudah terbiasa dengan panggilan Rama dengan sebutan sayang. Semenjak keluarga Rama di rumah mereka panggilan itu selalu tertuju padanya hingga terbiasa sampai sekarang.
"Aku mau beli obat ke apotek depan, Mas."
Alice sedikit risih bercampur kesal, pasalnya semalaman Rama bak seperti anak ayam yang terus mengikuti kemanapun Alice pergi. Semenjak sakit Rama terus bergelandot pada Alice. Merasa kasihan membuat Alice tak bisa berkutik untuk menolak atau melawan malah membiarkan semau Rama padanya.
"Badan Mas masih panas." Alice sudah mengompres kepala Rama namun suhu tubuhnya masih belum turun juga. Untuk itu dia ingin membelikan obat.
"Nggak boleh. Kamu disini saja, aku hanya butuh kamu bukan obat." Rama menghirup aroma khas tubuh Alice yang membuat tubuh istrinya geli.
Alice menghela nafas pasrah, mungkin dia harus mengalah lagi. Dia harus mencari kesempatan untuk membeli obat terutama ketika suaminya telah tertidur.
Alice membiarkan Rama tidur sambil memeluk tubuhnya erat. Tak lupa tangan mungilnya mengelus lembut kepala Rama. Diusapnya dengan lembut berharap suaminya segera sembuh. Suhu tubuh sang suami bisa ia rasakan karena bersentuhan.
Tak berselang lama Alice merasakan hembusan nafas teratur keluar dari hidung Rama. itu menjadi kesempatan Alice untuk pergi ke apotik. Dengan pelan-pelan Alice meletakkan tubuh Rama di tempat semestinya. Alice berharap Rama segera sembuh, kasihan juga harus melihat sang suami lemah tak berdaya di ranjang.
Alice melihat raut muka suaminya terpejam erat. Walau telah tertidur Alice menangkap guratan kelelahan disana. Dia tahu kalau suaminya itu pekerja keras, selama tinggal dengan Rama dia sangat melihat aktivitas sibuk suaminya. Ini giliran dirinya membuktikan dirisebagai istri yang harus berbakti pada suaminya.
Setibanya di apotek tidak jauh dari kompleks rumahnya, Alice segera mencari obat yang dibutuhkan Rama." Mbak beli obat pereda panas dan pusing." Ucap Alice pada penjual obat.
"Sebentar ya Mbak."
Alice menunggu dengan sedikit khawatir. Pasalnya Rama di rumah sendirian dan tadi dia pergi tanpa pamit. Ada perasaan cemas dan peduli pada Rama sebagai tanda dirinya istri dari Rama dan membalas jasa Rama sekaligus berperan sebagai istri yang harus senantiasa ada disaat suami sedang susah dan senang.
"Ini mbak."
"Berapa?" Alice telah mengeluarkan selembar uang 100 ribu.
"Tiga pul …"
"Kembaliannya tidak usah. Saya buru-buru pulang. Terima kasih."
"Terima kasih Mbak. Semoga lekas sembuh." teriak penjual apotek. Alice mengamininya dalam hati.
Brughh
Saking Alice terburu-buru dirinya tidak sengaja menabrak seorang hingga tubuh mereka terpental. Barang Alice tergeletak di jalan.
"Awss." Rintih Alice bersamaan orang yang telah menabraknya. Entah siapa yang salah namun Alice merasa bersalah mengingat dirinya tadi berjalan tanpa lihat-lihat sekitar dulu karena terburu-buru tanpa melihat sekitarnya ada orang atau tidak.
"Maaf …" Alice buru-buru bangun sembari mengambil obat yang telah dibelinya. Kemudian berniat menolong orang yang jatuh di hadapannya sembari mengulurkan tangannya. Dia sangat ingin pulang takut Rama mencarinya karena tidak ada orang di rumah selain dirinya.
"Alice? Pacarnya Panji?"
Deg